Mohon tunggu...
Alimudin Garbiz
Alimudin Garbiz Mohon Tunggu... profesional -

Failurer,  Anak Jalanan, untuk Hidup Lebih Baik, Indah dan Menantang, Tahun ini merupakan tahun menulis, Insya Allah......!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tantangan untuk KPK

5 Juli 2015   23:06 Diperbarui: 5 Juli 2015   23:06 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyaknya pendaftar posisi calon pimpinan KPK, memberikan gambaran positif semangat bangsa ini membuat perubahan melalui upaya penegakkan hukum, pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Seleksi calon pimpinan KPK yang dilakukan oleh Tim 9 Panitia Seleksi Srikandi Indonesia, membawa harapan baru bagi rakyat Indonesia akan terpilihnya komisioner terbaik. Setelah KPK mendapat cobaan hebat di era kepemimpinan Antasari Azhar dan Abraham Samad, ekspektasi masyarakat sangat besar menunggu terbentuknya komposisi jajaran pimpinan KPK definitif.

Namun dibalik harapan besar tersebut, kita melihat, komisioner KPK ke depan, akan mendapatkan tantangan yang sangat besar dengan beberapa catatan diantaranya :
Pertama, Pimpinan atau Komisioner KPK terpilih, haruslah benar-benar orang-orang yang kompeten dan berintegritas. Orang yang benar-benar ikhlas berjuang untuk upaya penegakkan korupsi yang sangat berat. Sebab berhadapan dengan dengan modus dan cara korupsi yang lebih canggih, ditambah dengan jaringan koruptor yang luas dan lebih sistematis. Dari 580 pendaftar, 194 orang sudah dinyatakan lolos administrasi. Melalui tes objektif, pembuatan makalah dan wawancara disaring menjadi 8 orang calon pimpinan KPK yang akan disodorkan ke Presiden.

Komisioner KPK terpilih, harus terbebas dari jeratan kasus-kasus di masa lalu. Kita belajar dari contoh kasus pemalsuan kartu keluarga yang disangkakan kepada Abraham samad, kasus memerintahkan kesaksian palsu yang dituduhkan kepada Bambang Wijayanto, dan kasus-kasus yang disangkakan pada komisioner KPK lainnya, sangat mengganggu konsentrasi KPK. Bukankah logikanya, ketika sudah menjadi Komisioner KPK, berarti sudah melalui proses uji publik ? Bukankah setelah menjadi Pimpinan KPK seharusnya tak ada kasus-kasus lama yang bisa merongrong sehingga mengganggu kepemimpinannya ?

Kita berharap, calon terpilih, bukan sekedar titipan orang-orang tertentu apalagi titipan para koruptor yang menyusup untuk mengamankan kepentingannya. Siapapun komisioner pilihan presiden, haruslah orang yang punya idealisme yang tinggi, yang berpikir bahwa amanahnya bukan saja dipertanggungjawabkan kepada presiden, kepada sesama manusia, kepada rakyat Indonesia, akan tetapi juga akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Sang Maha Hakim, Tuhan yang Maha Adil Penguasa Alam Semesta. Sejatinya, menjadi Komisioner KPK, adalah jihad membela kebenaran, taruhannya penjara, keluarga, nama baik dan bahkan nyawa.

Kedua, adanya Penguatan Regulasi dan Kelembagaan KPK. Kontroversi revisi undang-undang No 30 Tahun 2002 Tentang KPK, dapat kita lihat substansinya. Jika revisi tersebut adalah upaya untuk melemahkan KPK, kita sangat tidak setuju. Ada lima isu krusial yang dikhawatirkan dimasukkan oleh DPR dalam naskah revisi undang-undang KPK. Yaitu pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan kolektif-kolegial, dan pengaturan terkait pelaksana tugas pimpinan jika berhalangan hadir. Sekalipun pimpinan KPK kuat, namun kalau lembaganya dilemahkan, akan menjadi macan ompong saja.

