Mohon tunggu...
Alirman Djamereng
Alirman Djamereng Mohon Tunggu... Sales - Flowman but not Superman

Berusaha konsisten untuk menulis yang bermanfaat...alirmandjamereng73@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Virus Corona Membuat Pemerintah Gelagapan?

30 Juli 2020   00:10 Diperbarui: 30 Juli 2020   00:30 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah membawa dampak yang sangat serius terhadap kondisi perekonomian secara global. Beberapa negara tampak sudah memasuki resesi dengan pertumbuhan di bawah nol persen alias minus. V

irus ini seperti hantu mengerikan, tak terlihat namun mampu meluluh-lantahkan hampir semua sektor kehidupan, mulai dari perdagangan, transportasi, pariwisata, jasa dan pendidikan. Jumlah penderita positif serta korban yang meninggal mencapai angka yang sangat tinggi dan terus meningkat tanpa ada tanda-tanda kapan badai ini berlalu.

Indonesia pun tidak luput dari krisis akibat pandemik ini, sejak diumumkan secara resmi oleh pemerintah sekitar bulan Maret dan sekarang angka penderita yang positif sudah mencapai 100 ribu jiwa. 

Periode kedua dari pemerintahan Joko Widodo beserta jajaran kabinetnya pasti tidak pernah menyangka akan datangnya malapetaka yang berdampak pada semua rencana, program dan pembangunan yang telah maupun akan dilaksanakan ke depannya. 

Tidak ada masa bulan madu buat para menteri di kabinet Indonesia Maju. Hanya berkisar beberapa bulan setelah pelantikan,  mereka kemudian harus bekerja extra dalam situasi dan kondisi yang tidak normal kalau bisa dikatakan krisis. 

Pandemi yang awalnya dianggap biasa dan tidak akan menimbulkan multiple efek terhadap hampir semua sektor akhirnya menjadi bola salju yang entah kapan ujungnya. Tentu tidak mudah bagi pemerintah Indonesia dalam mengambil langkah langkah yang paling tepat untuk menyelamatkan rakyat Indonesia maupun menjaga kondisi perekonomi agar tetap stabil, mengingat hampir semua negara termasuk negara maju mengalami hal yang sama.

Beberapa kebijakan dan upaya telah dilakukan Pemerintah guna meminimalkan dampak dari pandemik Covid-19. Sekali lagi ini tidak mudah apalagi ditambah dengan kondisi perpolitikan Indonesia yang masih terus menghangat pasca pemilihan presiden setahun sebelumnya. Pro kontra atas kebijakan yang diambil serta keributan-keributan yang sebenarnya tidak perlu masih terus terjadi dan cukup menyita perhatian dan fokus pemerintah dalam menangani dampak yang ada. 

Ditambah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang kadang tidak sinkron. Bangsa Indonesia seperti menjadi terbelah dalam menghadapi kondisi krisis ini. Belum lagi penyebaran berita palsu terkait politik, sara dan lain lain yang masih marak seakan akan menjadi penabuh genderang yang tidak beraturan memperkeruh suasana dan membingungkan masyarakat awam. Untuk berita terkait kasus artis HH dan VS saya kira tidak bisa dikategorikan dalam hal ini. Cukuplah sebagai bumbu penyedap.

Dalam jajaran kabinet Indonesia Maju, beberapa menteri senior terlihat bekerja dengan baik, taktis, terkordinasi serta memiliki sense of crisis, namun beberapa pula yang belum menunjukkan kinerjanya bahkan tidak terlihat, sedang apa, lagi di mana, bersama siapa dan sedang apa? 

Beberapa menteri baru yang terpilih dari kalangan profesional yang awalnya diharapkan menjadi perwakilan generasi muda yang inovatif dan kreatif seperti tampak gelagapan menghadapi situasi terkini. Pun demikian beberapa menteri perwakilan dari Partai terlihat masih bekerja biasa-biasa saja tanpa menunjukkan terobosan dalam menghadapi krisis.

Ini tidak bisa dipungkiri. Pengalaman, ide cemerlang, terobosan dan inovasi yang ada di kepala saat diminta kesediaan untuk menjadi pembantu Presiden sekonyong-konyong hilang ketika badai Covid-19 melanda. Di sektor kesehatan misalnya, terlihat kemudian bagaimana kondisi sebenarnya dari fasilitas dan layanan kesehatan di daerah-daerah terpencil yang sudah berpuluh tahun masih tertinggal dan tidak siap dalam menghadapi kondisi kritis dan massive. 

Belum lagi masalah kepentingan tarik ulur dalam organisasi profesi, bisnis obat dan farmasi serta hal-hal lain yang sebelumnya dianggap baik-baik saja ternyata menjadi faktor penghambat dalam mencari jalan keluar dalam menghadapi krisis tersebut. Sektor Pendidikan pun idem ditto, membuka mata betapa kondisi dunia pendidikan kita masih jauh dari sempurna untuk dibawa melompat ke era digital 4.0. 

Bertahun-tahun akhirnya masih kembali berkutat dengan masalah kurikulum, sistem penerimaan siswa, fasilitas dan infrakstrutur pendidikan daerah terpencil yang akhirnya muncul lagi ke permukaan yang mana sebelumnya sudah dianggap siap untuk melompat jauh ke depan. 

Sektor Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan UMKM yang sebelumnya cukup menjanjikan, mau tidak mau harus terjun bebas diluar dari angan angan dan rencana rencana indah dari menteri terkait. Mungkin terobosan yang sebelumnya sudah direncanakan menjadi terlihat buntu.

Gelagapan? pastinya...

Saya membayangkan seorang Direktur Perusahaan yang baru dilantik, telah membuat roadmap dan strategi terbaik bagaimana lebih memajukan perusahaan yang sudah dalam kondisi baik-baik saja, tiba-tiba harus diarahkan berpikir mundur ke belakang. 

Melakukan efisiensi, PHK karyawan, serta kebijakan kebijakan tidak popular lainnya demi untuk perusahaan agar tetap bertahan hidup (survival mode). Kenyataan dan kondisi yang diterima ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Ditambah lingkungan orang-orang di perusahaan yang sebelumnya merasa terusik kepentingannya biasanya akan semakin membuat ide ide segar menjadi mandek.

Namun demikian, disitulah letak kemampuan dan kualitas kepemimpinan seseorang sebagai pejabat publik akan dinilai. Bagaimana bisa beradaptasi terhadap situasi dan kondisi yang berubah dinamis maupun ekstrim. Tentu bukan perkara mudah tapi harus dijalani sebagai bentuk tanggung jawab yang sudah diberikan. 

Pun sebagai masyarakat selayaknya memberikan masukan dan kritikan secara proporsional, karena kondisi sekarang adalah kondisi tidak normal, tidak sama dengan sebelumnya. Tidak mudah untuk memenuhi harapan dan memuaskan semua orang karena tentunya masing masing mempunyai syarat dan ketentuan berbeda.

  • Banyak yang memprotes ketika aktifitas di mall,pasar dan pusat bisnis dibuka kembali. Tetapi lebih banyak orang yang butuh tetap bekerja, berdagang untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
  • Banyak yang memprotes jika kegiatan belajar mengajar di sekolah kembali dilakukan. Tetapi begitu banyak orang yang protes sistem pembelajaran online dari rumah yang katanya membuat anak menjadi bodoh dan orang tua yang stres.
  • Banyak yang memprotes menganggap Virus Covid-19 hanya akal-akalan buat keuntungan segelintir orang, tapi setiap hari pertambahan jumlah positif dan korban meninggal masih sangat tinggi.

Pada akhirnya dibutuhkan kesadaran dari masyarakat untuk tetap mengikuti aturan dan protocol yang sudah ditetapkan. Bersama-sama Bersatu menjaga suasana senantiasa kondusif dan aman sehingga pemerintah bisa kembali fokus untuk mencari cara penanganan yang terbaik supaya Indonesia tetap on the track dalam situasi sulit saat ini. Namun demikian Pemerintah dalam hal ini jajaran menteri di kabinet tentu perlu tetap diberikan kritikan sekaligus masukan dalam upaya mencari solusi terbaik.

Sekali lagi, karena kondisi ini adalah kondisi tidak normal dan banyak yang gelagapan termasuk saya yang sudah 4 bulan melakukan beberapa pekerjaan sekaligus antara lain; meeting online dengan klien, menjemur, membeli tabung gas atau galon air, mengajar anak sekolah dan sesekali nyebokin anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun