Namun, yang jadi masalah setelah ini adalah bahwa memang pemerintah secara kebijakan telah menjadikan sekolah sebagai lembaga yang memberikan akses kepada siapa saja untuk bisa menempuh pendidikan formal. Tapi itu tidak turut menyelesaikan persoalan yang justru vital.
Sekolah kita yang secara kuantitas makin banyak, nyatanya secara kualitas kita tidak pernah pergi kemana-mana. Sekolah sebagai tempat gagasan berkembang malah mandek memproduksi kemajuan.Â
Kalau boleh pinjam istilahnya Uda Chudiel, di sekolah, bertanya adalah tabu, membangkang dinilai dosa, kreatif itu memalukan, diam adalah emas, dan penurut justru membanggakan.Â
Kita selama berdekade-dekade terjebak dalam paradigma pendidikan yang sudah tak lagi relevan. Kita memaksa paradigma era informasi di era konseptual. Adalah kemubadziran yang nyata dan sialnya, masih kita gunakan. Pendidikan kita gagal menciptakan individu yang pandai membaca zaman.
Sekolah justru mematikan imajinasi. Kita gak lagi bebas bermimpi mau jadi siapa saja dan apa saja. Kurikulumnya memaksa kita untuk meninggalkan mimpi dan cita-cita seolah dimasa depan, guru dan sekolah kita yang punya kendali.Â
Pendekatan behavior yang biasa digunakan untuk membentuk perilaku anak bermasalah justru memutus harapan bahwa dimasa depan, ia bisa jadi sosok yang kita tidak pernah duga-duga.Â
Di sekolah, kita diajak dan diprogram untuk jadi nomor satu. Kita didoktrin untuk berkompetisi, bukan berkolaborasi. Sebuah kenyataan yang sangat menentang era konseptual, pun tidak lagi relevan dengan zaman.
Kegagalan itu alhamdulillahnya sudah ditinggalkan oleh beberapa sekolah. Tapi bukankah itu adalah sebuah keegoisan apabila kita cuma bicara 'beberapa' saja?
Paradigma dan sistem aneh semacam yang ada di pendidikan kita itu terus berkembang dan mengakar kalau dibiarkan. Mendikbud yang kita akrab sapa dengan sebutan Mas Mentri padahal sudah punya ikhtiar baik menolak keanehan sistem pendidikan itu.Â
Kesalahan aneh yang sampai sekarang saya masih gak paham. Kenapa masih saja ada orang, Â yang menganggap bahwa jurusan yang kita ambil di sekolah, akan menentukan apa profesi kita dimasa depan.Â
Bukankah itu adalah egois untuk mengatakan bahwa kita sejatinya bebas bermimpi dan berimajinasi?
Tidak semua tulisan hadir sebagai bentuk solusi atas segala macam problematika. Selayaknya sebuah kritik yang gak melulu harus dibarengi solusi, pendidikan kita adalah segumpal pertanyaan yang rasanya belum boleh terjawab agar kita akan senantiasa mencari.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!