Akan tetapi, jika revisi tersebut justru untuk menguatkan peran KPK, masyarakat akan sangat setuju. Kewenangan KPK dalam hal penyadapan harus dipertahankan, sebab disitulah letak kekuatannya. Korupsi merupakan kejahatan yang extra ordinary, sangat membutuhkan penanganan dan cara-cara yang sangat luar biasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya. Jika kewenangan tersebut dihilangkan, maka peran KPK akan sangat lemah. Apalagi, korupsi semakin canggih dalam modus dan caranya.

Namun, kewenangan penyadapan ini juga jangan sampai disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak semestinya. Mekanisme penyadapan harus jelas pengaturannya, bagaimana penyadapan tersebut harus benar-benar obyektiv untuk tercapainya tujuan KPK itu sendiri.

Dalam membuat regulasi KPK ini, keberpihakan Pemerintah dan DPR sebagai wakil rakyat benar-benar diuji, apakah mereka berpihak pada kepentingan rakyat, bangsa dan negara ini, ataukah mengamankan dirinya sebagai anggota DPR yang justru akan melemahkan KPK. Bukan isapan jempol, jika ada sebagian anggota DPR yang terang-terangan ingin melemahkan KPK. Bahkan ada yang berkeinginan untuk membubarkannya. Mungkin gara-gara KPK menangkap koleganya sesama anggota dewan atau separtai dengan dirinya. Bagaimana mungkin, undang-undang tentang KPK akan dibuat oleh orang yang tidak mendukung adanya KPK itu sendiri, sungguh sebuah hal yang sangat ironis. Tapi kita berpikir positif, sebagian besar anggota DPR masih berpikir untuk kepentingan bangsa dan negara yang kita cintai ini.

Ketiga, perlu adanya pencegahan upaya berbagai kriminalisasi terhadap Komisioner KPK dan seluruh jajarannya. Bentuk nyatanya bisa melalui payung hukum, yang mengatur kerjasama/mou antara KPK dan Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung dan lembaga lainnya. Selama ini, kelemahan-kelemahan KPK dijadikan sasaran bagi para koruptor, untuk menembak balik, baik secara personal maupun kelembagaan KPK. Adanya praperadilan yang mengalahkan KPK, jelas sangat menohok institusi tersebut. Kesaktian KPK, sebelumnya yang sanggup memenangkan perkaranya sampai di tingkat pengadilan, bahkan sampai memutus bersalah tanpa ampun bagi para koruptor, dengan kasus putusan praperadilan Sarpin, menjadikan KPK berada di titik nadir dan sangat lemah dalam penanganan kasus-kasus selanjutnya.

Berhadapan dengan Institusi sebesar Kepolisian, KPK terbukti sangat kelabakan, institusi kepolisian merupakan institusi yang sudah mapan dengan organisasi yang sangat besar. Ke depan, kasus yang melibatkan perwira kepolisian dalam perkara korupsi yang ditangani KPK, harus mendapat dukungan dari Kapolri. Begitu juga jika berkaitan dengan anggota TNI, harus ada dukungan dari Panglima TNI, supaya, tidak ada lagi sentimen dan solidaritas salah kaprah sesama korps di Kepolisian atau TNI. Begitu pula dengan kasus yang melibatkan hakim, kejaksaan, anggota dewan, atau pejabat di lembaga lainnya.

Komisioner KPK juga tidak selayaknya kebal hukum, hal tersebut mengantisipasi terjadinya pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Kasus Rumah Kaca Abraham Samad harus dijadikan cermin oleh Pimpinan KPK terpilih, agar tidak memanfaatkan jabatan pimpinan KPK untuk kepentingan politik. Kalaupun mau, Berkiprah di politik bisa dilakukan setelah masa jabatan pimpinan KPK berakhir, sehingga tidak mengganggu kinerja KPK. Posisi sebagi pimpinan KPK tidak dijadikan sebagai bargaining untuk mendapatkan jabatan politis, misalkan untuk menjadi calon presiden ataupun wakil presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun