***
Empat
Dialog Dua Hati
“Elu? Siapa?” Telunjuk kananku mengarah kepada sesosok laki-laki yang berdiri tepat di hadapanku. Tapi kulihat laki-laki itu hanya tersenyum sinis menatapku.
“Siapa gue? Harusnya gue yang bertanya gitu ke elu, hah?”
“Eh?” Keningku pun berkerut mendengar laki-laki itu bicara.
Kuperhatikan lagi sosok yang berdiri tepat di hadapanku itu. Oh, my God. Bagaimana mungkin ia memiliki wajah yang mirip sekali denganku? Hanya saja rambut ikalnya agak gondrong sebahu, sedangkan rambutku cepak rapi. Pun kulitnya kuperhatikan agak gelap dan kurang terawat. Berbeda dengan aku yang berkulit sawo matang, tampak bersih dan lebih cerah dari kulit laki-laki di hadapanku itu.
“Hei, kenapa? Kaget, ya, karena wajah kita berdua mirip, padahal bukan kembar?”
“Eh?” Hanya itu yang keluar dari bibirku.
Tapi kemudian terdengar helaan napasnya. “Udahlah, nggak penting juga dibahas.” Ia mengibaskan telapak tangannya. “Gue cuma pengen kasih peringatan ke elu, ya. Kalo mulai detik ini tidak ada lagi yang namanya penyalahgunaan tubuh gue, terutama ama elu. Cukup sudah gue dibikin repot tadi karena orang-orang menganggap gue ini Faisal. Padahal nama gue Rizal.” Berapi-api sekali ia menjelaskan apa yang terjadi dengannya saat berada di kantor Paramount TV.
Dan setelah mendengarkan penjelasan laki-laki yang mengaku bernama Rizal itu, keningku malah makin berkerut.