Yogyakarta termasuk kota yang menjadi incaran para wisatawan saat tahun baru tiba, salah satunya kawasan wisata Malioboro. Kawasan wisata ini merupakan salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Kawasan Malioboro menawarkan beragam tujuan wisata, seperti Tugu Pal Putih, teras Malioboro, Malioboro Mall, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Umum 1 Maret. Malioboro mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, bisa dilihat dari segi ekonomi, sosial ataupun dari segi budaya. Dengan segala daya tariknya, mulai dari kuliner khas hingga beragam produk kerajinan, kawasan ini menyimpan pesona yang sangat menarik di mata wisatawan dalam negeri maupun wisatawan luar negeri.
Suasana jalan dan aktivitas kendaraan sekitar Malioboro tentunya sangat padat dan ramai. Banyak jenis kendaraan seperti becak, andong, mobil, motor pribadi, hingga transjogja yang berlalu lalang. Hal yang terlihat menonjol adalah banyaknya becak di kawasan jalan Malioboro. Kehadiran becak di Malioboro tidak dapat dipisahkan dari identitas kawasan ini. Becak telah berfungsi sebagai alat transportasi tradisional yang tidak hanya melayani penduduk lokal tetapi juga menarik perhatian wisatawan asing. Namun, dengan meningkatnya jumlah pengunjung, masalah parkir becak di sekitar Malioboro mulai muncul. Banyak becak yang terparkir di tepi jalan, sehingga menyempitkan ruang bagi pejalan kaki dan kendaraan lain. Hal ini ditemukan saat saya berkunjung ke Malioboro pada hari Senin, 16 Desember 2024.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta telah memberlakukan aturan yang lebih ketat terkait parkir becak. Setiap paguyuban becak diminta untuk mengatur jadwal operasional secara bergiliran, sehingga tidak semua becak menunggu penumpang di lokasi yang sama pada waktu yang bersamaan. Selain itu, telah disediakan shelter atau tempat khusus untuk becak di beberapa lokasi strategis sepanjang Jalan Malioboro. Meskipun langkah-langkah ini dirancang untuk mengurangi kemacetan, penerapannya masih memerlukan pengawasan yang lebih intensif guna mencegah pelanggaran.
Peraturan terkait parkir becak memang penting, namun masih menghadapi berbagai tantangan. Banyak wisatawan kesulitan menemukan lokasi parkir yang aman dan sesuai untuk becak. Tantangan ini semakin diperburuk dengan kebiasaan sebagian pengemudi becak yang lebih memilih menunggu penumpang di jalur cepat daripada menggunakan shelter yang telah disediakan. Situasi ini tidak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, tetapi juga mengurangi kenyamanan pengalaman wisata secara keseluruhan.
Dari sudut pandang wisatawan, keberadaan becak seharusnya menjadi nilai tambah dalam pengalaman mereka. Namun, jika penataan parkir becak tidak dikelola dengan baik, hal ini justru dapat menjadi kendala. Wisatawan kerap merasa bingung saat harus melewati jalur yang menyempit akibat becak yang diparkir sembarangan. Oleh karena itu, pihak berwenang perlu terus mengevaluasi dan menyempurnakan sistem parkir becak di Malioboro. Edukasi kepada pengemudi becak mengenai manfaat dari penataan parkir dan penggunaan shelter juga harus menjadi fokus saat ini. Pengemudi perlu memahami bahwa dengan mengikuti aturan, mereka dapat meningkatkan pengalaman wisatawan dan pada akhirnya mendukung pendapatan mereka sendiri.
Sebagai kesimpulan, meskipun becak merupakan salah satu daya tarik wisata di Malioboro, pengelolaan parkir yang tertata dengan baik sangat penting untuk menjaga kenyamanan dan keamanan seluruh pengunjung. Dengan langkah-langkah perbaikan yang tepat, Malioboro dapat terus mempertahankan pesonanya sebagai destinasi wisata unggulan tanpa mengorbankan kenyamanan para wisatawan yang berkunjung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H