Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita Anak] Lembang, Tasya Loves You

19 Oktober 2019   12:33 Diperbarui: 19 Oktober 2019   18:36 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mulai bulan depan, kita sepertinya bakal pindah lagi deh, Bun," ujar Ayah kepada Bunda, pada suatu senja. 

Tasya yang baru balik habis main dari rumah Yuni--tetangga dekat rumah--jelas kaget saat mendengar penjelasan Ayah itu.

"Apa, Yah? Kita pindah lagi?" Tasya menjerit.

Giliran Ayah dan Bunda yang kaget saat melihat Tasya telah berdiri di dekat pintu depan.

"Tasya, kamu pulang bukannya ucap salam dulu, malah jejeritan kitu." Bunda menegur anak semata wayangnya itu. Tapi Tasya malah menangis.

"Kenapa kita harus pindah lagi, Yah? Padahal kita di Ciater ini baru saja enam bulan. Tasya juga baru punya sahabat. Dan sekarang kita harus pindah lagi? Terus, Tasya kembali harus kehilangan sahabat? Ayah jahat!" Kembali Tasya menjerit. Kali ini disertai dengan hentakan kaki dan bergegas masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.

Ayah dan Bunda hanya mampu berpandangan dan menghela napas panjang.

***

Hari pertama sekolah...

"Anak-anak Ibu nu gareulis dan karasep," sapa Bu Silvy, wali kelas 3B di depan kelas. "mulai hari ini, kita kedatangan murid baru lho. Namanya Tasya Oktaviola. Tasya ini pindahan dari Ciater, Subang. Tasya pindah ke Lembang, karena ikut ayahnya yang pindah kerja ke sini." Bu Silvy memperkenalkan seorang gadis manis yang berdiri di sampingnya. Tapi gadis itu hanya diam membisu.

"Hai, Tasya. Nama kamu kok kayak nama artis ya. Tapi sayang, kamu jelek. Abis, cemberut mulu sih. Weks!" Jaka, murid paling usil di kelas 3B sudah memulai aksinya. Dan aksi Jaka itu segera disambut oleh gelak tawa teman-temannya sekelas.

Mendengar komentar Jaka, Tasya jadi jengkel dibuatnya. Baru kali ini dia diledek begitu di hari pertama sekolahnya.

"Sudah, sudah. Tidak boleh mem-bully teman baru," sahut Bu Silvy, mencoba menghentikan kericuhan kelas. "Dan kamu, Jaka, sekali lagi kamu berbuat begitu, ikut Ibu ke ruang BK."

Mendadak situasi kelas pun kembali tenang.

"Nah, Tasya. Berhubung tempat duduk yang kosong cuma ada di dekat Tisna, kamu duduk di situ dulu ya. Dan Tisna, tolong bantu Tasya ya."

Tanpa banyak bicara lagi, Tasya pun perlahan menghampiri tempat duduk yang ditunjuk oleh Bu Silvy.

***

Saat jam istirahat...

"Tisna, kamu itu kok pendiam sekali sih. Dari tadi aku ajak bicara, kamu cuma senyum, ngomong sekadarnya saja. Ih, nyebelin banget sih," protes Tasya kepada Tisna, teman sebangkunya.

Ya, memang menjengkelkan memiliki teman sebangku yang super pendiam seperti Tisna. Huh. Tasya pun manyun seketika.

"Hampura ya, Tasya. Saya itu memang pendiam dan pemalu orangnya. Apalagi sama perempuan. Tapi kalau kamu mau kenal saya, hayu atuh main ke rumah saya. Nanti saya kenalkan kamu sama si Sinta dan Jeniper."

Kening Tasya berkerut. "Siapa itu Sinta dan Jeniper?"

"Oh, itu nama sapi-sapi saya. Ada juga si Ramen, Bakso, Bakpia, Lumpia, Kornet, pokoknya banyak deh."

"Siapa lagi itu Ramen dan Bakso? Kok namanya lucu-lucu banget. Kayak nama makanan gitu."

"Hehehe... Itu mah nama domba-domba saya," jawab Tisna, malu-malu.

"Kenapa dikasih nama seperti itu?"

"Itu yang kasih nama adek saya, Tiara namanya. Dia anaknya gembil, doyan ngemil."

"Hahaha... Wah, berarti kamu itu anak gembala dong...." Tasya tak bisa lagi menahan tawa. Ternyata di balik sikap pendiam dan pemalu Tisna, dia sebenarnya anak yang lucu juga. Akhirnya, melihat teman sebangkunya tertawa ngakak, Tisna si pemalu pun ikut tertawa bersama-sama.

***

Sepulang sekolah, usai menelepon dan minta izin ke Bunda, Tasya pun turut pulang ke rumah Tisna.

"Neng Tasya, ganti bajunya dulu atuh. Sayang nanti seragam sekolahnya kotor karena main-main ke kandang."

Mamahnya Tisna ternyata orangnya baik dan cantik. Dengan mengenakan gamis biru toska dan jilbab warna senada, wajahnya yang ayu tampak makin bersinar.

"Tapi Tasya gak bawa baju ganti, Tante." Tasya jadi serba salah dibuatnya.

"Tenang saja. Kamu bisa pakai bajunya Tiara, adeknya Tisna. Sepertinya badan kalian gak jauh beda deh," ujar Mamahnya Tisna dan segera menggiring Tasya masuk ke kamarnya Tiara, untuk berganti baju.

Usai makan siang dan sholat dzuhur berjamaah, Tisna pun akhirnya mengajak Tasya ke kandang yang ada di belakang rumahnya.

"A Tisna, tungguin Tiara atuh. Kan Tiara mau ikut main juga ke kandang."

Teriakan seorang anak perempuan berpipi temben dan bermata agak sipit dari arah rumah, segera menghentikan langkah Tisna dan Tasya.

"Nya, buru atuh, Neng," balas Tisna sambil berteriak juga.

***

"Nah, ini dia yang namanya Sinta dan Jeniper." Tisna menunjuk ke arah dua ekor anak sapi perah yang sedang asyik memamah biak. Tasya seketika terpesona. Karena baru kali ini dia secara langsung melihat wujud asli sapi perah.

"Ini anaknya sapi ya, Tis?" tanya Tasya dengan polosnya. Tisna hanya mengangguk. Tangannya sibuk memindahkan rumput yang sudah dicacah yang ada dalam karung ke tempat makannya Sinta dan Jeniper.

"Anaknya saja sebesar itu. Gimana induknya ya?" gumam Tasya sambil mengelus-elus kepala si Jeniper.

"Eh, hati-hati, Teh. Si Jeniper itu kadang suka nakal. Kakinya bisa tiba-tiba menyepak lho." Tiara memperingatkan Tasya. Dan Tasya pun mundur selangkah. Tapi Tisna malah tertawa.

"Tenang saja, Tasya. Jeniper bakal baik kok kalau kita memperlakukan dia dengan baik juga. Kan Jeniper sudah jinak."

Tiara cemberut. "Ih, Jeniper mah nurutnya cuma sama Aa Tisna doang." Tiara terlihat sewot kemudian ke luar kandang.

"Tiara, tunggu. Kamu mau ke mana?" teriak Tasya.

"Hayu, Teh. Kita pindah ke kandangnya Ramen saja," ajak Tiara sambil menggandeng tangan Tasya.

***

"Nah, ini dia kandangnya Ramen dan kawan-kawannya, Teh," ujar Tiara saat dua anak perempuan itu tiba di kandang domba.

Tasya tampak terpesona melihat begitu banyaknya domba-domba gemuk dan bersih di dalam kandang tersebut.

"Wow! Banyak banget domba-dombanya. Gemuk-gemuk lagi. Ini gak pernah digembalakan ya?"

"Ih, siapa bilang?"

Tiba-tiba saja Tisna sudah ada di kandang domba. Membuat Tasya kaget dan menatapnya.

"Kalau libur sekolah, saya suka ikut menggembalakan Ramen dan kawan-kawannya bersama Mang Ucup. Itu ke padang rumput di bukit sana." Tisna menunjuk ke arah bukit tempat dia biasa menggembalakan domba-dombanya. Membuat Tasya makin terpana.

"Wah, sepertinya menyenangkan ya, kalau kita main ke sana," seru Tasya, lantang. Pandangan matanya tertuju ke arah bukit yang tadi ditunjuk Tisna. "Kalau gitu, gimana kalau hari Minggu besok ajak aku ke sana ya, Tisna? Sambil gembalakan Ramen dan kawan-kawannya juga. Ya, anggap saja kalau aku ini anak gembala juga."

Tisna kontan tertawa mendengar permintaan Tasya itu. Sedang Tasya tampak bahagia. Tak sia-sia dia ikut Ayah pindah ke Lembang. Karena dia merasa, di tempat inilah akan banyak petualangan seru menantinya.

"Oh, Lembang. Tasya loves you deh pokoknya," ucapnya seraya ikut Tisna dan Tiara memberi makan Ramen dan kawan-kawannya.

***

Video klip Anak Gembala, by Tasya Kamila.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun