Diluar sedang gerimis,
Jiwaku meringis,
Hatiku menangis,
Tak mampu menepis;
Segala hal berkelindan manis,
dan juga sebab menyimpan perih.
Angin berhembus pelan,
Menggoyangkan jendela,
Membuka tirai dibaliknya,
Jatuh daun-daun kuning,
dari ranting-ranting pohon.
Seiring...
Kertas penanggalan luruh dari dinding kamar.
Tak lama berselang,
Hujan turun perlahan,
Tempias masuk ke tepi ruang,
Membasahi dinding-dinding,
dan juga cermin kaca.
Kulihat wajahku buram,
tak jelas bentuk dan rupa.
Semakin malam hujan kian deras,
Langit kian kelam,
Setelah tadi di penuhi cahaya kerlap-kerlip_dari segala penjuru,
Lampu sorot kota dan petasan silih berganti.
Sepertinya hujan tak mengizinkan,
Malam akhr tahun_bertabur bintang,
dan juga cahaya-cahaya lain,
dari anak-anak zaman.
Kuintip dari jendela,
Deras hujan telah menimbulkan genangan,
Lalu kembali kutatap cermin kaca,
Wajahku kian buram,
dengan selaksa kenangan yang kian tenggelam.
Balikpapan, 31 Desember 2024
Ali Musri Syam Puang Antong
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI