Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tak Ada yang Masuk, Ya Tak Ada yang Keluar

18 April 2021   05:31 Diperbarui: 18 April 2021   05:43 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap sore, warung Bi Darsih rame oleh para pembeli yang bersiap memasak untuk buka puasa. Nyi Iteung kali itu juga mampir. Bukan untuk berbelanja lengkap, hanya untuk membeli terasi colek Cirebon untuk nyambel.

Sudah lama terasi Cirebon dianggap sebagai yang terbaik karena bahan-bahannya asli, sehingga rasanya lebih mantap ketimbang terasi buatan pabrik besar yang dikemas kecil-kecil mirip permen. Begitupun aromanya yang sangat kuat.

Dulu ada ungkapan 'sepandai-pandainya' orang menyimpan terasi, pasti akan tercium juga. Itu bener, kalo yang disimpen adalah terasi Cirebon. Mau dibungkus pake apapun, tetap saja aromanya akan keluar. Beda dengan terasi 'permen' tadi, hanya akan tercium kalau plastiknya sudah dibuka.

Iteung tak suka dengan terasi itu, apalagi suaminya, si Kabayan. "Sambel terasi nggak tercium terasinya itu sama dengan solat magrib jamaah tapi imamnya nggak baca patihah dan surat keras-keras!" katanya.

Ungkapan yang diambil dari ceramah UTS, Ustad Tatang Somad, yang sebetulnya sedang menjelaskan soal sholat, bukan soal terasi. "Kalau sedang jadi imam sholat magrib, isya, atau subuh, baca yang keras dan seindah mungkin, jangan malu-malu. Tujuannya agar orang tahu, kalau sedang menunaikan sholat wajib, terus dia bergabung berjamaah. Jangan bisik-bisik, itu ibarat bikin sambel terasi tapi terasinya nggak tercium alias sedikit, nggak apdol!"

"Masih setia dengan terasi colek, Teung?" tanya Bi Darsih yang melayaninya.

Iteung mengangguk, "Masih lah Bi, selain lebih mantap, juga lebih awet. Awet rasanya, awet baunya, dan awet juga terasinya, soalnya dikasih sedikit saja langsung terasa!" jawabnya.

"Saya mah sudah lama berhenti, Ceu Iteung..." Neng Mimin yang sedang belanja di situ juga ikut nimbrung. "Selain terlalu kuat, juga jarang masak yang pake terasi. Jadi belinya yang bungkusan aja kalau perlu, praktis dan irit..."

"Neng Mimin mah pinter kalau dalam urusan ngirit..." timpal Bi Darsih. "Belanja tak pernah banyak-banyak, mau puasa nggak puasa sama saja..."

Neng Mimin tersenyum, "Bukan  ngirit atau nggak mau banyak, Bi, tapi secukupnya. Apalagi saya kan masih baru berkeluarga, belum punya anak, jadi ya di rumah hanya berdua. Buat apa belanja banyak-banyak kalau malah nggak habis..."

"Tapi susah kalau bulan puasa. Biasanya pengeluaran malah nambah, karena selalu pengen makan dan minum yang aneh-aneh..." Bi Dodoy ikut nimbrung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun