Untuk pertama kalinya di liga musim ini, The Reds tak mencetak gol ketika tandang ke Newcastle. Lawan Southampton di awal tahun, malah dipermalukan sang mantan, Danny Ings yang membuat gol indah dalam hitungan empat menit setelah peluit. Lupakan kemenangan 1-4 lawan Villa di FA Cup, itu cuma pemanasan lawan bocah, tak ada yang harus dibanggakan, malah harusnya malu kebobolan satu gol. Lawan seteru abadi, MU, kembali mandul.
Dan tadi pagi, lawan Burnley yang sedang megap-megap di atas garis 'kemiskinan' juga tak berujung manis. Bukan hanya mandul, tapi malah kecolongan penalti Ashley Barnes di menit 83. Rekor 68 pertandingan tak terkalahkan di kandang, ambyar sudah.
Bukan rekor yang harus disesali, bukan pula penalti yang bisa diperdebatkan. Tapi ada soal lain yang lebih penting diurusi dan dipikirkan oleh Klopp. Yaitu bagaimana masalah lini depan yang saat ini menjadi begitu mencolok.
Bukan lagi lini belakang yang bobrok dan keropos, bukan lagi lini tengah yang harus gantian ronda, tapi lini depan yang makin tak padu. Firmino tampak tertekan. Ia yang biasanya cuek dengan omongan orang, mulai cemas. Senyumnya jarang lagi terlihat. Mane memang masih lincah, tapi dirundung keraguan, apakah menjadi eksekutor atau menjadi pengumpan, dan akhir-akhir ini ia banyak memilih yang kedua. Seolah ingin melepaskan tanggungjawab kepada dua kawannya yang lain.
Salah pun demikian. Jangan ditanya soal egonya. Di saat tertentu egonya itu yang menghasilkan gol-gol cantik, dan juga sebaliknya menghilangkan banyak peluang seandainya ia mau berbagi. Isu ketidakharmonisannya dengan Mane, isu kepindahan ke Real Madrid, tampaknya makin mengganggunya. Seperti Mane, ia juga menjadi peragu, antara memuaskan egonya atau membantah tuduhan. Hasilnya? Malah lebih parah.
Di saat seperti ini, lagi-lagi Origi dan Minamino bukan solusi. Lupakan pula soal transfer. Klopp tak butuh setidaknya untuk musim ini. Lalu apa yang dibutuhkan oleh Klopp?
Jawabannya adalah Diogo Jota. Barangkali Klopp menyesali keputusan 'bodohnya' menurunkan Jota di laga 'tak penting' lawan Midtjylland pada ajang Champions League, 9 Desember lalu. Â Pulang dari kandang klub Denmark itu, Jota dirundung cedera. Ia absen cukup panjang, hingga hari ini, dan belum ada tanda-tanda ia akan kembali.
Andai saja Jota diistirahatkan waktu itu, mungkin saja ceritanya lain. Ia adalah pemain yang mendadak penting buat Klopp, tak seperti Tiago yang belakangan dituding para pengamat malah melambatkan tempo serangan Liverpool.
Andai saja Jota masih bermain, trio Firmansyah yang sedang galau, punya penyegar, siapapun yang terpaksa harus minggir, atau bahkan mungkin dimainkan keempatnya sekaligus.
Ya, Klopp pasti merindukan Jota, sebagaimana Jota juga rindu menambah koleksi golnya. Tapi Klopp harus belajar melupakan 'andai' sebagaimana dia berhasil mengabaikan 'andai' ada Van Dijk di lini belakangnya.
Ada 19 laga di liga yang menanti. Belum lagi Champions League dan FA Cup. Tak perlu berandai-andai MU, City, Leicester, Spurs, Everton, Chelsea dan lain-lain terpeleset. Bola di kaki mereka sendiri. Bola di lapangan lain bukan urusan. Penggemar The Reds tak pernah menyesali ketika mereka berakhir di posisi kedua di bawah City dua musim yang lalu setelah usaha yang keras, bukan karena 'andai' City terpeleset sekali saja. Atau lebih lama, lagi, 'andai' Gerrard tak terpeleset tahun 2014 silam.