Mohon tunggu...
Alipir Budiman
Alipir Budiman Mohon Tunggu... Guru - hanya ingin menuliskannya

Bekerja sebagai pendidik di MTs Negeri 1 Banjar (dahulu namanya MTs Negeri 2 Gambut) Kabupaten Banjar, Kalsel. Prinsip saya: Long Life Education. Gak pandang tuanya, yang penting masih mau belajar, menimba ilmu. Gak peduli siapa gurunya, yang penting bisa memberi manfaat dan kebaikan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maafkan Kami, Pak Mendikbud....

26 November 2017   19:21 Diperbarui: 26 November 2017   19:33 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

25 November yang baru saja berlalu, guru-guru di Indonesia merayakan Hari Guru Nasional. Tanggal ini dijadikan hari guru sesuai dengan hari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), 25 November 1945. Di berbagai media, terutama media sosial , hampir semua orang menuliskan ucapan tentang guru di tanggal tersebut. Berbagai macam isinya. Beberapa ucapan yang saya terima saya kutip di bawah ini:

"Untuk semua guru yang mulia. Jasa kalian akan tetap selalu kami kenang. Tetaplah menjadi pelita untuk anak bangsa".

"Orang hebat bisa melahirkan karya-karya bermutu, tapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribuan orang hebat".

"Jadilah seorang guru yang hadirnya ditunggu, hilangnya dirindu, ilmunya diburu, nasihatnya diseur, dan tingkahlakunya ditiru".

Ucapan ini datang dari murid, mantan murid, orang-oang yang pernah sekolah, teman-teman, sahabat, rekan sesama guru, maupun orang-orang yang peduli tentang guru.

Sementara saya, di hari yang sama, hanya membagi postingan yang isinya sederhana. "Untuk diri sendiri dan kawan2 guru... jadi guru jangan pangoler maajar, jangan mamantingakan kapantingan pribadi sampai rancak kada mangajar. Kasian anak murid kita nang baharap banyak lawan kita.
Dah itu haja,,,,,," (Untuk diri saya sendiri dan kawan-kawan guru... jadi guru jangan malas mengajar, jangan mementingkan kepentingan pribadi sehingga sering tidak mengajar. Kasihan anak murid kita yang banyak berharap kepada kita, Itu saja....)

Di hari yang sama, Mendikbud, Muhajir Effendy, juga memberikan sambutannya kepada para guru. Kata beliau, bahwa urgensi penguatan karakter kepada siswa semakin mendesak seiring dengan tantangan berat yang dihadapi di masa-masa yang akan datang. Siswa saat ini adalah calon Generasi Emas Indonesia Tahun 2045 yang harus memiliki bekal jiwa Pancasila yang baik guna menghadapi dinamika perubahan yang sangat cepat dan tidak terduga.

"Oleh karena itulah kita mendukung guru-guru kita untuk terus bekerja keras mewujudkan generasi penerus yang cerdas dan beraklak mulia. Untuk itu guru harus dapat berperan sebagai "the significant other" bagi peserta didik. Guru harus menjadi sumber keteladanan." kata beliau.

Beliau lantas bertanya:  apakah guru-guru kita sudah cukup profesional dan menjadi teladan bagi peserta didiknya?

Ucapan-ucapan yang datang dari berbagai kalangan, juga pernyataan Mendikbud, rasa-rasanya seperti menampar mukaku. Bahwa, apa yang mereka tulis, apa yang mereka ucapkan, terkadang hanya menjadi kata-kata manis yang indah bila didengar. Sedang dalam kenyataanya, masih banyak guru-guru yang tidak bisa mewujudkan harapan itu. Coba di cek di sekolah-sekolah terdekat dengan pembaca. Apakah menemukan guru yang malas mengajar? Saya yakin, akan banyak sekali. Mereka punya banyak alasan untuk tidak masuk kelas.

Pertama, punya kegiatan sampingan di luar sekolah. Kegiatan sampingan ini, misalnya, menjadi penceramah yang bisa dipanggil ke sana kemari pada saat jam belajar, atau memiliki usaha atau bisnis yang mengharuskan berada di luar sekolah. Dengan dibayar, dia merasa bekerja sebagai guru adalah pekerjaan sampingan dengan gaji yang sudah pasti.

Kedua, tidak mempunyai kemampuan mengajar yang baik. Dia kurang menguasai metodologi mengajar, sehingga mengajar terkesan monoton. Apalagi dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini, guru yang tidak mempunyai kemampuan mengajar akan semakin tersisih, karena tidak mengikuti perkembangan zaman yang memerlukan inovasi dan variasi mengajar.

Ketiga, pengaruh lingkungan. Seorang guru muda baru lulus dan memiliki semangat mengajar yang tinggi secara tidak sadar dapat menjadi guru pemalas apabila berada pada sekolah yang tidak disiplin. Masuk atau tidak masuk kelas tidak pernah dipermasalahkan. Berada di lingkungan yang demikian akan membuat seorang guru idealis menjadi guru pemalas.

Keempat, faktor keluarga. Alasan keluarga tidak jarang membuat seorang guru tidak masuk kelas untuk memenuhi kewajibannya memberikan pelajaran kepada siswa-siswinya. Anak si guru yang sakit secara tiba-tiba, sementara si guru tidak punya siapa-siapa untuk membawa si anak ke rumah sakit.

Apapun alasan di atas, yang menjadi alasan guru malas mengajar adalah: rendahnya komitmen guru terhadap pekerjaannya sebagai pengajar. Guru seperti inilah yang dapat merugikan negara. Negara mempercayakan menginvestasikan para siswa kepadanya. Tapi apa balasannya? Dia hanya mencari keuntungan dengan diangkat sebagai guru berstatus pegawai negeri tanpa punya komitmen melaksanakan tanggung jawabnya. Guru seperti ini biasanya kebal dengan segala sindiran.

Karenanya, maafkan kami siswa, maafkan kami pak menteri, masih banyak guru yang seperti ini. Mereka ini menebar virus yang bisa menjangkiti kawan-kawan guru yang lain. Mereka sangat tidak pantas menerima sertifikasi, meski sudah bergelar S2 sekalipun. Gaji dan sertifikasi sudah dibayar, tapi apa yang dapat diberikan? Hanya anak-anak di ruang kelas yang sering rebut dan berkelahi karenanya guru tidak ada. Sungguh, ini sangat menyedihkan.

 Sekali lagi, maafkan kami, pak menteri...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun