Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (43) Menulis Ternyata Tak Mudah

8 Januari 2021   10:56 Diperbarui: 9 Januari 2021   08:20 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lado nyengir. "Kau kira aku dapat duit dari mana, ngepet?"

Seva tertawa, "Ya sudah, jangan keluar lah Do. Sayang. Kalau kau keluar, dimana lagi kita bisa ngopi dan ngudud gratis!"

Soso mesem, "Ngomong-ngomong, darimana partai mendapatkan dana?" tanyanya pada Lado.

"Si Nunu masih punya cukup pengaruh untuk meminta, atau mungkin memaksa, keluarga bangsawan lain untuk menyisihkan hartanya..." jawab si Lado.

"Jangan-jangan ada tawar-menawar untuk imbal baliknya lagi nanti..." kata Soso.

"Nah itu yang aku nggak tahu!" jawab si Lado.

"Percuma dong, kalau pada akhirnya kita hanya berjuang untuk mengembalikan para bangsawan itu kembali ke posisinya!" kata Soso.

"Sudah, ngopi dulu lah..." kata si Lado kemudian, "Jangan lupa, kau tulis gagasanmu itu, nanti kubawa ke Kvali!"

*****

Ternyata, menuliskan gagasan tidak semudah menyampaikannya secara lisan. Soso baru merasakannya sekarang, saat diminta si Lado untuk 'menjawab' opini Noe Zhordania di Kvali. Apalagi harus menulis di asrama. Situasinya bener-bener tak mendukung. Belum juga tertuang gagasannya dalam bentuk tulisan, ia sudah harus meninggalkannya untuk urusan sekolah. Menulis malam juga tak memungkinkan, apalagi sejak kebijakan mati lampu setelah jam sepuluh juga diberlakukan di Kamar Terkutuk.

Malam itu, sebetulnya bukan jatah Soso untuk rembes. Ia minta si Talak untuk menyerahkan jatahnya. Anak-anak lain keberatan, alasannya, mengganggu jadwal. "Malam ini teman-teman, aku bener-bener perlu..." kata Soso, "Sebagai gantinya, nanti kubawakan cangklong dan tembakaunya. Bila perlu dengan kopi...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun