Mohon tunggu...
Alit Amarta Adi
Alit Amarta Adi Mohon Tunggu... -

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM). Sedang menempuh studi di Magister Ilmu Hukum UGM konsentrasi hukum kenegaraan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Letter from my Father

25 Oktober 2010   06:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:07 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1289901591754449418


Letter from my Father



Selagi engkau masih bakal anak

Didalam karunia glossolalia terlantun penyembahanku,

“TUHAN, hamba serahkan anak ini di dalam tangan kasih kemurahan-Mu saja.

Engkau sedang menenun dia didalam kandungan ibunya.

Bahkan jauh sebelum satu pun dari tulangnya ada, Engkau telah mengenal anak ini.

Kiranya kejadian anak ini dahsyat.

Kiranya seperti anak panah di tangan Pahlawan demikian anak ini di tangan-Mu, TUHAN.

Dia akan melesat dan tepat mengenai sasaran yang telah Engkau tetapkan untuknya kelak”,

Itulah doa yang mengalun dari mulutku ketika aku menumpangkan tangan keatas kandungan ibumu di saat engkau masih bakal anak. Dengan segenap hati dan sepenuh perasaanku, kupanjatkan doa itu kehadapan TUHAN didalam nama Yesus Kristus Putra-Nya yang tunggal.


Ketika aku memilih sebuah nama untukmu

Ketika pertama kalinya engkau menyapa dunia dengan tangismu, suka cita mengalir memenuhi hatiku. Dibuaian kedua tanganku terlindungi tubuh mungilmu yang kemerah-merahan. Sepasang bening bola matamu memandangku, mengalirkan kebahagiaan ke jiwaku.

“Namamu adalah Michael. Kiranya TUHAN akan menjadi kekuatanmu seumur hidupmu”,

Pengharapanku terhadap jalan kehidupanmu tercetus saat aku memilih nama bagimu.


Sebab TUHAN membiarkan engkau tidur dengan tenang

Di luar sana terbentang selimut langit kelam bertaburan bintang- bintang. Dalam kedamaian engkau terlelap di dekapanku setelah sepanjang hari menangis. Botol susu dan popok baru tak menghentikan tangismu, tiada seorang pun mengerti mengapa demikian dan tiada seorang pun dapat menenangkan tangismu. Dengan kedua tanganku aku menatang engkau, kugendong tubuhmu dan perlahan kunyanyikan “With all i am”,

Into Your hands, i commit again,

With all i am, for You LORD,

You hold my world, in the palm of Your hands,

And i am Yours, forever,

Jesus, i believe in You,

Jessus, i belong to You,

You’re the reason that i live, the reason that i sing,

With all i am,

I’ll walk with You, wherever You go,

Through tears and joy, i’ll trust in You,

And i will live in all of Your ways,

Your promises forever

Jesus, i believe in You,

Jesus, i belong to You,

You’re the reason that i live, the reason that i sing,

With all i am.


dan engkau pun mulai terlelap.

“Tidurlah, Nak. Beristirahatlah karena TUHAN membaringkan engkau dalam ketenangan”, bisikku.


Dongeng sebelum tidur

Aku membetulkan letak selimutmu. Engkau telah terbuai ke alam mimpi. Kedamaian terpancar dari raut wajahmu. Perlahan aku menutup Alkitab dan meletakkannya di meja. Malam ini aku bercerita tentang ‘Tuhan Yesus meredakan angin ribut’. ‘Tuhan Yesus memberimakan lima ribu orang’ kuceritakan kemarin malam dan ‘Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kubur’ pada malam kemarin lusa. Kubelai lembut rambutmu.

“Ya, TUHAN. Kiranya anak ini bertumbuh semakin kuat di dalam Engkau. Semakin berkenan dihadapan-Mu dan dihadapan manusia”,

Terucap doa ku untukmu, anakku.


Di hari Minggu pagi

Perlahan aku membangunkanmu dari tidurmu. Dengan sepasangmata yang masih mengantuk engkau beranjak dari tempat tidurmu.

“Anak baik. Cuci muka dulu ya”, senyumku mengiringi ajakanku.

Engkau menganguk lalu meraih tanganku. Aku menuntunmu pergi membasuh wajahmu.

“Mari kita mulai”, kataku dan kemudian engkau berlutut di tepi pembaringanmu, melipat kedua telapak tanganmu lalu mulai berdoa,

“Tuhan Yesus, selamat pagi,

Terima kasih buat perlindungan-Mu,

Terima kasih buat panjang umur,

Terima kasih buat kesehatan,

Pimpinlah kami selalu. Amin”.

Ketika engkau mengakhiri doa mu aku tersenyum. Aku yakin Bapa di surga pun sama.

“Ayo mandi, setelah ini kita ke gereja”, kataku.



Surabaya, 22 Maret 2010.

Revisi pertama 26 Maret 2010


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun