Di tengah derap modernisasi Kota Solo, Monumen Pers Nasional berdiri kokoh sebagai saksi bisu perjalanan panjang sejarah pers di Indonesia. Bangunan bersejarah ini bukan sekadar museum yang menyimpan koleksi koran-koran kuno dan mesin cetak tua, melainkan juga sebuah symbol kebebasan berekspresi yang terus digaungkan hingga kini. Keheningan ruangannya seakan berbicara tentang perjuangan jurnalis masa lalu yang mengabdi pada kebenaran. Monumen Pers Solo, atau yang resmi disebut Monumen Pers Nasional, menyimpan warisan berharga dari masa lalu. Di dalam museum ini, mahasiswa diajak menyusuri lorong-lorong yang dipenuhi dokumen, arsip, dan artefak pers yang bersejarah. Koleksi tersebut meliputi naskah asli koran-koran kuno, mesin cetak tua, hingga potret tokoh-tokoh pers yang berjasa bagi negeri ini. Setiap artefak adalah pengingat betapa pers telah menjadi medium penting dalam menyuarakan aspirasi rakyat, terutama pada masa perjuangan kemerdekaan.
Pada Rabu, 4 September 2024, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sebelas Maret, mengunjungi Monumen Pers Solo dalam rangka kegiatan pembelajaran Mata Kuliah Jurnalistik. Kunjungan ini bertujuan untuk menggali wawasan baru tentang peran pers dalam membangun budaya literasi, serta bagaimana pers menyuarakan kebebasan melalui karya-karyanya. Kunjungan mahasiswa ke Monumen Pers Solo menjadi sebuah perjalanan yang tak hanya edukatif, tetapi juga reflektif. Monumen ini, yang berdiri megah di jantung Kota Solo, menjadi saksi bisu perjalanan sejarah pers di Indonesia. Meski sunyi, setiap sudutnya berbicara lantang tentang perjuangan, kebebasan, dan peran penting pers dalam membangun bangsa. Dalam kunjungan tersebut, mahasiswa tak hanya sekadar melihat-lihat. Mereka juga berdiskusi tentang peran pers di era modern, yang kini menghadapi tantangan baru, seperti hoaks dan kebebasan yang kerap terancam. Diskusi ini membuka wawasan mahasiswa akan relevansi nilai-nilai kebebasan pers yang diwariskan oleh para pendahulu dengan konteks dunia digital saat ini. Monumen Pers Solo juga memberikan pelajaran penting tentang bagaimana sejarah dapat menjadi pijakan untuk masa depan. Mahasiswa diajak merenungkan perjuangan pers yang tak hanya berfungsi sebagai penyampai berita, tetapi juga sebagai alat perjuangan dan pendidikan masyarakat. Keterlibatan aktif mahasiswa dalam diskusi dan refleksi ini menunjukkan bahwa generasi muda adalah penerus tongkat estafet kebebasan dan tanggung jawab pers.
Kunjungan ini bukan hanya sebatas agenda akademik, tetapi juga upaya menanamkan nilai-nilai kritis, kreatif, dan bertanggung jawab dalam diri mahasiswa. Monumen Pers Solo mengingatkan bahwa kebebasan pers bukan sekadar hak, melainkan juga sebuah tanggung jawab yang harus dijaga. Di museum sunyi ini, para mahasiswa menemukan suara yang menginspirasi mereka untuk terus belajar, menulis, dan menyuarakan kebenaran.Dengan latar sejarah yang kuat dan pembelajaran yang mendalam, Monumen Pers Solo menjadi tempat yang mampu menggugah kesadaran generasi muda akan pentingnya kebebasan dan tanggung jawab dalam dunia pers. Sebuah museum sunyi yang terus berbicara, memberikan pesan bahwa kebebasan adalah hak yang harus dirawat, dan suara adalah kekuatan yang harus digunakan dengan bijaksana.Sebagai tindak lanjut dari kunjungan ini, mahasiswa juga diajak untuk membuat proyek kreatif berbasis literasi, seperti menulis artikel. Proyek-proyek ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi mahasiswa untuk menyebarluaskan semangat kebebasan pers kepada masyarakat luas. Selain itu, kegiatan seperti ini juga menjadi upaya untuk menjaga relevansi Monumen Pers Solo sebagai pusat edukasi yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H