Lado mengangguk.
"Apa nggak tumpang tindih?" tanya Soso lagi.
"Nah itu..." kata si Lado, "Kemarin itu masih banyak keluhan. Banyak yang bilang kalau gerakan itu tak lain dari upaya Mesame Dasi merekrut kader partai, bukan gerakan buruh murni. Para buruh itu masih keberatan kalau gerakan dikaitkan dengan politik. Mereka maunya gerakan buruh ya gerakan buruh, partai itu lain cerita..."
Soso menyeruput kopinya, lalu mengambil cangklong dari tangan Lado dan mengisapnya. "Posisi Kvali sendiri gimana?" tanyanya.
"Koran itu memang bagian dari partai, meski isinya ya penyadaran soal buruh..." jawab Lado.
"Kayaknya itu harus dipisah dulu deh..." kata Soso.
"Itu juga yang sedang kupikirkan..." kata si Lado. "So, aku punya tempat di pemukiman Jerman, dekat Gunung Suci. Mungkin sekali-kali kau bisa main ke sana..."
"Sebelah mananya Narikala?" tanya Soso. Ia sendiri rada-rada trauma menyebut benteng itu, karena ia jadi teringat pada kencan terakhirnya dengan Natasha di benteng yang berada di kawasan Gunung Suci itu.
"Di bawahnya lah, kau cari saja makam, terus nanti ada penggilingan, nah rumahnya ada di sebelah penggilingan itu.." jawab si Lado.
"Ya nanti lah.." kata Soso.
"Ayolah So, bantu aku..." kata si Lado. "Bukan untukku sendiri kok, tapi buat kebaikan negeri kita..."