Mohon tunggu...
ALI NURHAYAT
ALI NURHAYAT Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

diam itu emas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mai dan September: Sebuah Prolog Perjalanan

5 Januari 2013   12:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:29 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dulu, aku pernah mencintai seorang wanita. Cinta yang kebanyakan orang anggap sebagai satu hal yang biasa, tapi tidak bagiku karena aku selalu menganggap ini sebagai hal yang luar biasa. Bagaimana tidak, karena pertama aku mengenal cinta adalah saat usiaku menginjak penghujung 19 tahun. Seusai aku menamatkan masa SMA, aku yang tinggal di desa tidak melanjutkan pendidikan lagi dan mededikasikan seluruh hidupku untuk bekerja pada sebuah pencucian mobil milik seorang yang kaya di kota kecamatan tempatku tinggal. Bagi orang desa sepertiku, menamatkan pendidikan hingga ke jenjang sekolah menengah adalah anugerah yang tak terkira. Jadi jangan berharap orang-orang di desaku memiliki mimpi yang tinggi. Siklus hidup yang dilalui sangatlah monoton dan sederhana. Hampir seluruh orang di desaku tak mengenyam pendidikan yang tinggi, paling tinggi tentu saja SMA. Dan usai menamatkan masa-masa sekolah baik SD, SMP, maupun SMA, mereka menyerahkan hidup mereka untuk bekerja. Di sawah, di ladang maupun dipasar. Bahkan kebanyakan dari mereka menikah di usia sangat muda – 15 atau 16 tahun – dan menyerahkan seluruh hidup mereka untuk menafkahi keluarga hingga tua dan mati. Begitu turun-temurun siklus kehidupan yang terjadi di desaku.

Tak ada yang berubah hingga saat ini dan tentu saja takdir pada akhirnya mendatangiku. Aku telah menginjak usia 19 tahun, dan sudah lebih setahun lamanya bekerja pada pencucian mobil. Aku sudah mengumpulkan uang dan berpikir saatnya untuk menata masa depan. Aku tinggal bersama kakakku yang sudah berkeluarga dan enggan lagi memberatkan mereka dalam hal tanggung jawab. Mereka pun sudah mengingatkanku tentang hal ini, dan aku pun menyadari di desaku tak lazim lagi diusiaku saat ini untuk terus sendiri. Aku pun berusaha untuk mencari seseorang perempuan yang mau aku nikahi dan membina sebuah keluarga sederhana yang bahagia. Pada akhirnya aku yang belum pernah mengenal cinta sebelumnya menyadari pencarian akan cinta tidak akan mudah. Masa SMA bagiku bukanlah masa yang indah. Aku banyak menghabiskan waktu untuk bekerja membantu kakak dan mengurangi jam bermain hingga aku tak merasakan indahnya masa remaja seperti temanku yang lain apalagi untuk mengenal seorang perempuan ataupun berpacaran. Tak satupun yang aku prioritaskan dari kedua hal diatas. Kini, seiring berjalannya waktu, kian lama batinku kian tersiksa karena menginginkan cinta dan tak satu pun yang datang ataupun kutemukan. Namun setiap harinya aku tetap fokus bekerja dan terus berdoa agar tuhan mengabulkan perasaan yang sudah lama aku pendam seseorang ini.

Berbulan-bulan sejak memutuskan untuk mencari seorang pendamping, dimana selama berbulan-bulan tersebut tak kutemui satupun aku mulai. pasrah dan tak berharap banyak dengan kenyataan. Dan saat aku mulai menghilangkan harapan akan seorang perempuan untuk mendampingi hidupku, tuhan tampaknya akan mendengar doaku. Aku berkenalan dengan seorang wanita namanya maesaroh. Hampir dua tahun aku bekerja disini pada suatu sore kutemui dia berjalan kaki dan lewat di dekat tempat aku bekerja Maesaroh dikemudian hari kuketahui tinggal sekitar dua rumah dari tempat aku bekerja di pencucian mobil. Aku saban sore melihat dia dan ia pun sering tersenyum kepadaku. Lama-kelamaan aku semakin penasaran dengan ia dan mengapa aku baru melihat dia baru-baru ini, sementara aku telah bekerja disini selama hampir dua tahun. Akhirnya kuketahui bahwa maesaroh selama ini menempuh pendidikan di pesantren. Ia menghabisakan 5 tahun –seharusnya 7 tahun- disebuah pesantren di daerah yang sangat jauh. Tapi kemudian ia kembali ke desa ini dan mengakhiri pesantrennya karena ayahnya sudah tidak mampu membiayai pesantrennya. Kini ia tinggal di rumahnya dan aku sering melihat dia berjalan disekitaran tempatku bekerja dan lama kelamaan aku dan dia saling berkenalan.

Maesaroh atau menurutnya lebih nyaman dipanggil mai merupakan anak pertama dari 4 orang bersaudara. Ayahnya seorang petani yang bekerja di perkebunan teh milik pemerintah dan ibunya sehari-hari berjualan gorengan keliling kampung. Belakangan ayahnya tidak lagi bekerja karena mengalami sakit-sakitan dan hidup mereka hanya digantungkan kepada hasil jualan ibunya. Mai, adalah seorang anak baik hati dan penyayang kepada kedua orangtunya. Selain itu ia juga adalah kakak yang dihormati dan sayang kepada adik-adiknya. Aku beruntung mengenal dia. Mai memiliki sifat yang anggun sebagai seorang wanita dan dewasa dalam menyikapi hidupnya. Parasnya cantik, seperti cantiknya kebanyakan perempuan desa. Dari parasnya terpancar pula keindahan dan kesederhanaan. Setelah sekian lama kenal inilah saatnya bagi tuhan mengabulkan doaku. Aku yang memang telah memiliki rasa suka kepadanya sejak awal-awalperjumpaan disambut hangat oleh hati mai yang juga memilki rasa suka kepadaku. Tanpa ada suatu pernyataan cinta yang jelas, kami berjalan bersama dalam suatu ikatan yang mungkin orang anggap sebagi pacaran. Mulai saat-saat itu Saban ba’damagrib aku sering mengunjungi mai dan menghabiskan waktu untuk mengobrol dengannya maupunayah dan ibunya nya. Aku berusaha untuk mendekatkan diri kepada keluarganya. Karena aku memang memiliki tekad untuk serius sejak awal. Bagiku tak ada kata tidak serius dalam setiap hubungan tak peduli ini cinta pertama ataupun cinta keberapa pun. Yang jelas aku akan mengutarakan niatku untuk dapat meminang mai sebagai calon pendamping hidupku sesegera mungkin

Maesarohsaat ini berusia 17 tahun, dan mengetahui pula bahwa ia tak lagi layak untuk hidup melajang karena jika menunggu lebih lama lagi gunjingan orang-orang akan semakin banyak yang dialamatkan kepada dia dan keluarganya. Orang tuanya juga sadar bahwa mai kini telah dewasa. Tapi mereka terbentur realita bahwa ia adalah anak sulung dan memiliki adik-adik yang masih memerlukan biaya ditengah kondisi keluargnya yang sama seperti kebanyakan orang yakni sangat memprihatinkan. Ayahnya telah mengetahui akan keseriusan ku dan juga memahami bahwa setiap orang mulai menggunjingkan anak sulungnya yang belum juga memiliki pedamping hidup. Tapi ayahnya tak dapat pula memaksakan kehendak dan keseriusanku kepada mai karena tahu ia tak dapat berbuat banyak untuk membantu menghidupi istri dan anaknya. Semuanya tetap ia serahkan kepada mai.

Suatu hari, sebuah langkah dewasa yang menentukan hidup diambil oleh mai. Paman jauhnya datang dan menawarkan untuk bekerja sebagai TKW ke Malaysia. Ayah dan ibunya menolak untuk untuk mempekerjakan mai ke luar negeri. Tapi keputusan belum final karena dua minggu lagi pamannya akan datang untuk mendengar keputusan dari mai maupun dari keluarganya. Malamnya saat aku berkunjung kerumahnya mai bercerita dan memperdengarkan keinginannya kepadaku. Ia ingin sekali membahagiakan kedua orang tuanya dan adik-adiknya. Aku yang tahu bagaimana sayangnya mai pada orang tua dan adiknya tak bisa menolak keinginan mai untuk menerima tawaran dari pamannya untuk bekerja sebagai TKW di Malaysia. Saat dimana keputusan akhir akan diambil, aku bersama mai dan kedua orangtunya berbicara bersama dan mai menjelaskan bagaimana situasinya. Ayah dan ibunya tetap menolak, dan mereka juga memikirkan bagaimana hubungan aku dan mai. Aku pun ikut berbicara dan berusaha meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Orang tuanya luluh dan mengabulkan keinginan mai untuk bekerja sebagai TKW diluar negeri. Bersama dengan keputusan mai yang telah final aku mengakhiri malam itu dengan persaan hancur. Mai esok hari akan pergi dan 2 tahun kemudian baru akan kembali. Aku tahu mai adalah orang yang baik dan semua akan berjalan seperti air mengalir. Aku berusaha meniru ketegaran dan tekad seorang mai untuk menempuh hidup dalam keadaan apapun. Semua harus berjalan dan semua harus maju agar hidup terus seimbang. Aku terus mengingat dia malam itu, dari awal perjumpaan sampai pada jalan-jalan yang telah dilalui. Aku bertekad untuk memperistri mai sepulang dari Malaysia dan saat-saat dimana dia bekerja disana aku akan bekerja keras untuk mengumpulkan uang agar dapat membangun rumah dan membelikan dia mas kawin yang sangat berharga. Banyak sekali rencana-rencana dan tekad yang ada dikepalaku. Dan semua akan berusaha aku wujudkan untuk mai.

. . . . . . .

Hari dimana mai pergi masih aku ingat sampai saat ini. Kala itu hujan turun saban subuh dan aku harus hujan-hujanan agar sampai ke tempat bekerja sekaligus kerumah mai. Aku masih ingat, kala itu aku memberi dia sebuah Alquran berjilid warna pink dan sebuah mukena yang motifnya sama dengan yang dimilki almarhumah ibuku. Aku berkatapadanya semoga dia baik-baik saja disana, dan setelah selesai segeralah pulang karena aku akan selalu menunggu disini. Hujan tak henti-hentinya saat langkah kaki mai beranjak untuk meninggalkan desa. Ia pergi dan tinggalah aku bersama kenangan-kenangan yang luruh oleh mata hujan

Kini, setelah hampir 7 tahun mai pergi aku tetap menepati janji untuk menunggunya. Tak pernah ia kembali sejak keberangkatannya dahulu, bahkan saat ayahnya meninggal pun ia tak pernah datang. Banyak berita simpang siur yang hadir kepada keluarganya dan desa ini. Banyak mereka yang bilang mai telah menjadi korban sindikat perdagangan manusia untuk dipekerjakan sebagai pekerja susila, banyak pula yang mengatakan kalau kapal yang dinaiki oleh mai telah tenggelam dan takpernah diketemukan jasadnya. Ada pula yang bilang kalau mai telah dinikahi oleh saudagar kaya dari negeri jiran. Dari kemungkinan diatas, kemungkinan terakhir adalah kemungkinan yang paling tidak bisa aku terima.

Aku kian beranjak menua, dan biarlah mai tetap jadi yang pertama dan terakhir bagiku. Seandainya ia masih ada di dunia ini, semoga tuhan memperdengarkan suara lirihku padanya bahwadisini aku sangat merindukannya.

Sebagian diangkat dari kisah nyata

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun