Mohon tunggu...
Alissa Wiranova
Alissa Wiranova Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa Antropologi Universitas Padjadjaran

Menulis apa yang bisa ditulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Antara Hidup Lampau dan Modern, Candi Muaro Jambi Berdiri

9 April 2022   20:39 Diperbarui: 9 April 2022   20:45 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Muaro Jambi (Foto: jambiprov.go.id)

"Ngab, kopi susu gula aren satu, ya," ujar seorang pria gagah berkain merah keemasan. Tanpa mengenakan baju, semacam kalung besar melingkar di lehernya. Matanya menyorot tajam, garis rahangnya tegas. Yang ditatapnya, seorang lelaki cungkring berkaos hitam buru-buru mengangguk. Matanya tunduk memandang mesin penggiling kopi di hadapannya. Ia jelas tahu siapa pemilik suara berat tadi, karenanya sedikitpun tak berani ia mendongak. Maklum, orang besar!

"Di sini, sekat antara yang lampau dan yang modern tipis sekali," lamunan saya soal Raja Balaputradewa yang hampir menyeruput es kopi susu buyar sudah. Seorang lelaki yang tengah duduk di sebelah saya melanjutkan ucapannya. "Coba saja lihat sekitarmu. Berapa banyak, sih, mereka yang datang ke sini untuk melihat candi? Pasti sedikit. Di sini lebih seru minum kopi, kalau nggak, ya foto-foto untuk konten Instagram."

Pria paruh baya tadi, Adi namanya, mengaku sering mengunjungi Kompleks Candi Muaro Jambi. Terkadang ia datang bersama anak istri, tapi tak jarang pula ia duduk sendiri di tengah hamparan rumput candi. "Suasananya enak, nggak bau knalpot," terangnya.

Kompleks Candi Muaro Jambi seolah jadi tempat magis buat Adi. Menurutnya, sejarah dan modernitas berjalan berkelindan di sini. Hamparan rumput nun tak jauh dari tempatnya duduk, bisa saja dulu merupakan tempat murid-murid asal India mempelajari ajaran Buddha. Kini, tepat di titik yang sama, sepasang muda-mudi tengah melenggok kanan kiri di hadapan sebuah handphone yang terpancang pada tripod; menari demi FYP.

Kompleks Candi Muaro Jambi sendiri dapat ditempuh selama kurang lebih satu jam dari daerah pusat Kota Jambi. Dengan luas nyaris 4000 hektar, situs ini menjadi kompleks candi terbesar se-Asia Tenggara. Terletak di tepi aliran Sungai Batanghari, tepatnya di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Kompleks Percandian Muaro Jambi diyakini merupakan bekas peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Sayangnya, areal percandian yang super luas ini masih belum banyak terjamah manusia. Penggalian dan rekonstruksi candi pun belum banyak dilakukan. Oleh karenanya, banyak ditemukan gundukan tanah atau menapo. Menapo sendiri umumnya merupakan situs candi yang masih terkubur.

Kompleks Candi Muaro Jambi pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris bernama S.C. Crooke ketika tengah melakukan pemetaan aliran sungai untuk keperluan militer pada tahun 1824. Pemugaran yang lebih serius kemudian baru dilakukan pada tahun 1975 oleh pemerintah Indonesia. Pemugaran ini dipimpin oleh salah seorang arkeolog terpandang di Indonesia, yaitu R. Soekmono. Kompleks Candi Muaro Jambi dipercaya merupakan bekas pusat pendidikan internasional, di mana murid-murid dari daerah Tiongkok, India, dan Tibet belajar pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Ketika memasuki gerbang penanda kompleks percandian, hal yang akan pertama ditemukan pengunjung adalah lahan parkir. Di sini, kendaraan bermotor dilarang melintas dekat situs candi. Meski begitu, penyewaan sepeda menjadi salah satu ladang bisnis yang tumbuh masyhur di kompleks percandian. Pasalnya, dalam menapaki areal luas Candi Muaro Jambi, alangkah letihnya apabila pengunjung hanya diperbolehkan berjalan kaki. Tarif penyewaan sepeda pun terbilang murah, hanya dipatok seharga 10 ribu rupiah per unit. Waktu pemakaian pun tidak dibatasi. Syaratnya hanya satu: sepeda wajib dikembalikan.

Beberapa di antara banyak candi yang ada di kompleks ini merupakan Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Kedaton, dan Candi Kembar Batu. Masing-masing candi pun memiliki rupa yang berbeda. Umpamanya, Candi Tinggi sendiri berbentuk bangunan tunggal bertingkat, sedangkan Candi Kembar Batu terdiri atas dua bangunan kembar yang ukurannya lebih rendah daripada Candi Tinggi. Masing-masing candi berdiri di atas hamparan rumput luas yang dibatasi dengan pagar rendah di sekelilingnya. Beberapa areal rerumputan dekat candi bahkan melarang sepeda untuk melintasinya. Meski begitu, masih banyak pengunjung yang melanggar aturan ini. Tak jarang pula sepeda pengunjung melintas tepat di atas gundukan menapo. 

Tak hanya itu, salah seorang wisatawan turut mengungkapkan kekecewaannya ketika mengunjungi kompleks percandian. "Di dekat pintu masuk itu ada museum kan, di dalamnya juga banyak koleksinya. Tapi kayaknya nggak ada petugasnya, jadi aku pun suka nggak ngerti. Sayang banget, kan," ungkap seorang mahasiswi bernama Tita. Museum yang berisikan pecahan batu candi, arca, dan logam ini memang berukuran tidak terlalu besar. Penjelasan masing-masing benda pun terbilang sangat singkat sehingga cukup sulit dimengerti terutama oleh orang awam.

Daya tarik terbesar dari Kompleks Candi Muaro Jambi tak hanya terletak pada situs historis seperti candi dan museum, melainkan juga pada sebuah kedai kopi yang terletak di dalam kompleks. Bernamakan Pojok Kopi Dusun, kedai yang satu ini menawarkan suasana tradisional bagi para penikmat kopi. Meja dan kursi untuk pengunjung dibiarkan alami terbuat dari kayu dan berada di luar ruangan, sedangkan dapur dan kasirnya sendiri berada di tingkat bawah bangunan kayu yang menyerupai rumah adat khas Jambi, yaitu Rumah Panggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun