Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (103) Berkumpul Kembali

13 Maret 2021   12:11 Diperbarui: 14 Maret 2021   12:06 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Romo Germogen tampak tak puas. Tapi ia tak melanjutkan urusan itu. "Balik ke kelas sana. Besok, kalau kau belum potong rambut juga, hukuman langsung berlaku!"

Soso tak berkata apa-apa. Ia segera meninggalkan ruangan dan kembali ke kelasnya. Ia ditegur gurunya, Romo Stevanov, tapi ia kembali mengeluarkan jurus andalannya, alasan bertemu dengan Romo Serafim. Gurunya tak mau berkomentar lagi.

*****

Mengetahui Soso sudah 'bebas' teman-teman dekatnya jelas girang. Terutama anak-anak klub baca, Lingkaran Setan, yang secara tak langsung sementara dipimpin oleh anak buah kepercayaan Soso, si Vaso. Memang sudah banyak yang tak aktif lagi. Sejak kejadian yang menimpa salah satu anggotanya, si Juda yang cedera mata dan tak kembali lagi, banyak yang trauma mengikuti kegiatan itu.     

Anak-anak yang aktif hanyanya si Vaso, Simon, Ataka, Alesi, dan si Jojo. Sisanya hanya jadi penggembira, sesekali datang kalau ada hal yang menarik. Soal itu, Soso tak terlalu peduli, yang penting ia masih punya teman untuk berdiskusi. Si Vaso bahkan sekarang sudah lebih banyak bacaannya, dan mulai beragam, dari buku-bukunya Marx sampai novel-novelnya Tolstoy. Dalam beberapa hal, Soso mulai tertinggal.

Istirahat pertama setelah kebebasannya, mereka merayakannya dengan menikmati kopi dan mengisap tembakau di tempatnya Gege Imedashvili. Soso yang mentraktirnya. Maklum, sekarang duitnya banyak. Uang 250 rubel pemberian Tuan Nikoladze jelas cukup banyak untuk bersenang-senang.

Bahkan, kalau saja ia bebas, tak perlu menginap di asrama, mungkin saja uang itu juga cukup untuk menyewa sebuah rumah meski tak sebagus yang dikontrak si Lado. Tapi jelas nggak mungkin lah, sayang juga duitnya kalau rumah itu malah tak ditempati.

Berkumpul kembali dengan anak-anak itu membangkitkan kembali gairah Soso untuk membaca dan mendalami berbagai ide yang sedang berkembang. Berjumpa kembali dengan Gege Imedashvili juga membuat Soso teringat hal yang tertunda, keingintahuannya soal gerakan Narodniks yang katanya pernah diikuti oleh Gege Imedashvili. Tapi nanti lah, istirahat dulu, nikmati waktu setelah perjalanan yang melelahkan dan kejadian mendebarkan sebelumnya.

"Kenapa sih kamu bisa sampai terlambat itu, Koba. Cerita dong, aku baru dengar sepotong-sepotong," kata si Alesi.

Mau tak mau, Soso harus menceritakannya. Semuanya, dari soal kejadian di pabrik tempatnya pernah bekerja, tulisannya di Kvali, demo buruh yang rusuh, hingga ia terpaksa harus kabur ke Poti untuk mengamankan diri, hingga perjalanannya ke Novorossiysk. Hanya bagian pulang kampung saja yang tak diceritakannya.

"Pangeran Ilia yang dulu ngisi acara diskusi sastra kita itu yang menolongmua?" tanya si Ataka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun