Bagi masyarakat Madura, Kerapan Sapi bukan sekedar sebuah pesta rakyat yang perayaannya digelar setiap tahun. Kerapan Sapi juga bukan hanya sebuah tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kerapan Sapi adalah sebuah prestise kebanggaan yang akan mengangkat martabat Pulau Madura di mata dunia.
Kerapan Sapi adalah salah satu kebudayaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Madura dengan mengadu seberapa kencang pasangan sapi jantan yang mereka miliki. Seperti namanya "Kerapan Sapi" atau balapan sapi adalah sepasang sapi jantan yang di pasangkan menggunakan "Keleles" bambu / kayu yang sudah dirancang dan bisa ditunggangi oleh seorang joki. Joki ini biasanya di perankan oleh anak-anak / pemuda yang memiliki keberanian yang sangat tinggi dan kelihaian dalam mengontrol arah dan laju sepasang sapi yang ia tunggangi. Kerapan Sapi biasanya dilaksanakan pada sebuah area lapangan yang sangat luas, mengingat budaya ini dihadiri oleh banyak orang dari segala penjuru Madura, panjang lapangan biasanya sama panjang dengan lapangan sepak bola.
Suatu cerita pernah saya alami sewaktu masih kecil. Saat itu saya hendak melihat Kerapan Sapi bersama Ibu dan Ny Suma bersama anaknya Laelah di sebuah Lapangan Sepak bola yang ada di Desa Sebelah, Plalang Waru Barat yang terletak 1 kilometer sebelah utara dari rumah saya. Saat sampai diujung lapangan, kami dikejutkan oleh sepasang sapi yang berlari kencang dari arah tengah lapangan. Sepasang sapi yang sangat besar dan berwarna coklat kehitaman itu menabrak Ny Suma bersama anaknya Laelah, beruntung tiada korban saat itu. Kami selamat. Alhamdulillah.
Pada saat Kerapan Sapi ini biasanya dihadiri oleh banyak orang, namanya juga sebuah perayaan :D bukan hanya dari kalangan peserta lomba yang memeriahkan acara ini, namun para pedagang makanan, souvenir khas Madura, pedagang balon :v dan pertunjukan monyet yang pada waktu saya masih kecil, pertunjukan ini sangat luar biasa menarik perhatian banyak orang. Bagaimana tidak seekor monyet bisa bergerak sesuai perintah majikannya. (Curcol Masa Kecil hihihi :D), bukan hanya pertunjukan monyet, terkadang ada pertunjukan memegang ular yang sangat besar, penjual hewan, keris dan banyak lagi. Salah satu yang paling saya sukai dari acara Kerapan Sapi ini adalah saya bisa keluar rumah bersama Ayah / Ibu, beliau menggandeng tangan kecilku sambil sesekali menggendongku. Dulu saya sangatlah manja dan menangis saat melihat penjual balon dan tidak dibelikan. Ibu berkata, balon itu tidak bisa dimakan, alasan orang tua yang tidak bisa diterima anak kecil yang menyukai balon Ha ha ha ha :D
Namun, seiring bergantinya hari, bulan dan tahun dan berkembangnya teknologi, masuknya budaya luar, Kerapan Sapi ini terancam punah. Budaya luar itu mengancam keberadaan Kerapan Sapi. Hal ini bisa dilihat dari jarangnya acara Kerapan Sapi diselenggarakan, baik oleh pihak desa, kecamatan atau kabupaten. Sewaktu saya masih kecil acara Kerapan Sapi biasa dilaksanakan setiap tahun dan itu menjadi acara yang sangat meriah dan disesaki oleh banyak kalangan, kaya, miskin, tua muda, cantik jelek, jomblo atau yang sudah berpasangan. Mereka semua tumpah ruah disebuah area lapangan yang sangat luas berbaur bersama. Namun semua itu seolah hanya tinggal kenangan masa lalu yang tertulis rapi dalam ingatan setiap anak Madura.
Saya ingin merasakan lagi masa dimana Ibu menggandeng tangan kecilku dan sesekali menggendong tubuh kecilku :( Walaupun itu sudah tidak mungkin lagi
I miss you mom, I wish you get a beautifull place and smile to me from the heaven. Wait you there, I will come and we gather again.
I love You
Your naughty son "Mat Nor"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H