“Banyak anak banyak rezeki”. Pasti pernah mendengar pepatah ini? Mungkin ini bisa berlaku di Negara Indonesia. Pasalnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan jumlah penduduk Indonesia tahun 2035 sebesar 305,6 juta.
Bonus demografi. Bonus ini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan di kalangan pemerintah. Indonesia telah memasuki masa yang mana Indonesia memiliki proporsi penduduk produktif lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk yang tidak produktif. Inilah yang disebut sebagai hadiah alam.
Penduduk produktif ada dua kategori. Pertama, penduduk yang berusia rentang dari 15 tahun hingga 59 tahun. Kedua, penduduk yang interval usianya dari 15 tahun hingga 64 tahun. Artinya, usia di bawah 15 tahun dan di atas 59 atau 64 tahun data disebut dengan penduduk yang tidak produktif. Hal ini sebabkan pada usia di bawah lima tahun yang secara ekonomis masih meminta dari orang tuanya atau dari pihak yang menanggungnya. Lalu, usia di atas 59 atau 64 tahun, dikatakan tidak produktif karena kemampuannya tidak bekerja secara optimal.
Proyeksi peningkatan jumlah penduduk sebenarnya dapat menguntungkan Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik. Jumlah penduduk produktif meningkat berarti daya beli pun ikut meningkat sedangkan kemampuan daya beli masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, jumlah penduduk produktif sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ada dua hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah terkait bonus demografi yaitu kesehatan dan pendidikan. Kedua sektor ini memiliki peranan penting dalam memanfaatkan bonus demografi agar Indonesia mampu bersaing dengan negara lain. Aspek tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan kesejahteraan secara financial.
Dilihat dari sisi kesehatan, pemerintah membuat program yang bertujuan melindungi warga negaranya dari rasa khawatir tentang kesehatan sepertiinvestasi kesehatan sehingga ketika masyarakat sakit tidak lagi berpikir masalah biaya karena pemerintah sudah menanggungnya. Selain itu, pemerintah juga membuat program pemberian gizi yang cukup kepada anak yang baru lahir sehingga pada saat masa perkembangan otak, nutrisi yang dibutuhkan otak tercukupi.
Sisi pendidikan, pemerintah harus melanjutkan program wajib belajar 12 tahun karena dunia kerja minimal menerima pendidikan terakhir SMA dan sederajatnya. Selain itu, setiap sekolah atau universitas juga harus melakukan kerja sama terhadap industri sehingga memiliki arah dan tujan yang jelas bagi peserta didik. Lalu, pemerintah juga membuka pelatihan guna memupuk keterampilan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Bonus demografi ini akan menjadi boomerang bagi Indonesia jika tidak dikelola dengan baik. Terlebih jika kedua sektor yang telah disebutkan di atas tidak tertangani dengan maksimal maka akan menjadi beban. Kesehatan memburuk, pendidikan lemah, keterampilan tidak ada jika sudah seperti ini sumber daya manusia Indonesia sudah tidak dapat diperdayakan yang ada justru negara hanya mengeluarkan dana dan tidak ada input ke negara.
Tugas ini tidak hanya dibebankan kepada pemerintah tetapi masyarakat juga bergerak aktif untuk memaksimalkan bonus demografi. Hal yang dapat dilakukan masyarakat seperti mendirikan yayasan bagi yang mampu sehingga dapat menyerap peserta didik tentunya dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang bagus. Selain itu masyarakat juga bisa kerja sama dengan pemerintah setempat untuk mengadakan pelatihan-pelatihan bagi peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi. Lalu, pemerintah juga menyediakan jaminan kesehatan melalui asuransi kesehatan dengan premi yang terjangkau. Dengan demikian, secara perlahan kualitas sumber daya manusia mampu bersaing di dunia kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H