Mohon tunggu...
Alisza Marelin
Alisza Marelin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa semester dua yang menyukai studi menegenai isu-isu ekonomi dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Silent Treatment

13 Juni 2023   00:08 Diperbarui: 13 Juni 2023   00:17 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fase dewasa awal merupakan fase ketidakstabilan emosi, perasaan dan kecemasan sehingga dapat menimbulkan perasaan negatif karena adanya konflik yang sedang dialami seseorang. Konflik tersebut dapat berupa konflik dalam pertemanan, hubungan romantis bahkan konflik dengan keluarga. Beberapa orang memiliki cara penyelesaian masalah dengan cara yang kurang tepat salah satunya yaitu dengan silent treatment. Silent treatment adalah cara yang dilakukan oleh seseorang yang berkonflik dengan cara mendiamkan korban agar korban sadar dengan kesalahannya. Korban yang dimaksud adalah orang yang mengalami perilaku silent treatment dari lawannya. Seseorang yang melakukan silent treatment beranggapan bahwa dengan mendiamkan korban masalah yang sedang terjadi dapat terselesaikan dengan seiring berjalannya waktu. Padahal penyelesaian masalah dengan cara ini sebenarnya tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada justru semakain memperlarut masalah karena mendiamkan korban tanpa komunikasi yang jelas.

 Ketika individu menginjak masa dewasa awal akan terjadi masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa inilah manusia rawan terhadap berbagai tantangan perubahan emosional, psikologis dan permasalan yang akan terjadi. Tahap dewasa awal akan muncul perasaan negatif seperti rasa gelisah, kebingungan, ketakutan-ketakutan yang baru dan juga kecemasan terhadap banyak hal baru yang mereka temui. Oleh karena itu, pada masa dewasa awal sering kali mengalami masalah namun masih banyak yang kurang bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Kebanyakan dari mereka masih bingung, khawatir, takut bahkan merasakan kecemasan yang berlebihan karena ketakutan akan masalah yang akan dihadapi. 

Bentuk silent treatment sendiri biasanya ditampilkan sebagai sikap menyendiri dan menghindari konfrontasi langsung, tidak memberikan kontak mata, membuat usaha untuk tidak peduli, berusaha menghindari semua kontak, dan tidak merespon pertanyaan atau komen yang diberikan. Pelaku silent treatment sering kali beranggapan cara ini merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah. Pelaku tidak ingin menyakiti korban dengan perkataannya ketika pelaku merasa emosi atau marah dengan korban. Pelaku memilih untuk mendiamkan korban sementara agar emosinya mereda terlebih dahulu. Padahal dari sisi korban hal tersebut cukup membingungkan karena tidak adanya komunikasi untuk menyelesaikan masalah bahkan korban merasa semakin bingung. 

Silent treatment menjadi pilihan seseorang untuk menyelesaikan masalah ketika mereka tidak tahu cara mengekspresikan atau mengungkapkan apa yang dirasakan. Sikap pelaku yang tidak menyukai konflik membuat pelaku memilih diam untuk menjaga ketenangan sehingga tidak mengubah situasi menjadi tegang dan tidak nyaman. Diam menjadi pilihan terbaik untuk menghindari mengatakan hal-hal yang nantinya akan disesali. Padahal konflik yang pelaku hindari bisa saja menjadi bom waktu yang bisa kapan saja meledak dan menyebabkan dampak yang lebih besar bagi keduanya. 

Dampak yang ditumbulkan jika sesorang mendapatkan perilaku silent treatment cukup membahayakan. Silent treatment sama seperti pengucilan akan menimbulkan kecemasan serta kebingungan bagi seseorang yang mendapatkan perilaku tersebut. Perilaku ini juga dapat memberikan efek frustasi bagi yang menerima dan sering kali memutuskan hubungan baik dengan seseorang sehingga akan minimbulkan dampak pada kualitas relasi dengan orang lain. Seseorang yang menerima perlakuan ini akan mengalami kecemasan yang cukup tinggi karena ketakutan akan perilaku yang telah dilakukan. Perasaan bersalah dan kebingungan terhadap kesalahan yang telah dilakukan biasanya dirasakan oleh orang yang mendapatkan perilaku silent treatment.

 Perilaku mengucilkan dan mengabaikan orang lain, seperti bersikap dingin atau memberikan silent treatment yang digunakan untuk menghukum atau memenipulasi orang lain dapat memberikan rasa sakit yang sama dengan saat kita mengalami cedera fisik. Menjadikan kebiasaan silent treatment dalam menyelesaikan masalah awalnya bertujuan agar pelaku merasa nyaman tetapi jika berlarut hal tersebut menjadikan pelaku tumbuh dengan konflik manajemen skill yang rendah. Jika sesorang memiliki konflik manajemen skill yang rendah akan menimbulkan defense mechanism yang tinggi bahkan cenderung denial dengan masalah yang ada. Jika perilaku ini tidak diatasi dengan baik maka bisa saja hal tersebut dapat menimbulkan konflik baru. Maka dari itu cara untuk menurangi perilaku silent treatment adalah dengan membuka atau mengungkapkan diri. Selain itu belajar untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan baik agar terhindar dari cara penyelesaian masalah yang kurang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun