Senja pada hari kemaren bisa jadi senja paling terang yang aku saksikan. Disana, di ufuk barat yang temaram sesosok bintang senja berdiri menerangi sore yang beranjak menghitam. Tak pernah ada seperti biasa, tapi ini terjadi begitu nyata. Aku yang terpana dengan kilaunya tak kuasa menahan bahagia, sepertinya bintang memang ada karena asa. Kian lama kupandang, ia kian indah. Tak ada keraguan dalam rasa, tak ada kebimbangan dalam suka. Bila jadinya harus ada sesal dalam suka, mungkin diamlah yang menyebabkannya luka. Aku yang terpaku mematung karena menyaksikan keindahan paras bintang harus menerima kenyataan bahwa malam semakin dekat dengan kegelapan. Lambat-lambat bintang senja pun pergi, kembali sirna bersama hadirnya cahaya bulan musim hujan. Berlalu sudah satu-satunya bintang senja yang aku saksikan seumur hidupku. Bintang terindah, bintang tercerah dan bintang terbaik. Bintang pada akhirnya harus aku abadikan dalam bingkai perjalanan, tanpa tahu harus menyebutnya apa bintang aku sapa dengan ana. Ana yang disana tanpa kembali.
Sepanjang perjalanan hidup, aku banyak menyaksikan keajaiban. Tapi bagiku keajaiban sesungguhnya adalah ana. Ana mungkin bagi orang lain sama halnya dengan keajaiban-keajaiban yang pernah hadir dalam setiap kehidupan. Hadir disaat orang tak pernah mengharapakannya dan pergi disaat orang begitu merindui dan mendambanya. Tak pernah ada yang tersisa dari suatu keajaiban selain suatu perubahan yang mendasar. Bagiku, ana tetaplah ana. Ia akan menjadi bintang senjaku. Yang pertama dan juga yang terakhir. Ana adalah keajaibanku saat asa sedang diujung kepasrahan.
Aku masih melihatnya saat ini, menemani perjalanan panjangku ke depan. Entah kenapa bagiku ana tetap jadi suatu kisah singkat yang ingin aku kenang selalu. Tak peduli ini menyakitkan bagiku, yang kutahu aku telah jatuh cinta pada ana. Mungkin tuhan punya rencana yang tentu sangat misterius. Tapi satu yang pasti, diujung malam dan diujung tulisan yang begitu singkat ini selalu ada doa yang aku panjatkan agar kita bisa berjumpa kembali. Biarlah rasa yang menuntunmu kepadaku dan rasa pula yang menuntunku kepadamu. Andaipun dunia ini begitu luas untuk dapat mempertemukan kita kembali, biar tuhan menyatukan kita didunia yang lain.
Terima kasih Ana, doaku selalu menyertaimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H