[caption id="attachment_304254" align="aligncenter" width="546" caption="Wiranto dan Hary Tanoesudibyo (foto : kompas.com)"][/caption]
Ketua Umum dan calon presiden (capres) Partai Hanura, Wiranto, dengan tegas mendukung Gugatan Uji Materil terhadap UU Pilpres, yang dilayangkan Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH Msc ke Mahkamah Konstitusi, Dukungan tersebut dinyatakan Wiranto kepada wartawan, Jumat 31 Januari 2014 di Gedung Dakwah Muhammadyah Jakarta.
Alasan Yusril menggugat UU Pilpres, juga diadopsi Wiranto, dan sepenuhnya  menjadi alasannya mendukung upaya hukum yang ditempuh Profesor Yusril. Wiranto mengatakan ambang batas perolehan suara untuk pencalonan presiden mengganggu hak politik semua warga negara. Ditegaskannya, langkah Yusril sejalan dengan ketentuan konstitusi untuk tak mengkebiri keinginan masyarakat menentukan calon pemimpin.
Pernyataan mendukung langkah Pakar Hukum Tata Negara tersebut, telah terucap dari mulut Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto. Keluarnya dukungan itu, membuktikan bahwa mantan Panglima TNI tersebut tengah dalam kondisi khawatir. Sikap Wiranto mendukung langkah Yusril bukti kegalauan yang ditunjukkan Wiranto. Sebagai capres yang didukung Partai Hanura, Wiranto sangat mengkhawatirkan partai yang dipimpinnya sangat sulit untuk bisa mengusung dirinya sebagai capres yang berpasangan dengan cawapres Hary Tanoesoebdiyo. Artinya Wiranto sudah menyadari dan sudah mengkalkulasi bahwa partainya takkan mampu meraih 20 persen suara di Pileg 2014.
Sikap mendukung gugatan Yusril juga menunjukkan bahwa Wiranto telah dihantui rasa takut atas hasil survey sejumlah lembaga survey, termasuk hasil survey dari Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), yang memprediksi Partai Hanura termasuk salah satu partai politik yang tak bisa meloloskan legislatornya ke Senayan karena tak mampu meraih Parlementary Thresold sebesar 3,5 persen, apalagi dalam survey lain Wiranto termasuk salah satu sosok yang masuk kategori capres yang tak diinginkan.
Sudah dapat dipastikan Wiranto sangat berharap gugatan uji Materi UU Pilpres yang diajukan Yusril ke MK, berhasil dikabulkan oleh MK. Jika misalnya itu terjadi maka tak hanya peluang ikut pilpres yang dapat Wiranto, tapi beban politik yang ditanggungnya akan semakin ringan. Yang menjadi beban politik bagi Wiranto adalah terlampau percaya diri jika partai yang dipimpinnya akan mampu bersaing menjadi partai besar di pileg 2014, setelah masuknya Hary Tanoesoedibyo ke partai yang dipimpinnya pasca keluar dari Partai Nasdem.
Bergabungnya pemilik media televisi tersebar di Indonesia itu, awalnya dianggapnya membawa darah segar buat Partai Hanura, dan Wiranto pun optimis Partai Hanura akan menjadi partai besar dan bisa mengantarkannya menjadi presiden, atau setidaknya berhasil mengantarkannya lolos jadi capres. Yang pasti masuknya Hary Tanoe, yang langsung diberikan jabatan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura, diprediksinya akan semakin membuat Partai Hanura jadi partai besar, terkenal dan dikenal masyarakat, sebab iklan partai tersebut akan kerap nongol di sejumlah media televisi milik Hary Tanoe dan menjadi tontonan mayarakat.
Dengan rasa optimis, dan tanpa pikir panjang, dan hanya hitungan bulan, kemudian Partai Hanura langsung mendeklarasikan Wiranto dan Hary Tanoe Soedibyo sebagai pasangan capres dan cawapres yang diusung Partai Hanura. Meski ada penolakan dari internal partai tersebut terkait pendeklarasian pasangan capres dan cawapres, namun tak menghambat promosi pasangan Wiranto – Hary Tanoe yang telah dideklarasikan sebagai pasangan capres dan cawapres oleh Partai Hanura. Kemasan promosi pencitraan sosok pasangan capres dan cawapres yang berjuluk WINT-HT, terus mengumandang dan mendurasi di semua media televisi MNC Grop. Bahkan pencitraan yang dikemas dalam bentuk acara kuis bernama kuis kebangsaan WINT-HT terus ditayangkan di salah satu televisi swasta milik Hary Tanoe. Sejumlah acara besar di MNCTV pun kerap dihadiri oleh Wiranto dan Hary Tanoe.
Harus diakui berkat seringnya tampang Wiranto dan Hary Tanoe tampil di sejumlah televisi, membuat sosok pasangan pasangan tersebut dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Namun ketenaran pasangan capres tersebut tak sepenuhnya mempengaruhi dan meningkatkan elektabilitas Partai Hanura dan Wiranto dan Hary Tanoe sebagai capres dan cawapresnya. Malah partai Hanura oleh sejumlah lembaga survei diprediksi tak mampu meraih Parlementary Threshold 3.5 persen dan Wiranto pun masuk kategori capres yang tak diinginkan rakyat.
Itulah fakta politik, media memang bisa membuat orang terkenal, tapi orang yang sering tampil di media tak sepenuhnya langsung disenangi. Wiranto harus menyadari bahwa masyarakat sudah cerdas memilih siapa yang layak dan pas jadi pemimpin. Wiranto juga harus memaklumi bahwa dirinya juga punya nilai minus dimata publik. Lalu hal yang paling krusial adalah dalam hal pencapresan dirinya, selain dianggap terlalu percaya diri dan terlalu dini mendeklarasikan diri sebagai capres, Wiranto dianggap telah melakukan langkah yang tak pas, karena memilih Hary Tanoesoedibyo sebagai cawapresnya.
Bukan bertujuan menyinggung SARA, dan bukan bermaksud diskriminatif bahwa untuk kepemimpinan nasional tampaknya Hary Tanoe bukan figur yang tepat sebagai cawapres. Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar didunia, dan penduduknya yang mayoritas muslim takkan simpati dan takkan mendukung ketika ada salah satu pasangan capres dan cawapres berasal dari kalangan yang beragama non muslim. Dan belum pernah dalam sejarah muncul pasangan pelangi ikut bersaing dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, baik semasa pemilihan di MPR maupun pemilihan langsung.
Melihat perkembangan dan kondisi politik terkini, yang ternyata belum memperlihatkan adanya peluang bagi Partai Hanura menjadi partai besar, ditambah lagi munculnya prediksi bahwa Partai Hanura sebagai salah satu partai yang akan terdegradasi di Pileg 2014, maka Wajar saja, Wiranto mendukung langkah Profesor Yusril yang menggugat UU Pilpres ke MK. Mendukung sah-sah saja, tapi dukungan Wiranto hanya sebatas dukungan yang tak bisa mempengarui atau mempresure MK sebagai pengambil keputusan atas gugatan uji materi UU Pilpres yang diajukan Yusril tersebut. Untuk sementara Wiranto hanya bisa tetap galau, sembari menunggu dan berharap gugatan uji materi UU Pilpres yang diajukan Yusril sepenuhnya diterima MK. Jika MK menolak, apa boleh buat, Wiranto kemungkinan hanya bisa berharap adanya mukjizat yang bisa memenangkan Partai Hanura di pileg mendatang dengan meraih minimal 20 persen suara, agar dia dan Hary Tanoe bisa secara resmi bertarung di Pilpres 2014.
Penulis : M Alinapiah Simbolon
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H