Entah kenapa, setiap kali aku mengunjungi Dusun Tegalamba, Desa Tegalsari pada hari Senin, selalu saja tak pernah kujumpai aktivitas petani di sawah. Padahal di dusun lain--masih di desa yang sama, ada saja petani yang turun ke sawah pada hari Senin. Entah itu mereka melakukan pengolahan tanah, sebar benih, melakukan tandur atau tanam padi, pemupukan, penyemprotan hama, sampai pada saat panen--bila jadwalnya memang jatuh pada hari Senin, mereka pun tak segan untuk turun ke sawah. Tapi di Dusun Tegalamba adalah pengecualian. Takkan pernah kautemui aktivitas ke sawah di hari Senin.
"Kunaon bisa kitu, Pak?" tanyaku kepada Pak Pardi, selaku ketua Kelompok Tani Karya Mekar, yang berkedudukan di Dusun Tegalamba.
"Oh, enya, Bu. Kami teh hanya ingin menghormati Nyai Pohaci Sanghiyang Sri, Sang Dewi Padi."
"Maksud Bapak... Dewi Sri?" tanyaku, mencoba meyakinkan.
"Enya. Kalau di Jawa Tengah mah memang dikenal dengan Dewi Sri. Tapi di tanah Sunda, orang-orang lebih mengenalnya sebagai Nyai Pohaci."
Hm... ada perbedaan nama ternyata, versi Sunda dan Jawa. Aku bergumam dalam hati.
"Lantas, apa hubungannya dengan larangan aktivitas bersawah pada hari Senin?" Sungguh, aku masih bingung.
Pak Pardi yang melihat kebingunganku hanya tersenyum. Kemudian beliau mencoba menjelaskan.
"Hari Senin itu diyakini sebagai hari dimana Nyai Pohaci turun ke bumi, Bu. Jadi, untuk menghormati beliau, juga supaya hasil panen kami nantinya bagus, kami sepakat, tidak akan turun ke sawah pada hari Senin."
Oya, benarkah? Tapi sejauh aku menjadi PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) di sini, tidak adanya aktivitas ke sawah pada hari Senin bukanlah jaminan akan keberhasilan panen padi di dusun ini. Karena memang ada banyak faktor lain yang mempengaruhinya.