Masyarakat dan budaya memiliki kaitan yang sangat erat. Budaya merupakan suatu identitas dan kebiasaan adat yang mencerminkan nilai, norma, kepercayaan, dan praktik yang telah diimplementasikan dalam suatu kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk budaya dalam kehidupan bermasyarakat yaitu ritual adat yang ada di Dusun Pekulo, Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi. Ritual tersebut adalah Grebeg Tumpeng Suro yang dilaksanakan pada saat tahun baru Islam (Muharam) atau bulan Suro dalam kalender Jawa.
Grebeg Tumpeng Suro di Dusun Pekulo biasanya digelar satu hari tepat sebelum tanggal 1 Muharam. Masyarakat percaya bahwa acara tersebut akan membawa keberkahan pada tempat tinggal dan kehidupan mereka. Hal itu juga meningkatkan rasa gotong royong dan kekeluargaan antarsesama. Sebelum acara grebeg tumpeng diselenggarakan, masyarakat bersiap membuat dusun mereka menjadi lebih menarik, salah satunya membuat gapura besar di tengah-tengah pertigaan Dusun Pekulo yang merupakan titik awal tumpeng akan mulai diarak. Masyarakat Dusun Pekulo biasanya akan membuat dua tumpeng utama pada acara tersebut. Satu tumpeng diisi dengan nasi putih yang dikombinasikan dengan nasi kuning, kemudian satu tumpeng lainnya dibuat dari hasil pertanian sekitar, misalnya seperti sayuran hortikultura meliputi terong, cabai, tomat, kacang panjang, mentimun, jagung, dan pare. Selain sayuran hortikultura, kondimen lainnya yang disusun pada tumpeng adalah buah-buahan yang dipanen dari hasil masyarakat seperti nanas, jeruk, dan semangka.
Tumpeng utama akan diposisikan depan sendiri yang dipikul oleh para laki-laki, kemudian diikuti dengan tumpeng yang dibuat oleh setiap Rukun Tetangga (RT) Dusun Pekulo, lalu diarak ke seluruh dusun. Tidak hanya tumpeng saja, masyarakat juga akan membuat nasi berisi lauk yang diletakkan di atas pelepah pisang yang dirakit dengan bambu disebut dengan 'ancak' yang dijejer rapi di sebelah jalan. Sebelum diarak keliling dusun, tumpeng dan ancak akan didoakan terlebih dahulu oleh salah satu tokoh masyarakat, tujuannya agar masyarakat Dusun Pekulo dan sekitarnya disertai keberkahan dan keselamatan serta sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen pada saat itu.
Arak-arakan dimulai pada saat setelah sholat ashar, kemudian akan kembali ke titik awal yaitu di pertigaan Dusun Pekulo. Tanpa aba-aba setelah kelihatan sampai pada garis finish masyarakat akan saling berebut isi tumpeng dengan antusias yang luar biasa. Ancak yang telah berjejer rapi akan dibagikan pada masyarakat atau siapa pun yang datang pada acara Grebeg Tumpeng Suro.
Setelah acara grebeg telah usai, masyarakat Dusun Pekulo malamnya menggelar acara pengajian sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan. Pengajian tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari orang dewasa hingga anak-anak dengan kegiatan doa dan dzikir bersama. Suasana pengajian dilakukan dengan khidmat. Warga mendengarkan ceramah dari salah satu tokoh agama yang diundang dengan memberikan pesan moral mengenai menjaga kerukunan dalam bentuk syukur.
Tahun baru Islam di Dusun Pekulo tidak hanya dirayakan dalam bentuk Grebeg Tumpeng Suro saja. Masyarakat biasanya akan melaksanakan acara hiburan lainnya yang diselenggarakan selama beberapa hari berturut-turut. Hiburan yang menyertai acara tumpeng suro diantaranya seperti jaranan, janger, acara musik, dan pentas seni yang ditampilkan oleh siswa dari sekolah yang berada di Dusun Pekulo. Keseluruhan rangkaian acara tersebut adalah suatu bentuk melestarikan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Dusun Pekulo dalam memperingati tahun baru islam. Tidak hanya sebagai bentuk perayaan, acara tersebut menjadi wujud syukur dan gambaran spiritual bagi warga serta sarana untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada generasi selanjutnya.
Grebeg Tumpeng Suro merupakan tradisi turun temurun yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Pekulo selama tujuh tahun, tetapi setelah dunia dilanda virus Covid-19 tradisi ini juga turut terdampak. Selama empat tahun terakhir sejak tahun 2020, tradisi Grebeg Tumpeng Suro di Dusun Pekulo tidak diselenggarakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Bentuk perayaan yang begitu semarak selama beberapa tahun silam masih belum pulih sepenuhnya. Kegiatan membuat dan mengarak tumpeng kini hanya dilakukan dengan membuat ancak yang disertai dengan doa-doa. Ancak dibuat oleh seluruh masyarakat, dikumpulkan di titik ikonik yaitu pertigaan Dusun Pekulo lalu dijejer di sepanjang jalan dan dinikmati bersama setelah dipanjatkan doa.
Tantangan yang terjadi karena pandemi virus Covid-19 tidak menyurutkan semangat masyarakat Dusun Pekulo untuk berinovasi pada saat menyambut datangnya tahun baru islam. Antusiasme masyarakat senantiasa menjujung tinggi nilai gotong royong dan kebersamaan yang dapat mengeratkan rasa persatuan dan kesatuan antarsesama. Namun, meskipun pandemi telah mengubah cara perayaan Grebeg Tumpeng Suro, masyarakat Dusun Pekulo terus menunjukkan adaptasi dan kreativitas dalam menyambut datangnya Tahun Baru Islam. Hal itu ditunjukkan oleh bagaimana cara mereka tetap menjaga tradisi, kendati tidak lagi ada perayaan yang biasanya disambut dengan euphoria luar biasa. Meski begitu, esensi dari tradisi Grebeg Tumpeng Suro tetap terjaga, yaitu kebersamaan, gotong royong, dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Doa-doa yang dipanjatkan saat berkumpul di pertigaan Dusun Pekulo dengan ancak yang menjadi simbol keskralan akan dirindukan dan ditunggu-tunggu oleh semua orang. Doa tersebut mengandung sebuah harapan agar waktu yang akan datang diberkahi dengan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Dusun Pekulo dan sekitarnya.
Pandemi Covid-19 mungkin telah mengubah tradisi yang biasanya telah dilaksanakan, tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Grebeg Tumpeng Suro akan tetap terjaga. Semangat, antusiasme, gairah masyarakat tetap membara dan tidak akan luntur untuk menjaga tradisi dan warisan budaya apapun tantangan yang dihadapi. Hal tersebut merupakan lambang kekuatan dan ketahanan masyarakat dalam menghadapi segala batu sandungan dan kendala. Masyarakat Dusun Pekulo telah membuktikan bahwa meskipun situasi yang begitu genting memaksa mereka untuk berubah dan beradaptasi pada keadaan yang baru, menjaga kelestarian budaya dan tradisi akan tetap dipelihara.