Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fantasy] Bila Cinta, Ungkapkanlah!

22 November 2016   17:38 Diperbarui: 26 November 2016   12:13 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Stop, stop! Hentikan memainkan lagu itu. Aku bosan mendengarnya." 

Terdengar seruan yang sudah tak asing lagi di telinga Karin. Dan demi mendengar suara itu, Karin tiba-tiba saja berdiri dan ganti berteriak.

"Engkaukah itu, Kenzo?" Karin tersenyum menyambut kucing berkaki pincang itu. "Ayo, kemari! Ada yang ingin kuceritakan padamu." Karin menepuk-nepuk rok model a-line motif kembang yang dikenakannya. Maksudnya, agar Kenzo segera naik ke atas pangkuannya.

"Memang apa yang ingin kauceritakan padaku?" tanya Kenzo, berpura-pura. Karena sesungguhnya ia telah sangat mengetahui hal itu. Ia yang menguntit Karin hingga ke ruang utama ini telah menyimak apa saja yang menjadi pembicaraan antara Karin dan perempuan yang dipanggil tante itu.

"Kenzo, tahukah kau?" Karin memulai ceritanya saat Kenzo telah berada di pangkuannya. "Tadi ada seorang ibu bermaksud membawaku ke rumahnya. Itu... itu artinya... si ibu hendak mengadopsi aku kan? Iya kan?" Karin tampak antusias. Kenzo yang berada di pangkuannya pun ikut terguncang-guncang.

"Hei, jangan senang dulu! Belum tentu juga si ibu bersedia mengadopsimu. Buktinya sekarang, ke mana perginya ibu itu?"

Binar mata di wajah Karin mendadak meredup. Dan Kenzo merasa menyesal dengan kata-kata yang telah diucapkannya itu.

"Maafkan aku! Bukan maksudku untuk...."

"Sudahlah, lupakan saja. Mungkin aku memang tak pantas untuk diadopsi. Mungkin selamanya aku akan menjadi penghuni tetap panti ini." Mata Karin mengaca. Bulir air di sudut matanya perlahan mulai membasahi pipi tirusnya.

Kenzo benar-benar merasa menyesal. Ia bermaksud hendak mengapus air mata Karin, bila saja suara Bunda Heni tak menghentikannya.

"Karin Sayang, kemari, Nak!" panggilan lembut Bunda Heni kontan menghentikan air mata Karin. Segera diusapnya mata dengan punggung tangannya dan bergegas menghampiri pemilik panti asuhan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun