Pada Sebuah Percakapan Terakhir
Dua pasang mata, jalan-jalan aspal, nyiur melambai kiri-kanan, angin pantai; sepoi, berhembus pelan, menyibakkan jilbab toska penutup mahkota, cakrawala kian menua, masa hampir rampung, menunggu jingga di ufuk, sebelum penghabisan jatah waktu, gelap merambat pada horizon.
Sepasang merpati, tercegat senja, melupa waktu, terhipnotis mimpi, bumi seolah sunyi; di tinggal penghuni, rumah-rumah berjajar di bibir pantai mulai bercahaya, penanda hari telah menamatkan riwayatnya, tak jua bergeming, percakapan tak kenal usai, dekapan tak pernah cerai, rindu tak mengenal akhir.
Sepasang waktu; siang – malam, bercerai di simpang petang, setelah rembang, akan ada kelam, masih adakah pertanyaan; tentang kerinduan ? Seumpama pisah sebelum fajar menyingsing, hujan tiba-tiba menghunjam, hutan seketika menggenang, sementara esok tak tentu persuaan, dunia tertimbun dalam khayalan, sepertinya sekarang harus di tuntaskan.
Penajam Paser Utara, 29.09.2021
Ali Musri Syam Puang Antong
Baca Juga Puisi Sebelumnya:Â Episode Amor
Puisi Pilihan:Â Wajah Di Balik Jendela
Puisi Pilihan Lainnya:Betapa Kota Ini Pernah Begitu Mempesona
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H