Mohon tunggu...
Julianus Lahagu
Julianus Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - -kata demi kata lalu katakan-

Suka hal yang 'baru' terinspirasi dari hal yang 'lama' .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alam Membangun Komunitas

11 Agustus 2024   19:23 Diperbarui: 11 Agustus 2024   19:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu tak seperti sore-sore sebelumnya, jagat bimasakti mulai tak terlihat sama sekali. Padahal, itu masih sore hari. Ya betul, tak seperti sore biasanya. Matahari seakan malu menelanjangi diri lewat cahayanya. Suryanya yang sedikit kehitaman telah menutupi "Student Residence" di Yogyakarta. Senandung cinta pun, turut teruntai dari senar gitar di tempat itu. Saking indahnya, nada-nada itu membisingkan syair alam-alam raya dari Timur ke Barat Indonesia. Itulah semangat kebersamaan, dalam komunitas itu. "Kami adalah Komunitas dan Komunitas adalah Kami", sebuah tulisan yang terpapar di salah satu dinding ruang tamunya. Banyak orang di sekitarnya, menamakan tempat itu sebagai komunitas "Indonesia Mini". Sebutan itu disebabkan, hadirnya orang-orang dari segala penjuru Tanah Air, berkumpul jadi satu kesatuan. Komunitas itu mereka dirikan, untuk menghidupi nilai-nilai perbedaan sebagai sebuah kekuatan. Mereka percaya, tempat itu ibarat pelangi nan indah di ufuk langit. Sangat indah.

Tempat itu selain dikenal sebagai kekuatan dalam sebuah perbedaan, juga dikenal akan fasilitasnya yang memadai. Seperti, gedungnya yang megah, lingkungannya yang hijau, dan fasilitas menarik lainnya yang menghadirkan kenyamanan bagi setiap penghuninya. Namun, 'tak banyak yang sadar dalam menjaganya'. Sebagai contoh sederhana adalah kerjasama dalam kegiatan gebyur WC, ungkap salah seorang Pamong pendamping dalam pertemuan komunitas angkatan 16, malam sabtu itu. Kami yang berjumlah sepuluh orang dalam angkatan, tentunya saling menatap dan sedikit malu hingga menyesal terkait kebiasaan buruk yang diungkap itu. Kesannya, kami tidak memperoleh rasa memiliki. Walau demikian, perdebatan selalu mewarnai pertemuan kami. Ada yang memberi masukan guna meningkatkan kemajuan komunitas lewat kebiasaan-kebiasaan positif, juga ada yang berpotensi membela diri dengan berbagai alasan berujung pada sebuah pengakuan 'tidak bersalah'.

Jam menunjukkan pukul 10.00 WIB, yang memberi bisikan sekaligus bukti bahwa pertemuan kami sudah berlangsung selama dua jam lebih dan waktunya sudah mau selesai, mengingat besok masih banyak yang harus dikerjakan. Kelihatannya, semua keluh-kesah juga telah terungkap hingga Pamong pendamping mengambil jalan tengah dan menawarkan sebuah kegiatan sebagai solusi dari topik pembahasan kami malam itu. Setelah berdiskusi panjang terkait tawaran kegiatan tersebut, akhirnya kami menyetujui untuk mengikutinya. Kegiatan yang dimaksud adalah rafting di Sungai Elo, kabupaten Magelang.

Tak terasa, seminggu telah berlalu dan hari yang dinanti pun tiba. Kami tentunya bersiap diri untuk melakukan perjalanan sekalipun masih bingung dengan suasana lokasi dan kegiatannya. Dalam perjalanan menuju lokasi kegiatan, Pamong pendamping selalu memberi semangat serta meyakinkan bahwa kegiatan ini akan menghadirkan sebuah 'penyesalan'. Kami semakin bingung dengan pernyataan itu hingga kami hanya terdiam dan tidak menghiraukan. Melihat respon kami seperti itu, Pamong pendamping semakin bersemangat dan sering kali tertawa lepas. "Aneh..." Salah seorang teman mulai mengakhiri masa diamnya. "Benar, ini sangat aneh", Pamong merespon kembali dan lagi-lagi dengan kebiasaan tertawa lepasnya hingga akhirnya kami semakin terdiam dan fokus menikmati perjalanan tanpa suara.

Tak lama setelah kejadian itu, diam kami berganti menjadi sebuah tawa yang lepas. Ternyata, kami sudah sampai di lokasi kegiatan. Kami sibuk menikmati udara segar yang menghangatkan, kicauan burung di atas rimbunnya pepohonan, dan suara derunya air sungai Elo. "Ini belum seberapa, tunggu saja" Pamong kami terus bergurau. "Emang ada apa lagi pak...?" kami serentak menyahut, dengan penuh rasa penasaran. Pamong hanya terdiam. "Ternyata diam kita telah menular", seorang teman bersuara sambil tertawa. Tak lama setelah itu, Pamong menyuruh kami untuk bergegas bersiap diri. Kita akan rafting, Pamong menambahkan. "Ini sudah larut malam Pak", komentar seorang teman. "Hemmm..., saya tahu. Tapi, tidak ada yang salah ketika kita bermain dengan alam di malam hari bukan...?", Pamong kembali menjawab. Mendengar itu, kami dibawa dalam sebuah pilihan antara ikut dan tidak.

Malam pun semakin larut dan gelap, menunjukkan pukul 10.10 WIB. Bimbang, gelisah, dan takut menyatu dalam diri setiap kami. Belum lagi setelah mendengar pemaparan aturan hingga pantangan dari seorang guide wisata, semakin memantapkan niat untuk kami tidak ikut dalam kegiatan itu. Namun, itu hanya sekadar niat dan tidak mungkin akan terjadi. "Kamu tidak sendiri, kalian adalah kekuatan. Maka manfaatkanlah itu". Pamong memberi motivasi, dalam diskusi singkat kami sebelum memulai kegiatan. Saat di atas boot, kesunyian sungguh tak terbayangkan. Mata memandang seakan hampa hingga pilihan ikut membatasi. Akhirnya, rasa senasib sepenanggungan mulai tumbuh dan mulai menggalang nilai-nilai dari sebuah kebersamaan seperti, saling percaya, peduli, dan berbagi. Selain itu, kami juga didorong untuk taat pada sebuah aturan-aturan rafting, seakan mengingatkan kebiasaan yang suka melawan aturan di Student Residence. Awalnya semuanya itu hal itu hanya sebagai pelampiasan akan rasa kegelisahan dari setiap kami. Tetapi, pada akhirnya menjadi alat ampuh untuk sukses dalam mengarungi jeram-jeram Sungai Elo hingga mencapai garis finish. Sesampai di penginapan, kami pun tak melewatkan kesempatan yang tinggal beberapa jam untuk membaringkan tubuh yang sudah lelah dan dingin.

Keesokan paginya. kami kembali dimanjakan oleh keindahan alam sekitar. Angin sejuk dengan semangatnya menggoyangkan pepohonan kesana-kemari. Aksinya juga tidak sia-sia dan mampu menembus kulit hingga kami sedikit merasa menggigil. Sedangkan, mentari memberi kehangatan yang tiada duanya. Kami pun kembali melanjutkan kegiatan kami di tempat itu, dimulai dengan menikmati sarapan pagi hingga sharing bersama yang dipandu oleh Pamong pendamping. Pembahasan kami tidak lain seputar kegiatan rafting semalam. Setiap kami pun tersadarkan akan nilai pentingnya sebuah 'Aturan' dan 'Kebersamaan', sebagaimana topik pembahasan kami dalam pertemuan angkatan dengan Pamong minggu lalu. Kami pun menuliskannya lewat sebuah kata hingga membentuk kalimat dan mengungkapkannya lewat suara dengan alunan penuh makna, sebagai sebuah keyakinan dalam membangun diri dan komunitas kami di Student Residence, Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun