Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Best Moment 2016] Insiden Klari

20 Januari 2017   07:51 Diperbarui: 20 Januari 2017   08:05 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: minhaadolescenciagay.blogspot.com

Alhamdulillah, I'm still alive. Thank, God. Thank, Allah. Engkau masih memberiku kesempatan hidup setelah apa yang terjadi padaku ini.

Sepertinya kata-kata di atas itu takkan henti-hentinya kuucapkan atas anugerah terindah yang terjadi padaku di akhir November tahun lalu. Suatu kejadian yang... entahlah, apakah ini kejadian terbaik atau sebaliknya, yang pasti selalu ada hikmah di balik setiap kejadian.

***

Kamis yang manis. Matahari pagi itu terlihat cerah dan bersahabat. Tak tampak tanda-tanda akan terjadi sesuatu pada diriku. Pun perasaanku kala itu tampak enjoy untuk memulai rutinitas harianku.

Pukul sembilan pagi. Semua tampak biasa saja. Hari ini pakaian yang kukenakan ke kantor adalah seragam batik, seperti yang telah diinstruksikan mengenai seragam harian pegawai yang bekerja di instansi pemerintah. Si Fira--motor metik baruku yang masih nyicil angsurannya--yang telah dipanasi mesinnya pun masih teronggok manis di garasi rumahku. Setelah berpamitan sama Ayah, si Fira kustater dan mulai kulajukan di jalan raya menuju kantorku.

Tak ada firasat apapun saat itu. Hatiku tampak riang, karena akan banyak agenda dan janji dengan rekan kantor yang menantiku hari itu. Setengah perjalanan semua tampak normal, hingga tiba di daerah Klari. Ya, jelang mendekati Pasar Kosambi itulah malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Saat melalui sebuah lobang yang lumayan besar di jalan, entah pikiranku yang tengah blank atau apa, tiba-tiba saja.... Jeger! Aku terseret bersama Fira dan akhirnya jatuh terduduk dengan stang Fira tepat berada di dada kananku.

Aw! Kucoba untuk berdiri, tapi entah kenapa rasanya badan dan kakiku susah untuk digerakkan. Tak berapa lama, mulailah berkerumun orang-orang di sekitarku.

"Gimana, Bu? Bisa jalan nggak?"

"Sini, Bu. Saya kasih betadine dulu luka-lukanya."

Aw, baru kusadari. Ternyata lutut kiriku, pergelangan kaki kanan, telunjuk kiri, wajah dan daguku, semuanya terluka. Seperti apa lukanya, aku belum tahu pasti. Karena aku seperti baru tersadar dari tidur panjang atau pingsan.
Pun saat aku ingin melihat kondisi terkini pada diriku.... Eh, kacamata, kacamataku mana?

"Ini, Bu, kacamatanya." Seorang bapak menyodorkan kacamataku yang gagangnya telah melebar sehingga tak mungkin lagi kukenakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun