Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Simalakama Punya (Beli) Pesawat Tempur

18 September 2012   16:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:16 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Warga Cibangkonol geger gara-gara sebuah pesawat militer melintas di langit Cibangkonol yang cerah. Jarang-jarang ada pesawat yang melintas di wilayah itu, apalagi pesawat tempur. Dan anak-anak pun keluar rumahnya masing-masing sambil berteriak, “Kapal, minta duiiit...” berulang-ulang. Kabayan tersenyum melihat kelakuan anak-anak itu, teringat masa kecilnya, saat melakukan hal yang sama. Dan selama itu, nggak pernah dia dapat duit. Entah ide siapa, tapi kok tradisi minta duit pada pesawat itu kok masih ada di desanya, meski jelas-jelas tak pernah terbukti ada yang dapat duit dari pesawat lewat, kecuali berita saat ada seorang morivator bagi-bagi duit dari sebuah pesawat (apa helikopter ya?).

“Jangan teriak-teriak Jang, nggak bakalan ada yang ngasih duit dari pesawat.. apalagi dari pesawat tempur. Yang ada pesawat tempur mah ngabis-ngabisin duit...” kata Kabayan pada anak-anak itu. Tapi namanya juga anak-anak, tetap saja mereka melakukannya. Kabayan pun memilih untuk mendekati Mang Odon tetangganya yang sama-sama keluar buat melihat pesawat yang melintas itu.

“Memang pesawat tempur itu ngabisin duit ya Yan?” tanya Mang Odon yang tadi mendengar omongan Kabayan pada anak-anak. “Ya iyalah... katanya sekali terbang, ongkosnya bisa jutaan, puluhan juta, mungkin ratusan juta. Padahal pesawat tempur kan nggak menghasilkan duit, nggak ngangkut penumpang...” jawab Kabayan.

“Iya yah, kalau dipikir-pikir, punya pesawat tempur itu lebih banyak mudarat daripada manpaatnya... belinya mahal, biaya latihannya mahal, perawatannya mahal, dan jarang dipake. Kalau dipake juga gunanya buat membunuh orang atau menghancurkan musuh..” kata Mang Odon sambil menerawang ke langit, berharap pesawat tempur yang tadi melintas lagi.

“Bener Mang, katanya ada rudal yang dinamai de piskiper (The Peace Keeper, maksudnya), penjaga perdamaian.. tapi kalo dipikir-pikir, rudal itu kalo dipake kan bukan untuk menjaga perdamaian, tapi malah memubuat kekacauan. Ya kayak perang barat melawan terorisme. Kayaknya sih nggak membuat teroris itu habis, malah tambah banyak...” kata Kabayan, “Celakanya, teroris itu malah jadi nyebar kemana-mana, bahkan katanya menyerang kepentingan barat, tapi yang dibom di Indonesia, korbannya orang sini, sodara kita juga...” lanjut Kabayan.

“Iya Yan, tapi kalau kita nggak punya pesawat tempur juga bahaya, nanti ada yang nyerang negara kita gimana? Masih mau melawan pake bambu runcing? Modal semangat sama nasionalisme saja sudah nggak cukup kalau ada serangan dengan persenjataan canggih punya negara lain...” sambung Mang Odon. “Kalo nggak punya senjata canggih, nanti malah dilecehkan negara tetangga, pada nyolong ikan kita, merebut pulau kita..” lanjutnya.

“Ya itu, kalau semua orang di dunia ini nggak mikir perang, kan mestinya tiap negara nggak perlu menyediakan anggaran buat senjata, duitnya bisa dipake buat yang lain. Ngasih makan orang miskin, bikin jembatan, bikin sekolah...” kata Kabayan. “Tapi susah juga ya, kita cinta damai, tapi ada aja negara yang hobi bikin perang. Jadinya kita mau nggak mau harus siap-siap, jaga-jaga kalau ada yang cari masalah dengan kita...”

“Sebetulnya, menurut saya mah, bukan negara yang suka perang, tapi pemimpinnya, atau ada pihak-pihak lain yang memang menginginkan perang itu tetap ada. Coba aja tanya pada orang biasa, ada nggak yang mau negara mereka berperang? Pasti nggak ada. Tapi kan ada yang bisnis senjata, nah supaya senjata mereka laku kan harus ada perangnya, selain buat ngetes peralatan, ya biar jualannya laku...” kata Mang Odon.

