Blended learning atau disebut juga Hybrid learning merupakan strategi pembelajaran mutakhir dengan menggabungkan cara pembelajaran tradisional (tatap muka di dalam kelas) dengan pembelajaran online. Keuntungan dari pembelajaran blended learning ini akan memudahkan siswa untuk lebih mendalami materi secara tuntas. Perangkat lunak yang bisa digunakan siswa antara lain HP android, Tab, iPod, iPad, Laptop, maupun computer yang semuanya terhubung oleh internet atau WiFi. Mobile Apps yang mendukung antara lain Wikipedia, TED, YouTube, iStoryBook Library, TabTale, dan sebagainya. Siswa juga bisa belajar lewat televisi yang mana menyiarkan beragam ilmu pengetahuan seperti Discovery Channel, BBC TV, dan sebagainya.
Salah satu metode yang digunakan dalam strategi blended learning adalah Station Rotation. Model station rotation ini menggabungkan ketiga stasiun atau spot dalam satu jam tatap muka dibagi menjadi tiga. Misalkan satu tatap muka terdiri atas 90 menit, maka waktu tatap muka 90 menit itu dibagi tiga waktu untuk masing-masing tahapan dalam spot yang berbeda yaitu 30 menit. ketiga spot tersebut terdiri atas online instruction, Teacher-led instruction, dan Collaborative activities and stations.Â
Di spot online instruction selama 30 menit, siswa akan belajar secara individu bersama dengan siswa lain untuk mengakses materi lewat online. Belajar individu secara online selama 30 menit ini diharapkan siswa menjadi pembelajar mandiri (independent learning)yang baik. Sehingga diharapkan siswa mampu berpikir kritis (critical thinking) dan mampu memecahkan masalah (problem solving) dengan baik kemudian switch (pindah) ke spot berikut untuk tatap muka dengan guru, yaitu Teacher-Led Instruction.
Di sekolah binaan MA Mathalibul Huda Mlonggo hari ke-2 pada tanggal 20 Juli 2017, narasumber memberikan teori blended learning dengan model station rotation. Narasumber, Drs. H. Muchlas Yusak, Appl. Ling, menyampaikan mengenai cara pengajaran kelas dengan metode station rotation. Untuk lebih memahamkan para peserta cara pembelajarannya, narasumber meminta salah satu peserta untuk memberikan simulasi sebelum mereka mempraktekannya di pertemuan ke-3. Peserta yang akan berperan menjadi guru dalam tatap muka (Teacher-Led Instruction) disesuaikan dengan bidang studi apa yang diampu. Dan peserta lain berperan menjadi siswanya
Maka sebelum praktek, peserta diminta mengumpulkan tagihan berupa materi yang diunduh dari internet oleh narasumber setiap individu dalam satu kelompok sesuai bidang studi yang diampu. Dalam pertemuan ke-2 sebelum praktek di pertemuan ke-3, narasumber membebaskan peserta untuk bertanya. Dari ketiga peserta memiliki pertanyaan hampir sama sehingga dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi adalah tersedianya fasilitas WiFi di sekolah. Selain itu tidak semua siswa memiliki fasilitas internet pula di rumah, terkadang malah tidak ada jaringan internet yang rumahnya di pelosok desa. Dalam hal ini, narasumber menjawab bahwa kendala yang ada sebenarnya adalah bukan perkara yang tidak bisa dicari solusinya. Ini hanyalah masalah kebiasaan. "Jadikan belajar dan mempelajari hal baru dengan memanfaatkan android sebagai media belajar menjadi life habit kita. Seseorang dilahirkan menjadi seorang yang multitasking untuk melakukan kegiatan bersamaan dalam satu waktu. Misalkan mencuci mobil sambil mendengarkan BBC.", tandasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H