- Sejarah Teori Keterikatan
Teori keterikatan berawal dari John Bowlby (1907-1990). Bowlby, yang belajar psikoanalisis pada tahun 1930-an, tidak sepenuhnya puas dengan hasil studinya. Dari sudut pandangnya, psikoanalisis terlalu berfokus pada dunia internal kita, dan akibatnya mengabaikan lingkungan tempat kita berada [1].
Selama tahun-tahun awal kariernya, Bowlby bekerja di rumah sakit jiwa karena ia juga terlatih dalam psikologi perkembangan dan psikiatri anak. Bahkan, di rumah sakit inilah ia menemukan inspirasi untuk karya inovatifnya selanjutnya tentang keterikatan.
Ia mengamati bahwa dua anak yang berada di bawah asuhannya menunjukkan perbedaan perilaku yang mencolok. Salah satu anak tampak sangat jauh dan tidak memiliki emosi, sementara anak lainnya selalu berada di dekatnya – sehingga orang lain mulai menyebut anak tersebut sebagai “bayangan” Bowlby
kemudian dibimbing oleh Melanie Klein, seorang tokoh yang sangat berpengaruh di bidang tersebut, yang kemudian secara teoritis tidak disetujuinya di depan umum. Dasar ketidaksetujuan ini berpusat pada keyakinan Klein bahwa masalah emosional anak-anak muncul semata-mata dari proses internal. Berbeda dengan keyakinan ini, Bowlby berpendapat bahwa masalah emosional anak-anak sebenarnya muncul dari cara mereka berinteraksi dengan lingkungan mereka saat tumbuh dewasa,Aspek utama karier Bowlby di kemudian hari adalah fokusnya pada isu pemisahan ibu-anak. Ia sangat dipengaruhi oleh karya Konrad Lorenz, yang menunjukkan bagaimana keterikatan bersifat naluriah. Dari teori Lorenz, Bowlby menyimpulkan bahwa bayi yang baru lahir tidak hanya membutuhkan ibunya untuk makanan, tetapi juga menginginkan hubungan pengasuh-anak yang terjalin di antara mereka.
- Teori Keterikatan Bowlby
Intinya, teori keterikatan Bowlby menyatakan bahwa ikatan keterikatan bersifat bawaan [1]. Ketika kebutuhan langsung seorang anak akan ikatan keterikatan yang aman tidak terpenuhi, anak tersebut merasa terancam dan akan bereaksi sesuai dengan itu, seperti menangis atau memanggil pengasuhnya. Selain itu, jika kebutuhan akan ikatan yang stabil tidak terpenuhi secara konsisten, bayi dapat mengalami masalah sosial, emosional, dan bahkan kognitif.
Kebutuhan akan keterikatan ini telah mempercepat pemahaman kita tentang sifat manusia, yang mengarah pada pernyataan Roy Baumeister dan Mark Leary bahwa rasa memiliki adalah kebutuhan dasar manusia, seperti halnya tempat berlindung dan air
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H