“Iya Mang, ada aja yang nyari gara-gara buat bikin perang itu.. ada negara mengembangkan nuklir dilarang, diajak perang, dituduh mengembangkan senjata pemusnah masal, membahayakan dunia, terus ngajak negara lain buat menyerangnya. Padahal yang nyuruh perang juga sama-sama mengembangkan nuklir... teu (nggak) adil kata saya mah...” kata Kabayan sambil duduk di dipan samping Mang Odon.

“Ya itu, karena ada negara yang mau nyerang negara lain dengan berbagai alasan, akhirnya kita juga takut, beli senjata pada pada mereka. Padahal, kalau kita beli senjata dari mereka, sama saja bohong kan, karena mereka sudah mengerti kelemahan senjata itu. Kan harusnya mengembangkan sendiri, jadi negara lain nggak tau rahasia senjata kita...” kata Mang Odon.

“Itulah susahnya Mang, bikin sendiri nggak, beli dari negara lain mahal dan mereka sudah tau rahasianya. Dan biasanya kan yang mereka jual itu senjata yang sudah ketinggalan. Senjata mereka yang masih baru dan paling canggih, disimpan dulu..” kata Kabayan.

“Terus, apa kita nggak perlu lagi beli senjata dari mereka?” tanya Mang Odon. “Ya harusnya bikin sendiri, selain rahasianya bisa kita jaga, juga lebih irit...” kata Kabayan. “Masalahnya, kita itu bukan nggak bisa bikin, tapi malas. Coba bayangkan, peniti yang begitu saja, gampang, nggak pake teknologi canggih, harus impor dari negara lain. Apalagi pesawat tempur...” kata Mang Odon lagi.

“Maklum Mang, di sini lebih banyak melahirkan makelar yang jago ketimbang ilmuwan yang jago. Jadi apapun dibuat bisnis, apalagi bisnis pengadaan senjata atau pesawat, pasti cipratannya banyak..” kata Kabayan.

“Nah itu dia...” kata Mang Odon. “Ngomong-ngomong, pesawat tadi ngapain ya lewat sini. Mau pamer kekuatan apa ya?” tanyanya. Kabayan menggeleng, “Nggak tau Mang, tapi ngapain mau unjuk kekuatan, kalau negara lain jelas-jelas lebih kuat. Kan nambah-nambahin biaya aja tuh...” katanya, “Lagian kalo mau unjuk kekuatan mah jangan kepada rakyat, tuh tunjukin ke negara lain, kalo berani..” lanjut Kabayan.

“Au ah...” Mang Odon bangkit dari duduknya, lalu mengambil sodoran singkong rebus dari istrinya buat menyuguhi Kabayan. “Ngomong-ngomong, kalo beli pesawat tempur tapi harus jual singkong dulu, berapa banyak singkong yang dibutuhkan ya?” tanya Mang Odon sambil menaruh piringnya.

Kabayan langsung mencomot satu dan memasukkannya ke mulut, meski Mang Odon belum mempersilakannya. “Nanem singkong selapangan sepakbola aja, hasilnya belum tentu bisa beli pentilnya.. apalagi pesawat utuhnya...” jawab Kabayan.

Mang Odon nyengir, “Jadi negara kita jual apa dulu biar punya duit buat beli pesawat tempur?” tanyanya. “Ya biasa lah, gadein harga diri dulu...” jawab Kabayan sambil mencomot singkong yang kesekian kalinya hingga yang terakhir. Mang Odon manyun, “Kamu habis gadein harga diri juga ya Yan? Kok nggak pake malu ngabisin jatah makan siangku!” kata Mang Odon. Kabayan nyengir dengan mulut penuh, “Sori Mang, pesawat tempur emang boros bensin...” katanya.

“Kamu mah bukan pesawat tempur, perutmu itu yang mirip pesawat angkut, segala macam dimasukin!” kata Mang Odon setengah gondok, sementara Kabayan hanya cengar-cengir.

Makassar-Jogja, 18 September 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun