Mohon tunggu...
Alinza Naisyla
Alinza Naisyla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sometimes the smallest step in the right direction end up being the biggest step of your life for your success.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kapan Anak Siap Belajar? Meninjau Kesiapan Kognitif Menurut Piaget dan Pentingnya Dukungan Sosial ala Vygotsky

30 Oktober 2024   20:37 Diperbarui: 30 Oktober 2024   20:49 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam dunia pendidikan, seringkali muncul pertanyaan, kapan sebenarnya anak siap untuk belajar? Pertanyaan ini sangat penting bagi dunia pendidikan, terutama dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan perkembangan anak. Jean Piaget menekankan bahwa kesiapan belajar muncul saat anak mencapai tahap perkembangan kognitif tertentu, sementara Lev Vygotsky menyoroti pentingnya dukungan sosial dan interaksi dalam mempercepat proses belajar. Di Indonesia, tekanan akademik yang meningkat pada anak-anak usia dini memicu perdebatan: Apakah kesiapan kognitif cukup, ataukah dukungan sosial lebih dibutuhkan untuk mengoptimalkan pembelajaran?

Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif anak berlangsung melalui tahapan-tahapan tertentu, mulai dari tahap sensorimotor pada bayi hingga tahap operasional formal pada remaja. Menurutnya, setiap tahapan memiliki karakteristik tertentu yang harus dilalui sebelum anak dapat berpikir dan memahami dunia di sekitarnya dengan lebih baik. Misalnya, pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), anak-anak biasanya hanya mampu berpikir secara konkret dan belum dapat memahami konsep-konsep abstrak. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak pada tahap ini mungkin belum siap untuk menerima konsep akademik yang rumit. Dari perspektif Piaget, kesiapan belajar muncul secara alami seiring kematangan kognitif anak. Jadi, memaksakan pembelajaran yang terlalu kompleks pada anak yang belum mencapai tahap yang sesuai dapat berdampak negatif pada perkembangan mentalnya.

Menurut Piaget, anak siap belajar ketika mereka mencapai tahap tertentu dalam perkembangan kognitif mereka. Misalnya, sebelum usia 7 tahun, anak mungkin belum siap untuk memahami konsep matematika yang kompleks karena mereka belum mencapai tahap operasional konkret. Piaget menyatakan bahwa setiap tahapan harus diselesaikan sebelum anak dapat beralih ke tahapan selanjutnya. Oleh karena itu, tidak ada satu usia pasti bagi semua anak untuk siap belajar membaca, menulis, atau berhitung. Persiapan kognitif akan bergantung pada individu dan kemampuan mereka melewati setiap tahapan tersebut.

Namun, pendekatan Vygotsky menawarkan perspektif yang berbeda. Vygotsky berargumen bahwa perkembangan anak tidak semata-mata didorong oleh kematangan kognitif, melainkan sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial dan budaya di sekitarnya. Melalui konsep zone of proximal development (ZPD), Vygotsky menunjukkan bahwa anak dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya. Menurutnya, dukungan sosial dapat mendorong anak untuk mencapai potensi mereka dengan lebih cepat dibandingkan jika mereka belajar sendiri. Dalam hal ini, kesiapan belajar bukan hanya tentang tahapan kognitif, tetapi juga kesiapan lingkungan dalam memberikan dukungan dan bantuan yang tepat.

Jika melihat situasi di Indonesia, tren memasukkan anak-anak usia dini ke dalam lembaga pendidikan formal tampak semakin meningkat. Anak-anak bahkan diharapkan untuk membaca dan berhitung sejak usia prasekolah. Dari sudut pandang Piaget, beberapa tuntutan ini bisa dianggap terlalu dini dan dapat menghambat proses belajar alami anak. Namun, pendekatan Vygotsky menyoroti bahwa, dengan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat mulai belajar hal-hal baru meskipun secara kognitif mereka belum sepenuhnya siap.

Dukungan sosial dari orang tua dan guru sangatlah penting agar anak merasa nyaman dan motivasi untuk belajar. Misalnya seperti, jika anak sudah menunjukkan minat membaca pada usia 4 hingga 6 tahun, maka orang tua harus memberikan dukungan dengan cara membacakan buku favoritnya secara rutin dan membuat aktivitas literasi menjadi hal-hal yang menyenangkan dan interaktif. Hal ini akan meningkatkan rasa ingin tahu anak serta membangkitkan minatnya terhadap bahasa tertulis tanpa tekanan untuk benar-benar bisa membaca atau menulis.

Kesiapan anak untuk belajar tidak hanya bergantung pada tahap perkembangan kognitif seperti yang diusulkan oleh Piaget, tetapi juga pada dukungan sosial yang mereka terima, seperti yang dikemukakan oleh Vygotsky. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami kedua pandangan ini. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung baik secara kognitif maupun sosial, orang tua dapat membantu anak-anak mencapai potensi belajar mereka dengan lebih baik.

Dengan memahami kapan anak siap belajar dan bagaimana dukungan sosial berperan, orang tua dapat lebih efektif dalam mendukung perkembangan mereka. Mengkombinasikan kedua pendekatan ini dalam praktik pendidikan dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik dan menyeluruh bagi anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun