Lado nyengir. "Kau kira aku dapat duit dari mana, ngepet?"
Seva tertawa, "Ya sudah, jangan keluar lah Do. Sayang. Kalau kau keluar, dimana lagi kita bisa ngopi dan ngudud gratis!"
Soso mesem, "Ngomong-ngomong, darimana partai mendapatkan dana?" tanyanya pada Lado.
"Si Nunu masih punya cukup pengaruh untuk meminta, atau mungkin memaksa, keluarga bangsawan lain untuk menyisihkan hartanya..." jawab si Lado.
"Jangan-jangan ada tawar-menawar untuk imbal baliknya lagi nanti..." kata Soso.
"Nah itu yang aku nggak tahu!" jawab si Lado.
"Percuma dong, kalau pada akhirnya kita hanya berjuang untuk mengembalikan para bangsawan itu kembali ke posisinya!" kata Soso.
"Sudah, ngopi dulu lah..." kata si Lado kemudian, "Jangan lupa, kau tulis gagasanmu itu, nanti kubawa ke Kvali!"
*****
Ternyata, menuliskan gagasan tidak semudah menyampaikannya secara lisan. Soso baru merasakannya sekarang, saat diminta si Lado untuk 'menjawab' opini Noe Zhordania di Kvali. Apalagi harus menulis di asrama. Situasinya bener-bener tak mendukung. Belum juga tertuang gagasannya dalam bentuk tulisan, ia sudah harus meninggalkannya untuk urusan sekolah. Menulis malam juga tak memungkinkan, apalagi sejak kebijakan mati lampu setelah jam sepuluh juga diberlakukan di Kamar Terkutuk.
Malam itu, sebetulnya bukan jatah Soso untuk rembes. Ia minta si Talak untuk menyerahkan jatahnya. Anak-anak lain keberatan, alasannya, mengganggu jadwal. "Malam ini teman-teman, aku bener-bener perlu..." kata Soso, "Sebagai gantinya, nanti kubawakan cangklong dan tembakaunya. Bila perlu dengan kopi...."