Mohon tunggu...
Ali Syafrudin
Ali Syafrudin Mohon Tunggu... -

Bisnis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Artis vs Guru

1 Februari 2015   03:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:01 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sangat ironis, guru yang notabanenya menerbitkan generasi-generasi yang diharapkan dapat memperbaiki bangsa justru dibayar murah. Perbedaannya sangat kontras dengan para artis yang secara tidak langsung dapat mengahncurkan generasi bangsa dibayar sangat mahal. Dua hal yang sangat berbeda profesi ini bagaikan perang antar negara yang memiliki visi dan misi tertentu. Dengan kata lain ada penjajahan terselubung di dalam negeri tercinta ini.

Awalnya keberadaan artis di Indonesia tidak menjadi masalah. Mereka bersifat menghibur masayarakat dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Namun, tanyangan-tanyangan yang dilluncurkan justru perlahan mengubah budaya dan moral bangsa. Sebagai contoh, seorang anak dalam berjabat tangan dengan orang tuanya menciumnya menggunakan pipi atau kening. Dari sini sudah terlihat terjadi pergeseran moral. Ini mungkin masalah kecil tetapi jangan dianggap sepele karena bisa jadi dari masalah kecil akan meluas menjadi besar.

Guru yang merupakan profesi berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki generasi bangsa. Amanah guru saat ini bebannya sangat berat. Mereka dihadapi tantangan moral bangsa yang telah pudar dan jauh dari aturan agama serta pancasila. Berbagai pelatihan pun turut diselenggarakan pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan tersebut adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmanai dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Perjuangan guru dibandingkan dengan artis sangatlah jauh. Untuk menempuh pendidikan guru dibutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Jika dibandingkan artis secara makna dan tujuan perjuangannya tidak bisa dibandingkan bagaikan langit dan bumi.  Artis ketika ia berhasil apa yang ia inginkan sangat mudah memperoleh gaji atau bayaran yang sangat tinggi dan tujuannya hanya memperkaya diri dan menghibur masyarakat. Coba lihatlah guru, ada yang mengabdi tahunan untuk memperbaiki generasi tetapi bayarannya masih sangat murah. Jangan salahkan guru jika pendidikan Indonesia semakin menurun. Guru juga manusia yang butuh dengan kebutuhan primer, sekunder, dan lain-lain.

Pemerintah memang sudah melakukan yang terbaik untuk melindungi generasi bangsa. Namun arus para penghancur bangsa sangatlah deras. Tidak cukup dengan membangun tanggul saja melainkan harus mencari cara lain untuk mencegah hal tersebut. Bisa saja pemerintah mengatur tayangan-tanyangan yang tidak layak dikonsumsi masyarakat terutama yang masih mengenyam pendidikan.

Pernyataan di atas bukan bermaksud untuk menyudutkan profesi artis. Mungkin artis hanya sebuah alat yang dimanfaatkan oleh oknum untuk mencapai visi dan misi mereka. Hal ini bukan berarti guru selalu melakukan yang terbaik. Ada juga beberapa guru yang hanya memanfaatkan “dana” tanpa menjalankan kewajibannya. Semua butuh perbaikan. Pemerintah jangan hanya berdiam diri. Tegakkanlah peraturan yang telah dibuat jangan cuma membuat peraturan-peraturan baru.

Generasi bangsa bukanlah alat komoditas yang dijadikan objek untuk memperoleh keuntungan. Para pembuat film, buatlah film atau sinetron yang berkualitas dan merangsang generasi untuk mencintai budaya dan bangsanya sendiri. Jangan buat mereka membenci bangsa dan budaya indonesia.  Begitu juga dengan guru, jalankan kewajiban kalian sebagaimana mestinya. Ingat guru ujung tombak pendidikan. Apabila ujung tombaknya tumpul bagaimana untuk digunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun