Mohon tunggu...
Ali Syafrudin
Ali Syafrudin Mohon Tunggu... -

Bisnis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Martabak Jadi PNS

2 Februari 2015   20:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:56 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang nyangka seorang tukang martabak jadi PNS. Ini sebuah rahasia alam yang manusia tidak mengerti dengan perputaran bumi.

Setelah lulus dari kampus ternama di pulau Dewata,Bali. Syamsul Bachri bingung apa yang harus dilakukan. Sebelumnya, ia sudah berjualan martabak di pulau tersebut. ini karena terpaksa, ia tidak ingin menambah beban kedua orang tuanya.

Belajar hidup mandiri di pulau orang dan jauh dari sanak keluarga bukanlah suatu yang mudah. Ia menjadi kuli penjual martabak, yang setiap malam harus mengadu nasib dengan pedagang lainnya. Jika cuaca bersahabat tidak menjadi masalah namun jika cuaca hujan sulit dibayangkan.

Pagi kuliah, malam berdagang. Kegiatan ini butuh tenaga ekstra, butuh mental yang kuat, butuh kesehatan yang tinggi. Tidak jarang ia terkena sakit tapi mimpi yang kuat untuk lulus kulia dan mendapat kerja sebagai PNS menjadi penyemangat jiwanya. Ia sudah mengerti cobaan yang akan menimpanya. Hanya senyumanlah yang bisa dijawab saat cobaan menyapa dirinya.

Setiap selesai berdagang, ia selalu menyempatkan diri untuk berdialog dengan Sang Maha Penscipta. Baginya hanya itulah yang bisa ia kerjakan saat itu. Di kamar yang sempit dengan lampu yang agak redup, ia bermunajat pada pemiliki dunia. “Ya, Rabb, berikanlah keberkahan-Mu berupa pekerjaan yang baik untukku. Keinginanku hanya ingin menjadi seorang PNS. Menurutku dengan itulah orang tuaku bisa tersenyum.”

Kedua orang tuanya sangat berharap anak yang ketiga dari enam saudara ini menjadi seorang PNS. Orang tuanya pun selalu membatu anaknya ini dengan lantunan doa dan santunan terhadap anak yatim piatu. Setiap orang tuanya mendapat rejeki separuh hasilnya selalu diberikan kepada anak yatim dan orang yang membutuhkan.

“Syamsul besok ada lowongan PNS, lo enggak ikut?” ajak seorang teman

“Aku enggak punya KTP elektronik, emang bisa?”

“Bisa coba dulu aja” temannya meyakinkan.

Mungkin ini merupakan jawaban dari setiap doanya. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh dirinya. Ia bergegas mengecek instansi mana yang kiranya harus dituju. Berdasarkan analisis yang ia gunakan, dirinya memilih untuk mengikuti tes CPNS di Kementerian ESDM.

Dengan segera ia mengumpulkan berkas-berkas yang dipersyaratkan oleh instansi tersebut. Setelah semuanya terkumpul langsung dikirim dan menunggu penseleksian pertama yaitu, seleksi berkas. Sambil menunggu penseleksian berkas.kegiatan berdagangnya tetap berlanjut,

“Gimana Syamsul, dah diterima?” tanya ibunya melalui telepon.

“Belum tau, Bu.” Jawab Syamsul dengan singkat.

“Ko, lama banget pengumamanya.”

“Ya enggak tau, Bu.”

Setetah menunggu sekian lama, akhirnya pengumumannya mucul juga. Alhamdulillah dirinya lulus untuk tahap seleksi berkas. Dan berlanjut untuk mengikuti tes di Jakarta tepatnya di dekat stasiun pondok ranji.

“Mas, aku mau tes ujian di daerah tanggerang selatan. Mas tau alamatnya.?” tanya Syamsul lewat telepon

“Ya, tau Sul, kapan tesnya?”

“Masih dua minggu lagi sih mas. Tapi aku mau nginep rumah mas,, boleh?” jawab

“Dengan senang hati, sul. Ya dah kapan mau ke jakartanya?”

“Senin, mas. Oh ya enakkan nak kereta apa bis?”

“Kereta aja sul lebih gampang kasih arahnya?”

Syamsul sangat semangat untuk mengikuti tes ini karena merupakan kesempatan untuk mencapai impiannya. Semua urusannya dimudahkan pertanda awal ia mendapat ijin untuk mengikuti tes ini selama beberapa minggu. Jadi ia tidak dipusingkan dengan urusan martabak. Selama di Jakarta ia terus belajar dan belajar. Buku kuning sebagai pendukung pemantapan teori dipinjamkan saudaranya.

Sehari sebelum hari tes, ia dan sodaranya meninjau tempat tesnya. Ternyata tidak terlalu jauh dari tempat tinggal sudaranya. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit. Malamnya, ia kembali bermunjat untuk dimudahkan segala urusannya.

“Gimana, tesnya,Sul?” tanya sodaranya penasaran.

“Alhamdulillah, saya peringkat tiga dari dua ratus orang yang ikut di ruangan saya, mas”

Mendengar kabar gembira sodaranya langsung memberitahukan kepada orang tuanya. Sentak orang tuanya bersyukur.

“Kira-kira bisa lulus enggak, din?” tanya orang tuanya kepada Udin, saudaranya.

“Ya doakan saja, Lik. Moga-moga lulus.”

“aamiin” jawab singkat orangtuanya.

Pasca ujian ia kembali ke kota asalnya, Tegal. Disana ia istirahat sebentar sebelum melanjutkan aktivitasnya sebagai pedagang martabak. Memang cukup menguras otak saat ujian tes dengan menggunakan sistem CAT.

Beberapa bulan kemudian, ia mendapat kabar lulus tahap pertama dan kembali ke jakarta untuk mengikuti tes tahap kedua yaitu wawancara. saat menunggu hasil wawancara waktunya hampir sama dengan menunggu pengumuman dari tahap pertama. Berkat doa orang tuanya dan orang sekelilinginya. Kini ia positif diterima di Kementerian ESDM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun