Dalam sejarah politik Indonesia, gerakan mahasiswa memiliki  peran yang  cukup signifikan dalam setiap perubahan. Maka bukan peristiwa luar biasa ketika Presiden Jokowi  melakukan pertemuan dengan 12 tokoh organisasi mahasiswa.
Pertemuan tersebut menjadi pemberitaan massif media massa. Dan menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Masing-masing menafsir dan memakanai pertemuan tersebut.
"Kami mendapatkan energi positif kepemimpinan beliau yang sangat luar biasa hari ini," kata Raihan Ariatama, Ketua Umum PB HMI. Sementara Ketua Umum PP KAMMI, Zaky A Rivai, mengatakan  "Pertemuan Cipayung Plus tersebut murni bicara masalah bangsa. Sebagai eksekutif tertinggi, Presiden-lah yang paling bertanggungjawab atas jalannya negara ini, bukan tentang jilat-menjilat, tidak ada makan siang bersama, dan juga demi Allah tidak ada bantuan secara materi yang diterima oleh saya sebagai Ketua Umum PP KAMMI,"
Rocky Gerung mengkritik tajam pertemuan tersebut. Menurut Rocky seharusnya mahasiswa menjaga jarak dari kekuasaan. Tradisi mahasiswa itu tidak seharusnya setelah bertemu dengan Presiden, lalu memuja-muji Presiden. Yang seharusnya dilakukan oleh seorang mahasiswa yang kritis adalah menjaga jarak dengan pemerintahan dan kekuasaan.
Ketua Umum Pro Demokrasi (ProDEM), Iwan Sumule memiliki pandangan tersendiri terkait peristiwa ini. Iwan Sumule menegaskan bahwa dengan dikumpulkannya 12 organisasi mahasiswa di saat demokrasi tercerai, dan penolakan penundaan Pemilu dari masyarakat, sebagai tanda bahwa penguasa sedang panik dan rapuh.
Secara prinsip, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan para tokoh organisasi mahasiswa merupakan fenomena politik yang biasa saja. Jika kita menengok sejarah pergulatan politik Indonesia dari era Bung Karno hingga SBY, forum-forum dialektika antara mahasiswa dengan Presiden menjadi fenomena yang terus terjadi.
Namun, seperti apa yang disampaikan Rocky Gerung, mahasiswa sebagai kaum muda terdidik memiliki tugas sebagai sosial kontrol terhadap kinerja dan  kebijakan pemerintah. Tidak elok rasanya jika terlalu mesra dengan penguasa.
Terkait pandangan politik Iwan Sumule, bahwa pertemuan tersebut karena kondisi pemerintah Presiden Jokowi sedang panik dan rapuh, penulis belum bisa mengambil kesimpulan. Meski dapat kita rasakan isu kelangkaan minyak goring, kenaikan bahan pokok pangan, isu pendundaan Pemilu cukup meresahkan kehidupan sosial ekonomi dan politik Indonesia. Termasuk keraguan sebagian rakyat terhadap kebijakan pemindahan Ibukota atau IKN.
Daftar Pustaka :
https://nasional.tempo.co/read/1574044/kelompok-cipayung-plus-puji-jokowi-usai-diundang-ke-istana