Dalam sebuah organisasi, kata Max Weber yang sosiolog itu –bukan Mark Webber yang pembalap F-1 itu, yang paling penting untuk mengorganisir otoritas legal yang rasional, adalah dengan adanya hierarki, alias tingkatan. Jadi kalau ada seseorang yang memiliki atasan, atau jadi atasan seseorang atau sekelompok orang, maka ia harus juga punya atasan. Dan atasannya itu juga harus punya atasan, nah, atasannya atasan juga harus punya atasan, dan seterusnya. Terus atasan yang paling atas yang mana? Atau, kenapa harus ada atasannya atasan atasan?
Kata Weber sih, biar ada kontrol. Jadi kalau atasan seseorang melakukan kesalahan atau penyimpangan, ada yang bisa menegur, meluruskan, memberi hukuman, dan lain-lain. Yang menegur juga, karena punya atasan, juga bisa ditegur, dan seterusnya. Jadi jalannya sebuah organisasi itu bener, atau ada yang ngebenerin. Negara, misalnya, atasannya rakyat adalah Ketua RT, atasannya Ketua RT ya Ketua RW, Kepala Dusun, Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur, Presiden, atasannya Presiden ya Anggota DPR/MPR yang katanya wakil rakyat, nah DPR/MPR itu ya atasannya rakyat yang diwakilinya.
“RT lapor ke RW, RW lapor ke Kadus, dan seterusnya, tentang apa yang sudah dilakukannya...” kata Kabayan, “Minta petunjuk, kalau-kalau ada yang salah atau perlu segera dilakukan...” lanjutnya. Mang Odon mengangguk-angguk. “Kalau begitu, harusnya wakil rakyat yang di DPR itu lapor ke kita ya, apa yang sudah mereka lakukan, apa sudah betul, apa sudah mewakili, apa ada yang harus segera dilakukan...” komentar Mang Odon. Kabayan mengangguk, “Harusnya begitu. Tapi nggak pernah dilakukan, jadinya kita nggak pernah tau apa yang mereka lakukan, apa yang mereka kerjakan, yang jelas mah, duit kita habis buat bayar mereka, tapi nggak ketauan hasilnya!” sahut Kabayan.
“Masalahnya, mereka nggak pernah baca teori Mang Weber tadi kali Yan, jadi nggak tau...” kata Mang Odon. “Ya bisa jadi...” kata Kabayan, “Nggak tau apa yang mereka baca, jangan-jangan nggak pernah baca apa-apa. Kan kalau mau bikin undang-undang, konon, konon ini mah, yang kerja itu asisten ahlinya. Nah, kalau yang kerja asisten ahlinya, ngapain kita milih anggota DPR, milih aja anggota asisten ahli, jadi bayarnya nggak dobel-dobel...” sambung Kabayan.
Mang Odon garuk-garuk kepala, “Halah, iya yah. Tapi di mana-mana, yang namanya teori mah gampang diomongin Yan, dilaksanakannya yang susah...” kata Mang Odon. “Tapi, ke, kalau misalnya ada organisasi yang atasannya paling atas nggak punya atasan, cik, gimana tah?” tanya Mang Odon. “Contoh?” Kabayan balik nanya. “Pemilik perusahaan pribadi!” jawab Mang Odon.
Kabayan diam sejenak, “Ini mah teori soal birokrasi, Mang. Bukan soal perusahaan. Kalau perusahaan pribadi mah ya suka-suka yang punya atuh. Toh kalau bangkrut juga nanti yang rugi kan dia sendiri...” jawab Kabayan.
Mang Odon mikir sebentar, “Mmm iya yah. Terus, kalau misalnya partai politik? Apa atasannya harus punya atasan juga?” tanyanya lagi. Kabayan mengusap-usap jenggotnya, “Ya kalo mau bener mah harusnya ada. Misalnya punya Dewan Pembina. Nah, atasan Dewan Pembina itu ya anggota lewat musyawarah besar alias kongres misalnya...” jawab Kabayan.
“Tapi ada Yan, partai yang Ketua Dewan Pembinanya tidak punya atasan, atau mungkin atasannya –anggota kalau menurut kamu mah—juga nggak berani menegur, meminta, atau menyuruh dan mengontrol Ketua Dewan Pembina, soalnya, dia itu yang punya partai...” kata Mang Odon. Kabayan mendelik, “Bukan yang punya partai Mang, tapi yang menggagas dan mendirikan!” koreksi Kabayan. “Ah, sama aja Yan! Coba, kalau yang itu gimana?” tanya Mang Odon lagi.
“Mmm.. kalo modelnya begitu mah, ya sama saja dengan perusahaan pribadi. Bisa maju kalo atasan yang nggak punya atasan itu tegas, berani, nggak ragu ngambil keputusan penting, dan sebagainya. Kalau enggak mah, ya tinggal tunggu aja kapan bangkrutnya!” jawab Kabayan.
Mang Odon mengangguk-angguk, “Bener sih Yan, kayaknya sebentar lagi bakalan bangkrut, kalo modelnya masih begitu mah...” kata Mang Odon. “Ngomong-ngomong, Mak Weber teh siapa Yan?”
Kabayan manyun, “Dulu dia temen maen gapleh saya, waktu saya tinggal di Jerman!”
Jogja, 09 Maret 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H