Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Noval] Teror Orang-orangan Sawah

13 November 2019   09:11 Diperbarui: 15 November 2019   08:25 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bobo.grid.id

"Kayaknya gue bakal ambil cuti dua minggu deh," ujarku kepada Hendra, tetangga sebelah rumah kontrakanku sekaligus merangkap sebagai teman curhatku juga. Sore ini kami tengah menikmati ngopi ganteng (istilah Hendra) di kedai kopi Robista, seperti biasa.

Hendra yang sedang menyesapi iced matcha green tea latte pesanannya hanya memandangiku, heran. "Dalam rangka apa lu sampe ambil cuti segala? Ada sodara lu yang hajatan?"

"Dudul. Lu pikir orang ambil cuti itu cuma buat menghadiri sodara yang lagi hajatan doang?" jawabku sambil melemparkan tisue bekas donat karamel yang baru saja kutelan habis. Tapi sayang, Hendra berhasil menghindar. Sehingga tisue itupun hanya mendarat sukses ke bawah kursi laki-laki romantis (rokok, makan plus ngopi gratis) yang duduk di depanku ini.

"Nah, nah, nah. Jangan-jangan... lu itu mo dijodohkan ya? Secara, udah hampir kepala empat tapi masih betah aja menjomlo."

Keningku mengernyit. Makin ngawur saja nih bocah.

"Gue ambil cuti itu cuma pengen rileks sejenak aja, Dudul. Kan lu tau sendiri gimana stressnya gue waktu nanganin proyeknya Mr. Chou. Dan alhamdulilah, Mr. Philips pengertian banget. Beliau langsung saja meng-acc permohonan gue buat cuti dua minggu tanpa banyak pertimbangan. Uh, yeah. Lega banget gue."

Hendra melirik ke arahku. Kemudian, "Enaknya yang bisa ambil cuti. Gue mah boro-boro. Udahlah kerja rodi, gaji gak seberapa, status gak jelas, tiap tahun kudu bayar outsourcing lagi biar bisa diperpanjang kerja." Hendra meratapi nasibnya sendiri. Membuat diriku iba melihatnya.

"Hush, udahlah. Setiap orang itu kan udah melakukan perjanjian dengan Tuhan saat baru dilahirkan. Itu dia makanya setiap bayi akan menangis kejer saat pertama kali melihat dunia." Panjang lebar aku berusaha menghibur sahabat terbaikku ini. Tapi apa yang terjadi?

"Terus, apa hubungannya nasib gue dengan bayi yang baru lahir?"

Gubrak! Rasanya aku benaran pengen nyungsep saja ke kolong meja.

"Oke, lupakan soal gue. Sekarang balik lagi ke persoalan cuti lu. Mau lu habiskan ke mana cuti lu yang dua minggu itu? Ke Bali ya? Ikuuut...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun