Mohon tunggu...
Alira Arwaa
Alira Arwaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keilmuan Seorang Dai: Mendalami Akidah, Syariah, dan Akhlak

27 Mei 2024   16:52 Diperbarui: 27 Mei 2024   16:55 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keilmuan Seorang Dai: Mendalami Akidah, Syariah, dan Akhlak

Oleh: Syamsul Yakin dan Alira Arwaa
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jika melihat tiga inti ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, maka keilmuan seorang dai meliputi ketiga inti ajaran tersebut. Ketiganya sering disebut sebagai tiga pilar pesan dakwah.

Pertama, keilmuan terkait akidah atau keimanan. Akidah berbeda dengan tauhid (mengesakan Allah). Tauhid adalah bagian dari akidah, yang artinya akidah lebih luas dari tauhid. Akidah tidak hanya menyangkut keimanan kepada Allah, tetapi juga terhadap rasul-Nya, kitab-Nya, malaikat, hari akhir, takdir, dan lainnya.

Selama ini, dikenal adanya sejumlah aliran dalam Islam, seperti Khawarij, Mu'tazilah, Asy'ariyah, Maturudiyah, Wahabiyah, dan lain-lain. Seorang dai harus memahami minimal aliran yang diikutinya, tokoh-tokohnya, dan pendapat-pendapatnya. Misalnya tentang perbuatan Allah dan manusia, alam, surga, neraka, dan lain-lain, beserta argumen masing-masing. Idealnya, seorang dai dapat mengetahui perbedaan dan persamaan setiap aliran.

Kedua, keilmuan terkait syariah. Dalam konteks ini, syariah berbeda dengan fikih. Syariah adalah hukum Islam yang digali dari Al-Qur'an dan Sunnah yang masih murni, sedangkan fikih adalah produk ijtihad ulama mengenai hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Untuk itu, seorang dai harus menguasai Al-Qur'an, hadits Nabi, literatur fikih, baik klasik, pertengahan, maupun kontemporer.

Ketiga, keilmuan terkait akhlak. Akhlak berbeda dengan tasawuf. Akhlak lebih sebagai perilaku lahir, sedangkan tasawuf adalah perilaku batin. Seorang dai harus dapat membedakan antara akhlak yang baik (mahmudah) dan akhlak yang tercela (mazmumah). Akhlak seorang dai seyogyanya meningkat menjadi tasawuf, karena dai adalah role model bagi mad'u (objek dakwah).

Idealnya, seorang dai dapat memetakan dirinya terkait akidah (aliran kalam), syariah (madzhab fikih), dan akhlak (tasawuf). Misalnya, seorang dai memiliki pemikiran kalam yang dinamis karena bermesin teologi Asy'ariyah, sisi mistik energik karena bertasawuf akhlaki Al-Ghazali, dan istimbath hukum yang diikuti rasional-juristik karena bermanhaj fikih Syafi'i.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun