Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... -

Mencoba menjadi orang yang bijak serta moderat, menjunjung tinggi azas obyektivitas menjauhi justifikasi apalagi stereotipisasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Kesehatan dan Sikap Perokok

11 Februari 2012   05:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik



Teori kesehatan tentang rokok yang bisa menjadi konsensus adalah bahwa rokok itu berbahaya bagi kesehatan. Namun, ulasan dan analisa bahaya rokok kemudian makin luas dan agresif, lebih banyak menimbulkan tarik-menarik antardua kepentingan; prorokok dan antirokok.

Kalangan perokok menganggap bahaya itu masih dalam batas toleransi tubuh selama tidak berlebihan dalam mengkonsumsi. Soal berlebihan, obyek apapun kalau dikonsumsi berlebihan akan berdampak negatif.

Demikian juga dalam mensikapi kandungan nikotin pada tembakau yang dalam Undang-undang kesehatan dinyatakan sebagai zat adiktif, tingkat bahaya nikotin bergantung pada kadar konsumsinya. Dalam takaran yang bisa diterima oleh kesehatan tubuh, nikotin digunakan pada makanan dan minuman suplemen, dan itu tidak dilarang.

Kalangan antirokok mengembangkan analisa pada dampak yang ekstrem di luar ancaman penyakit yang memang sudah tertera dalam bungkus rokok, seperti  rokok dapat mengurangi usia hidup perokok hingga 5 tahun lebih, sampai pada judgemen bahwa rokok adalah pembunuh nomor satu di muka bumi.

Bagi perokok, nampaknya kampanye bahaya rokok ini tidak terlalu mengena, padahal sosialisasi sudah banyak dilakukan, iklan-iklan media massa disebar, poster-poster sudah banyak terpampang di semua puskesmas dan rumah sakit serta instansi pemerintah, belum lagi baliho dan spanduk di pinggir-pinggir jalan yang jumlahnya sudah menyaingi iklan rokok. Sementara itu perokok lebih meyakini fenomena rokok berdasarkan pengalaman dan realitas di masyarakat yang justru menunjukkan fakta sebaliknya; kalangan perokok tetap sehat, memiliki keturunan yang sehat, dan hidup sampai tua sebagaimana standar usia hidup.

Kepanikan akan bahaya rokok seperti yang diharapkan kelompok antirokok, juga tidak tejadi, sejenak mungkin tertegun saat menyaksikan gambar-gambar poster yang mengerikan, tapi tidak lantas membuat mereka berhenti merokok.



Faktor Penyakit

Lantas, sedemikian parahkan perokok mengabaikan kesehatan? Jawabannnya tergantung bagaimana memahami konsep kesehatan, apakah menjaga kesehatan dipahami dengan menjauhi semua faktor yang dapat menimbulkan sebuah penyakit, atau dilakukan dengan menjaga keseimbangan pola hidup, gaya hidup, dan stabilitas psikologis mengingat kondisi kejiwaan seseorang juga berpengaruh pada kesehatan.

Dalam kondisi tertentu, menjauhi semua faktor pemicu penyakit itu sulit dilakukan, sebutlah konsumsi karbohidrat, junkfood, kopi/teh manis yang yang bisa memicu kenaikan gula darah, atau konsumsi fastfood, goreng-gorengan, sate kambing, dan lain-lain yang dapat menyebabkan penumpukan kolesterol pada organ-organ vital. Termasuk dalam hal ini adalah kebiasaan merokok padahal rokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan janin.

Terhadap pola konsumsi yang tidak bisa dihindari secara total, maka langkah bijak adalah dengan mejaga keseimbangan pola hidup, dengan memperbanyak asupan nutrisi yang benar-benar sehat bagi tubuh dan minum air putih sebanyak dua liter sehari, dan rajin berolahraga, setidaknya inilah yang sering dianjurkan ahli kesehatan.

Pemahaman tersebut tampaknya dipegang sebagian perokok. Rokok memang menjadi faktor sejumlah penyakit, namun bukan penyebab tunggal, masih banyak faktor lain di luar rokok yang dapat menyebabkan kanker dan sebagainya itu, sebutlah lingkungan tempat tinggal yang kotor, polusi udara, kemiskinan, dan pola hidup yang tidak sehat.

Bisa dibandingkan, dari sekian banyak penderita kanker, jantung dan impotensi itu, apakah seluruhnya adalah perokok, baik perokok aktif maupun pasif, atau justru lebih banyak yang bukan perokok. Mereka yang berseberangan soal bahaya rokok, barangkali melihat fakta kesehatan dimana penyakit-penyakit tersebut lebih banyak disebabkan faktor di luar rokok, karena pada dasarnya rokok hanya salah satu faktor pemicu.

Hal ini berbeda saat memahami penyakit dengan faktor tunggal, seperti demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan nyamuk aedes aegypti atau penyakit flu burung (avian influenza) yang dipicu virus H5N1, dimana tindakannya pun tegas: memberantas jentik nyamuk atau unggas yang menjadi perantara virus tersebut.

Pun pada kampanye rokok dapat mengurangi usia hidup perokok hingga 5 tahun lebih, juga bisa disebabkan faktor lain, misalnya yang sering dilontarkan ahli kesehatan adalah kebiasaan menonton televisi yang konon bisa mengurangi jatah usia seseorang hingga 22 menit tiap jamnya.

Artinya, kelompok ahli kesehatan tidak perlu geram terhadap sikap perokok yang tidak panik dengan kampanye bahaya rokok, dan tidak perlu menyerang secara agresif dengan mengkriminalisasi perokok. Bukankah teori kesehatan  juga bisa berubah sesuai hasil penelitian terbaru. Ada saatnya juga dimana ahli kesehatan menyadari bahwa rokok bukan penyebab segalanya, rokok bukan pembunuh nomor wahid di dunia ini, karena kesehatan itu multi-faktor. (Lukman Hakim)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun