Menekuni hobi merajut sebenarnya belum lama. Kira-kira hampir dua tahun saya menekuninya. Berawal dari membuat sepatu rajut bayi, merambah ke topi bayi, sampai baju bayi. Pada akhirnya saya menekatkan diri membuat rompi dewasa ukuran saya. Intinya saya suka membuat rajutan yang wearable atau yang bisa dipakai. Kemudian dari niat diri fokus pada wearable, ada teman yang requesttempat tablet. Kuberanikan diri untuk membuat Tablet case sesuai model yang dimintanya.
Alhamdulillah tantangan lolos. Sampai akhirnya merambah banyak yang ingin dibuatkan tas rajut kecil semacam sling bag, dan itu pun lolos. Banyak karya yang saya bikin tidak melulu untuk dijual namun lebih banyak untuk kado atau hadiah kenang-kenangan. Yang menerima bahagia, saya pun turut bahagia.
Mempelajari rajut atau crochet awalnya tidaklah gampang. Saya harus mengepaskan tangan saya ketika memegang hakpen dan benang, dan itu membutukan ketelatenan dan kesabaran. Tidak membutuhkan waktu lama saya pada akhirnya bisa menguasai benang dan hakpen agar tidak tergelincir dari tangan saya.
Tidak ada metode khusus cara memegang hakpen dan benang, melainkan bagaimana perajut bisa nyaman memegangnya. Dan memang rata-rata perajut cara pegang hakpen dan benang berbeda-beda. Kalau bahasa psikology nya tiap orang punya karakter yang berbeda-beda hehehe…
Setiap saya mempelajari rajutan secara otodidak lewat youtube pertama kali, bagi pemula seperti saya sangat mudah menirukan. Dari bikin sepatu bayu, topi, hingga baju. Ada yang sulit dan tidak banyak perajut di duniaini, menurut saya, mengunggah tutorial membuat cover sepatu rajut dewasa maupun merajut dengan sol ukuran kaki dewasa.
Entahlah. Saya berniat untuk itu jika sudah mahir. (Kira-kira saya akan memiliki banyak waktu untuk itu tidak yaa.. hehe). Akhirnya perajut seorang teman dan guru saya menwarkan workshop membuat sepatu rajut dewasa. Kesempatan langka ini harus saya ikuti. Kutekadkan diri untuk pergi ke Semarang seorang diri (ini yang kedua kalinya saya ke Semarang dan pertama kalinya sendirian hehehe..kudet ya saya :D).
Sampai lokasi terlalu pagi dan masih tutup. Belum sarapan, saya lihat ada makanan khas Semarang, makanlah saya disitu sambil menunggu di mal sebagai lokasi workshop merajut sepatu buka.
Waktu sudah menunjuk pukul 10, kulangkahkan kakiku lewat pintu belakang mall yaitu area parkiran (setelah saya puter-puter area ni critanya). Daan..finally…I got that place. Duduk manis, ambil tas isi benang dan sol, duduklah saya di depan bersama dengan rajuters yang baru saya kenal yaitu mbak Okta, bu Ratna, dan bu Eny (Halo apa kabar ibu-ibu semuanya? Kapan ni kita bersua lagi?). Dan tentu saja dengan master rajutku, ibu Kanjeng Heny (Senang bertemu, Ibu. Setelah sekian lama hanya tau lewat fesbuk aja). Diawal kami foto bersama untuk kenang-kenangan.
Yang namanya merajut sepatu satu kira-kira dibutuhkan waktu setengah hari. Otomatis saya tidak bisa bersantai-santai karena dikejar target. Stres pun menjalar ketika saya mengalami kesulitan di bagian “jendol..terjun.” hahahaha…itu istilah yang kami pakai saat itu. Setelah cukup sampai pada bagian batasan depan, saya mulai merajut tumit. Sunggu tidak ada yang mudah dari setiap bagian merajut sepatu yang saya praktekkan.
Mungkin butuh jam terbang yang cukup banyak agar saya terlatih dan mahir. Mengingat saya juga mengajar, waktu menyelesaikan sol sebelah pun belum sempat saya lanjutkan. Hiks..