Muara Kenaifan
Aku tak tahu, apakah pagi yang terlalu cepat bertandang, atau aku terlampau lambat terpanggang---dari hangatnya yang menghadang, menyelinap dibalik jendela kaca menerawang.
Kenaifan kemarin, membawa kita pada kebisuan panjang, berpuasa menahan rasa.
Secara verbatim, kubaca anonim dari sedikit rindu yang kau dedahkan. Sebuah keadaan janggal diantara kelindan pikir yang telah lama saling berbaur.
Bukankah Kau tahu, bahkan mahfum, jika keadaanku tak pernah akan baik, jika tak mendengar celotehmu, kendati kadang-kadang memanaskan telinga, tapi aku selalu menikmati riuhnya.
Lantas apa yang harus aku lakukan;
Jika berjuta kata yang kukirim lewat semilir angin--tak kau hirau.
Kata orang diam adalah emas, namun terkadang emas dihasilkan dari komat-kamit, kecerewetan sang pengaduk kata.
Lalu aku harus menjadi siapa; aku telah diam, dalam kecamuk hati penuh tanya. Entah berapa ribu kalimat dalam endapan pikir telah menjelma puisi, meski tak mampu kutuliskan.
Aku tak tahu, apakah ufuk pagi yang memerah di timur, akan membangunkanku, dengan suara atau kata yang kau kirimkan lewat hembusannya yang lembut.