[caption id="attachment_310674" align="aligncenter" width="318" caption="Jokowi (foto : kompas.com)"][/caption]
Hiruk pikuk di belantara politik menjelang suksesi kepemimpinan nasional, terutama menjelang pemilihan presiden semakin menggema. Kompetisi antar figur bakal calon ataupun figur yang berambisi untuk mencalonkan diri jadi presiden terus bergulir. Dari figur-figur yang sudah bermunculan, ada sejumlah nama yang sudah dipastikan diusung partai politik, ada yang masih dalam tahap seleksi di sejumlah partai, serta ada yang masih terwacana alias masih dalam endusan-endusan. Figur-figur tersebut saat ini telah menampakkan dirinya di hadapan publik dan dengan berbagai manuver berusaha merengkuh simpati rakyat negeri ini.
Kehadiran figur-figur tersebut, membuat rakyat dituntut untuk bisa memilah dan menilai, serta dijadikan perbandingan antara satu dengan yang lain, dan selanjutnya untuk dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan pilihan mana yang pantas untuk dipilih di ajang pemilihan presiden 2014. Kalau melihat dinamika politik belakangan ini, tampaknya mayoritas rakyat menginginkan presiden mendatang adalah sosok yang selain punya kemampuan dalam memimpin, juga merupakan figur bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat serta mampu melakukan perubahan. Sosok presiden dengan kategori demikian diyakini akan komit memimpin negara dengan  menjalankan pemerintahan yang baik, serta komit mengedepankan kepentingan rakyat banyak.
Sebagai salah satu dari sekian ratus juta rakyat yang berdomisili di nusantara ini, saya termasuk warga negara yang berpikiran sama dengan mayoritas rakyat di negeri ini, yaitu presiden mendatang adalah orang yang bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat, serta mampu melakukan perubahan. Figur presiden dengan kategori yang seperti itulah menurut saya sangat ideal dan akan mampu memimpin dengan disiplin, tegas adil dan arif bijaksana, serta diyakini akan mampu menggesar dan mengangkat posisi rakyat, pemerintahan dan negara dari posisi status quo.
Kalau parameternya, figur yang bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat, serta mampu melakukan perubahan yang pantas menjadi presiden, maka timbul pertanyaan, Siapakah yang pantas ?
Menurut saya tak sedikit figur yang dianggap sesuai dengan ukuran dan kategori yang demikian. namun yang bermunculan untuk menjadi presiden, kebanyakan figur yang dinilai tak memenuhi kategori tersebut sehingga saya nilai kurang pantas,  dan  bahkan ada figur yang muncul memang betul-betul tak pantas. Ada figur yang hanya dengan modal ketenarannya sebagai penyanyi dangdut dan selalu mencitrakan diri sebagai ulama,  tapi di satu sisi moralitasnya diragukan banyak kalangan, karena hobinya yang doyan kawin siri. Ada juga figur yang dari kalangan pengusaha yang karena usahanya membuat tanah milik rakyat jadi lumpur dan rumah dan harta rakyat tengelam dalam lumpur. Muncul pula figur capres yang dinilai punya noda hitam karena persoalan pelanggaran HAM di masa lalu, dan bagian lingkaran kekuasan otoriter masa lalu. Lalu ada sejumlah figur bakal capres lain yang pernah dienduskan ataupun dilaporkan terkait kasus korupsi. Anehnya, kebanyakan dari figur-figur tersebut justru mengklaim dirinya sebagai figur bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat serta dinilai mampu melakukan perubahan.
Kalau mencari figur presiden yang sesuai dengan ukuran bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat, maka hanya ada segelintir nama dari sejumlah nama yang sudah muncul sebagai capres atau yang sedang digadang-gadang dan tengah ikut seleksi sebagai capres. Lalu kalau dilihat dan dinilai segelintir nama yang ada, maka figur yang secara kualitas dan faktual memang ternilai berdasarkan fakta saat ini yang dinilai bersih, jujur, tulus , peduli dan merakyat,  untuk sementara masih hanya ada satu nama yaitu Jokowi.  Bukan berarti tak ada figur lain  yang sesuai kategori demikian. tapi diantara yang muncul,  untuk sementara terbukti lebih bersih, lebih jujur, lebih  tulus, lebih peduli dan lebih merakyat, adalah memang Jokowi. Sosok Gubernur DKI Jakarta itu masuk nominasi kategori itu secara utuh,
Lalu dari semua figur yang ada, yang berpeluang mampu melakukan  perubahan dengan bukti dan pengalaman memimpin, juga hanya ada satu nama yaitu Jokowi. Dan bukan tak ada nama lain yang dianggap mampu melakukan perubahan, tapi dari semua nama yang ada, yang berpengalaman sebagai memimpin pemerintahan dan memimpin rakyat serta sudah terbukti mampu melakukan perubahan selama dan masih dalam kondisi memimpin, hanya satu nama yakni Jokowi. Pertimbangannya, dari figur yang muncul di bursa capres, hanya Jokowi figur berlatar belakang kepala pemerintahan sekaligus kepala wilayah dan pemimpin rakyat. Jokowi pernah menjadi Walikota Solo, dan sekarang menjabat Gubernur DKI Jakarta. Walikota Solo yang pernah dijabat Jokowi dan Gubernur  DKI Jakarta yang tengah dijabat Jokowi, notabena adalah jabatan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan, dan pengayoman terhadap rakyat serta  yang berkaitan dengan pelayanan kepentingan rakyat.
Tak ditampik Jokowi termasuk pemimpin yang berhasil dan mampu membuat perubahan saat menjabat Walikota Solo. Dan kepemimpinannya sebagai walikota Solo, membuat Jokowi masuk urutan ketiga sebagai walikota terbaik di dunia pada pemilihan World Mayor Project 2013 yang diselenggarakan oleh The City MayorsFoundation (Yayasan Walikota Dunia) berbasis di london. Sebagai Gubernur DKI yang masih setahun lebih dijabatnya, harus diakui kepemimpinannya juga banyak  mambuat perubahan di DKI Jakarta.  Kinerja positifnya sebagai Gubernur DKI membuat Jokowi masuk daftar 134 Tokoh Terkemuka Dunia (The Leading Global Thinkers of 2013)  versi Majalah Foreign Policy terbitan Amerika Serikat.
Memang ada segelintir kalangan mengatakan Jokowi tak berhasil saat jadi Walikota Solo dan saat menjabat Gubernur DKI sekarang ini. Tentu harus dilihat dulu dari sisi mana segelintir kalangan tersebut menilai demikian. Dari sejumlah kalangan yang tak mengakui keberhasilan Jokowi, Ruhut Sitompul dan Amin Rais adalah orang yang paling ngotot dan paling sering mengatakan Jokowi tak berhasil sebagai pemimpin. Kedua orang ini terkesan antipati dengan Jokowi dan partai PDIP, sehingga menilai dari aspek pandangan yang sempit. Selain itu kedua orang ini adalah partisan dan punya calon yang dijagokan ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dan calon keduanya ditaklukkan Jokowi di Final Pilgub DKI saat itu. Lalu untuk calon presiden mendatang kedua orang ini juga punya calon masing-masing. Amin Rais tentu menjagokan Hatta Rajasa dan Ruhut kini mendukung Pramono Edhi yang saat ini masih ikut seleksi konvensi Capres Partai Demokrat. Lalu, calon keduanya juga tak mampu menandingi elektabilitas Jokowi yang masih digadang-gadang sebagai capres PDIP.
Sayangnya kedua politisi tersebut adalah segelintir kalangan yang berpikiran dangkal dan picik dan berada pada posisi tak independent ketika menyatakan Jokowi sebagai pemimpin yang tak berhasil, sementara sebagian besar kalangan atau mayoritas publik menilai Jokowi adalah pemimpin yang berhasil. Bahkan tak sedikit politisi yang berbeda partai dengan Jokowi, dan tak mendukung Jokowi jadi capres,  mengakui keberhasilan Jokowi. Kalau soal banjir Jakarta yang menjadi ukuran Jokowi dianggap tak berhasil, itu juga tanggapan yang tidak fair dari segelintir orang, dan tanggapan itu tenggelam oleh derasnya tanggapan positif terhadap sosok Jokowi dalam bertindak menghadapi persoalan banjir. Hal itu dibuktikan dari respon mayoritas warga Jakarta yang menjadi korban banjir, justru tak menilai Jokowi sebagai Gubernur yang gagal. Malah kehadiran ditengah banjir selalu mendapat sambutan positif para korban banjir Jakarta.
Kalaupun muncul pertanyaan, bahwa Jokowi belum teruji jadi presiden, memang tak bisa dipungkiri, karena dia memang belum pernah jadi presiden, bahkan figur yang lain juga belum teruji jadi presiden.  Tapi yang menjadi catatan penting, bahwa jabatan Walikota Solo yang pernah dipegang Jokowi, dan jabatan Gubernur DKI Jakarta yang kini masih disandang Jokowi adalah jabatan yang fungsi dan kewenangan sama persis dengan jabatan presiden, yaitu sama-sama kepala pemerintahan, kepala wilayah serta  sama-sama sebagai pemimpin dan pengayom dan pelayan rakyat masyarakat, hanya saja ruang lingkup kekuasaannya saja yang berbeda. Sebagai kepala wilayah hanya sebutannya saja yang berbeda karena disesuaikan dengan ruang lingkup wilayahnya. Presiden disebut kepala negara karena ruang lingkung kekuasaannya adala wilayah negara, sementara Gubernur dan Walikota disebut Kepala Daerah karena ruang rimgkup kekuasaannya wilayah propinsi dan wilayah kota. Jabatan walikota dan Gubernur adalah jabatan politis begitu juga dengan jabatan Presiden yang juga jabatan politis.
Pernyataan politisi Partai Demokrat Ramadhan Pohan yang mengatakan bahwa Jokowi akan terbenam oleh sosok Dahlan Iskan dan Gita Wiryawan seperti Jakarta dibenam banjir,  dan  dikatakannya pula bahwa Jokowi belum pantas jadi presiden dan lebih cocok menjadi menteri karena belum matang dan minim pengalaman dalam menghadapi permasalahan nasional, merupakan pernyataan yang menggelikan. Ramadhan terkesan asal cuap dan alasannya mengatakan demikian juga di luar realita yang ada alias tak faktual. Pernyataan Ramadhan pohan juga bagian dari pendapat minoritas. tak ubahnya seperti pernyataan Amin Rais dan Ruhut, dan dia juga berada di posisi berpihak. Selain sebagai kader Partai Demokrat, Ramadhan juga terkesan condong mendukung Dahlan dan Gita yang ikut konvensi Capres Partai Demokrat.
Pendapat yang mengatakan Jokowi tak berhasil sebagai pemimpin, ataupun yang menyatakan Jokowi belum pantas jadi presiden, adalah pendapat minoritas yang bisa dihitung jumlahnya dan yang berpendapat demikian kebanyakan pada posisi berpihak alias tak netral, serta jelas muatan kepentingan politik, karena yang melontarkannya kebanyakan adalah orang partai politik yang tak satu partai dengan Jokowi. Malah alasan yang dikemukakan sangat dangkal dan tak beralasan. Tujuannya juga sangat jelas untuk menjatuhkan citra Jokowi yang berelektabilitas tinggi dan sebagai figur yang mendapat dukungan kuat menjadi capres.
Pastinya sampai detik ini pernyataan tersebut tak ada pengaruhnya menjatuhkan citra Jokowi. Isu apapun termasuk isu banjir yang digelontorkan untuk menjatuhkan citra Jokowi, juga tak ada pengaruhnya. Pernyataan tersebut justru tenggelam oleh pernyataan positif menilai figur dan kepemimpinan Jokowi. Jauh lebih banyak kalangan yang mengakui keberhasilan Jokowi baik ketika menjadi walikota Solo maupun saat menjadi Gubernur DKI saat sekarang ini. Bahkan lebih banyak politisi partai lain yang mengaku memberikan apresiasi atas kepemimpinan Jokowi dari pada yang mendiskreditkan Jokowi. Yang pasti dunia Internasional mengakui keberhasilan Jokowi baik saat menjabat Walikota Solo maupun Gubernur DKI yang masih setahun lebih dijabatnya.
Memang sebagian besar figur selain Jokowi, dianggap cukup berpengalaman memegang jabatan tinggi di pemerintahan. Ada mantan menteri dan masih menjabat sebagai menteri, mantan Panglima TNI dan mantan Kepala Staf Angkatan di TNI dan Mantan Danjes Kopasus atau mantan Dan Kostrad, namun jabatan yang dipegang dan pernah dipegang figur-figur tersebut adalah jabatan subordinasi atau bagian dari kekuasaan kepala pemerintahan ataupun bagian dari salah satu institusi pemerintahan. Lalu ada juga figur mantan pemimpin salah satu lembaga tinggi negara ataupun masih memimpin salah satu lembaga tinggi negara, tapi jabatan itu bukan jabatan kekuasaan pemerintahan.
Meskipun tak dipungkiri pengalaman mereka sebagai pejabat pemerintahan dan pejabat lembaga tinggi negara menjadi modal berharga untuk menjadi presiden. namun harus digaris bawah figur-figur tersebut adalah figur yang tak pernah atau tak berpengalaman memegang pemimpin kekuasaan pemerintahan, tak berpengalaman memimpin rakyat dalam suatu wilayah atau daerah, karena jabatan yang mereka pegang bukan jabatan yang berkenaan dengan itu. Memang ada juga figur yang pernah menjabat sebagai wakil presiden, tapi jika dalam hal-hal tertentu atau nilai untuk kategori figur jujur, tulus, khususnya kategori figur yang peduli dan merakyat, masih jauh kalah dibanding Jokowi.
Berdasarkan fakta, pengakuan, termasuk seluruh hasil survei yang tetap menempatkan Jokowi ditempat teratas sebagai capres yang berelektabilitas tertinggai dan berpeluang menang jika mencapres, ditambah lagi apresiasi termasuk apresiasi dunia internasional terhadap kepemimpinan Jokowi, dan besarnya dukungan terhadap Jokowi untuk menjadi presiden,  tak salah kalau saya katakan Jokowi figur yang tak perlu diragukan nilai kepantasannya menjadi presiden selanjutnya. Saya yakin banyak orang yang setuju dengan penilaian saya, sebab ukuran bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat  serta mampu melakukan perubahan, yang jadi ukuran kepantasan jadi presiden di republik ini adalah ukuran yang sangat layak dan objektif. Apa mau dikata kalau yang sesuai ukuran itu secara utuh memang untuk sementara hanya Jokowi.
Bukan mengecilkan figur-figur yang lain. Kalaupun ada (itupun kalau ada) diantaranya memenuhi standar ukuran (bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat serta mampu membuat perubahan) itu secara utuh, tapi kualitasnya masih jauh dibawah Jokowi. Namun, dari sejumlah nama yang sudah muncul sebagai capres atau yang sedang digadang-gadang dan tengah ikut seleksi sebagai capres, sebagian besar tak memenuhi standar ukuran tersebut secara keseluruhan, sehingga kepantasannya  jadi preseiden sangat diragukan. Silahkan keberatan kalau saya anggap tak pantas menjadi presiden karena tak memenuhi kategori itu. Tapi jangan mempersalahkan saya membuat penilaian menurut ukuran yang demikian, dan jangan mempersalahkan rakyat yang secara mayoritas mengingginkan dan menganggap Jokowi pantas jadi presiden berikutnya.
Penulis : M Alinapiah Simbolon
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H