Mohon tunggu...
Aline Di Jogja
Aline Di Jogja Mohon Tunggu... -

belajar sepanjang hayat....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Umat Perlu Dakwah yang Lebih Menggerakkan....

29 Oktober 2011   16:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:18 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Malam ini, malam ahad seperti biasa di masjid kampungku diadakan pengajian rutin selapan. Masyarakat berbondong-bondong datang ke masjid dengan harapan mendapatkan pencerahan. Aku dan keluarga kecilku pun berangkat dengan niat untuk silaturahmi dan mendapatkan tambahan ilmu.

Jam 08.00 pengajian dimulai. Diawali dengan sambutan- sambutan singkat dari para takmir yang menginformasikan hal-hal rutin dan klasik. Hingga, tibalah sang Juru Dakwah menerima "mike" untuk menyampaikan ilmunya kepada jamaah.

Diawali dengan penyampaian beberapa konsep, ayat, hadist, tibalah penjelasan. Dengan gaya pendakwah konvensional beliau menjelaskan tema pada malam itu. Isinya tentang idhul adha, klasik. Tentang keutamaan 10 hari di bulan dzulhijah, sejarah idhul adha, dan hadiah-hadiah bagi mereka yang ikhlas berkurban.

Hal yang paling sering beliau sebut adalah tentang ibadah. Namun bukannya ibadah secara luas yang dia tekankan. Tapi keutamaan berzikir di 10 hari di bulan dzulhijjah. Beliau menrangkan ketika berzikir pada hari pertama, niscaya akan mendapatkan ini. Berdzikir di hari selanjutnya, niscaya mendapatkan itu. Dan seterusnya yang menurutku sangat membosankan.

Hingga tibalah saat tanya jawab. Seorang ibu di pojok menanyakan, dia mempunyai dana yang cukup untuk berkorban tapi di saat yang sama tetangganya sakit dan sangat membutuhkan bantuan, manakah yang harus didahulukan? Dengan nada datar, tanpa penekanan, dia menjawab sebaiknya mendahulukan menolong yang sakit, tapi juga sangat utama berkurban, kemudian bla-bla menyampaikan lagi keutamaan berzikir ini dan itu. Dalam benakku: "Haa? Kenapa pertanyaan cerdas semacam itu tidak dibahas mendalam?"

Prihatin. Kesan itulah yang membekas dalam jiwaku ketika pulang dari pengajian malam ini. Para Juru Dakwah sibuk mengajak umat untuk memperbanyak ibadah vertikal agar mendapatkan ini dan itu tapi tidak menekankan bahwa ibadah vertikal itu tidak cukup. Seorang yangberiman bisa dikatakan beriman jika ibadah sosialnya pun mumpuni. Kenapa tidak disampaikan kepada umat bahwa sangat menyedihkan seseorang yang mampu berkurban sementara tetangganya sakit keras dan tak mampu membayar biaya obat. Kenapa tidak beliau sampaikan bahwa wajib mengupayakan menolong tetangga daripada hanya mengutamakan zikir-zikir tertentu. Dan memang kenyataannya ada tetangga kami yang sedang sakit di rumah sakit dan belum bisa pulang karena belum mampu membayar biaya. Sementara para tetangga enggan membantu karena uang mereka telah disisihkan untuk berkurban tahun ini.

Sungguh suatu dilema. Namun sebagai juru dakwah harus bisa memberikan solusi dengan dakwahnya yang menggerakkan umat untuk lebih peduli sesama. Keseimbangan dalam ibadah seharusnya disampaikan dengan sungguh-sungguh di mimbar-mimbar. Umat haruslah diyakinkan bahwa pahala menyekolahkan seorang anak yatim miskin itu sama mulianya dengan menyelenggarakan pengajian di rumah dengan snack dan makan yang cukup mewah. Seharusnya dipahamkan kepada umat bahwa berzikir haruslah diimbangi dengan kerja nyata sosial kemasyarakatan.

Umat, khususnya saya, sangat merindukan dakwah yang memberi mereka ruh untuk bergerak. Memberi mereka semangat untuk bahu membahu membantu yang papa. Memberi mereka daya juang untuk senantiasa bergerak memberantas kemiskinan, kebodohan, dan kefakiran dalam masyarakat. Jangan hanya menganjurkan umat untuk berdoa dan berzikir tanpa bergerak dan berkarya nyata untuk sesama. Karena jika hanya itu, umat akan semakin dalam terjerumus dalam kedalam kejumudan dan kemandegan.... Naudzubillaahh....

Wallaahu'alam...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun