Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta dalam Lautan Banjir (Bab 3)

22 April 2016   22:40 Diperbarui: 23 April 2016   02:03 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Surat dari anakku, ya, Pak?” jawab Oma Bernie seraya membuka pagar rumahnya dan menerima sepucuk surat beramplop putih dari tangan Pak Tobi.

“Iya, Oma. Itu surat dari Pak Arman untuk Ananda Girianto.” Pak Tobi mencoba menjelaskan nama pengirim dan penerima surat yang telah berada di tangan Oma Bernie.

“Untuk Girianto?” Kening Oma Bernie sedikit berkerut.

“Lho, memangnya kenapa, Oma? Bukankah Mas Giri itu anaknya Pak Arman?”

“Oh, bukan begitu maksud saya. Biasanya Arman itu menulis surat yang ditujukannya buat saya, yaaa... walaupun isi suratnya ada juga yang buat Giri dan Winda. Tapi kali ini... kenapa dia buat surat untuk Giri, ya? Pasti ini ada hal serius yang berkaitan dengan Giri.”

Pak Tobi mengangkat sedikit alisnya dan menggidikkan bahu saat mendengar penjelasan Oma Bernie. “Wah, kalo soal itu saya tidak tahu juga, Oma. Kan tugas saya hanya mengantarkan surat, bukan membacanya,” sahutnya sambil tersenyum. Perlahan, Pak Tobi pun mulai menstater motor bututnya. “Ya, sudah, Oma, saya pamit dulu, ya. Masih ada beberapa surat yang harus saya antarkan lagi di seputaran Asrama Brimob ini.”

“Oh ya, terima kasih banyak, Pak. Selamat bertugas dan hati-hati di jalan.”

Oma Bernie pun melambaikan tangannya ke arah Pak Tobi dan segera dibalas dengan anggukan kepala oleh tukang pos itu. Tak lama kemudian, terdengar suara raungan sepeda motor dua tak yang meninggalkan asap knalpot yang hitam pekat di depan pagar rumah Oma Bernie.

Pasca kepergian Pak Tobi, Oma Bernie kembali memasuki rumahnya. Berkali-kali surat beramplop putih yang ada dalam genggamannya itu ia timang-timang dan bolak-balik.

Kira-kira, apa isi surat ini, ya? Kenapa Arman menujukannya buat Girianto, bukan untukku? Tanya Oma Bernie, penasaran. Ingin sekali ia merobek surat itu, namun hati kecilnya melarang. Ya sudahlah, tunggu Si Giri pulang saja kalo begitu.

Surat beramplop putih itu pun akhirnya beronggok manis di atas meja belajar yang ada di dalam kamar cucu laki-lakinya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun