[caption id="attachment_206981" align="aligncenter" width="620" caption="(Foto : TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo)"][/caption] Fenomena mudik sungguh luar biasa. Saya lihat di berbagai tempat banyak berkumpul orang-orang yang sedang bersiap-siap mudik. Di berbagai terminal, stasiun, hingga bandara tentu sudah biasa sebagai pusat berkumpulnya mereka yang hendak mudik. Tetapi jelang lebaran begini banyak tempat lain yang juga dijadikan pusat persiapan pemberangkatan para pemudik. Satu hal yang tampak sama di berbagai tempat pemberangkatan para pemudik itu adalah suasana suka cita terpancar jelas di wajah-wajah mereka. Kegembiraan ini terjadi karena mereka sudah berkesempatan untuk mudik. Mereka sudah mengantongi tiket, kendaraan sudah ada di depan mata, dan perbekalan dirasa telah cukup). Maka yang ada hanyalah bayangan betapa menyenangkannya bisa berjumpa kembali dengan sanak keluarga dan teman-teman lama di kampung halaman. Kegembiraan para pemudik itu bahkan juga terpancar pada mereka yang memilih menggunakan kendaraan roda dua. Meskipun mereka harus menempuh jarak ratusan kilometer. Sayangnya saking gembiranya banyak di antara mereka yang lupa atau mengabaikan keselamatan diri dan keluarganya. Beberapa tahun lalu teman saya di Cirebon cerita tentang pemudik yang tiba-tiba menangis histeris di sebuah pom bensin. Kegembiraan mudik itu berubah jadi kesedihan yang sangat mendalam. Peristiwa ini dialami oleh seorang pemudik dari Jakarta yang mudik ke sebuah kampung di wilayah Cirebon. Tangis hesteris seorang ibu di tempat peristirahatan sebuah pom bensin itu terjadi saat  mendapati anak batitanya tak bernafas lagi. Sementara sang ayah belum menyadari apa yang sedang terjadi karena sedang mengisi bahan bakar untuk sepeda motornya. [caption id="attachment_206986" align="aligncenter" width="450" caption="(sumber:htmindonesia.blogspot.com)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H