Saat ini kita baru saja memulai Ramadhan, bulan yang penuh rahmat, berkah dan ampunan Allah SWT. Rasulullah SAW menyatakan bahwa Ramadhan merupakan bulan dimana kita diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakannya. Nafas kita menjadi tasbih, tidur kita menjadi ibadah, amal-amal kita diterima dan do’a-do’a kita diijabah. Inilah bulan yang bagian awalnya keberkahan, bagian tengahnya ampunan, dan bagian akhirnya menjauhkan diri dari api neraka.
Puasa itu melatih manusia untuk mau berpayah-payah demi kepentingan jangka panjang. Logikanya, jangankan untuk korupsi, makan saja sanggup dikurangi dan diatur waktunya, apalagi keinginan lain yang bukan kebutuhan mendesak. Orang yang berpuasa sanggup menahan lapar dan dahaga, bahkan ketika tak ada orang yang melihatnya. Mendapatkan pujian atau tidak, bagi orang yang berpuasa sama saja, karena tujuannya bukan pujian manusia. Namun Ridha Sang Maha Pencipta.
Sejatinya, dengan berpuasa melahirkan sikap mental yang pantang menyerah, tidak takut dengan cemoohan manusia yang lain ketika memang yang dilakukan itu halal dan baik. Tidak takut jatuh miskin gara-gara dipecat pekerjaan, tidak takut gagal ketika mencoba usaha atau segala sesuatu. Sebab kegagalan merupakan bagian dari keberhasilan, dan juga keyakinan, rezeki itu bisa jadi dari sesama manusia, akan tetapi hakekatnya semuanya dari Allah.
Karakter dan Pribadi Taqwa
Puasa melatih manusia untuk mempunyai sikap, mental dan karakter serta pribadi taqwa. Taqwa menurut istilah adalah menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Namun perintah taqwa tidak serta merta hanya untuk mengikuti perintah Tuhan, ia mempunyai tujuan. Tujuannya adalah kemaslahatan manusia itu sendiri. Lalu menjadi kemaslahatan umum dan seluruh manusia serta alam ini seluruhnya. Mau tidak mau puasa itu sebenarnya sebagai pendidikan karakter bagi pribadi-pribadi manusia, supaya manusia yang mengamalkannya mampu menjaga diri dari perilaku-perilaku yang tidak terpuji dan merugikan. Bahkan, makan minumpun yang sebetulnya halal pada saat puasa manusia sanggup meninggalkannya kecuali dengan waktu tertentu.
Ibadah puasa merupakan pendidikan pembiasaan. Dari pembiasaan tersebut lahirlah karakter, sebab karakter tidak bersifat instan. Tapi harus dilatih serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatannya yang ideal. Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungan kotor, Sebagai pribadi, mari kita bangkit menjadi manusia-manusia yang berprestasi. Ayat Al-Qur’an mengisyaratkan kita untuk fastabiqulkhairat, berlomba-lombalah dalam kebaikan. Umat harus maju, bangsa harus meningkat. Penduduknya terdidik dan terdepan dalam segala hal. Ilmu pengetahuan adalah ilmu dari Allah, tuhan semesta alam, yang dimanapun adanya harus diambil kembali. Digunakan untuk kemajuan dan kemaslahatan seluruh umat.
Sebagaimana suri tauladan dari Rasulullah Muhammad SAW, Melalui puasa, kita menghargai nilai-nilai kejujuran, kebersihan, keberanian, kerja keras dan sifat-sifat positif lainnya yang sangat universal. Kita merasa kasihan kepada anak yang ditelantarkan oleh ibu dan bapaknya. Kita menangis mendengar anak yang cantik dan lucu dibunuh tanpa dosa dan kesalahan apapun. Kita bekerja dengan ikhlas tanpa mudah menggerutu dalam setiap pekerjaan yang dilakukan. Kita ikhlas menolong orang yang membutuhkan tanpa pamrih apapun. Kepada semua orang, dengan senang hati kita memberi dan berbagi kebahagiaan yang bisa dilakukan. Melalui puasa, sifat-sifat baik yang universal tersebut dibingkai dengan dasar keimanan. Bingkai iman dan taqwa itulah yang menjadikan karakter pribadi mulia tersebut sangat bernilai.
Puasa dan Pendidikan Bangsa
Tujuan pendidikan, menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, adalah untuk membentuk anak didik yang cerdas, kreatif, beriman dan bertaqwa. Pendidikan bukan hanya untuk menghasilkan manusia cerdas, tapi menuju manusia yang berkarakter. Puasa juga tidak hanya mendidik pribadi-pribadi manusia an sich, sebab dari mulai karakter individu-individu, melahirkan sebuah karakter bangsa. Bermula dari pribadi-pribadi yang hebat, lalu membentuk watak sebuah bangsa yang hebat.
Kita lihat, bagaimana Jepang, Hiroshima dan Nagasaki dibom atom, mereka dipaksa harus beriontrospeksi diri, menyadari akan kelemahannya selama ini, dan berfokus pada peningkatan Sumber Daya Manusia, melalui pendidikan. Dengan semangat bushidonya, hari ini kita lihat, Jepang merupakan simbol kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Alat elektronik yang banyak kita gunakan selain dari China adalah dari negeri Sakura tersebut. Sepeda motor dan mobil yang kita bangga-banggakan, adalah buatan mereka. Jepang dan China sangat maju dalam segala bidang, akan tetapi mereka tidak melupakan jati dirinya sebagai bangsa yang menghormati budaya dan leluhurnya.
Betapa dahsyat nilai-nilai fundamental dalam pendidikan yang diambil dari budaya dan nilai leluhur bangsa, apalagi jika nilai tersebut diambil dari sebuah agama. Sangat jelas bersumber dari Allah SWT, sejatinya jika dilaksanakan dengan tepat dan benar akan merubah sebuah bangsa menjadi hebat dan luar biasa.
Ramadhan, Momentum Perubahan
Bangsa Indonesia harus maju, Ramadhan dan puasa dijadikan momentum kembali untuk membangun kepercayaan diri, menggapai mimpi sebagai sebuah bangsa yang terdepan di masa yang akan datang. Dimulai dari diri sendiri, mari kita membangun prestasi. Suatu saat bangsa ini akan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Puasa bukan untuk berleha-leha, puasa membangun optimisme dari dalam. Satu-satunya cara agar kita siap menghadapi Ramadhan ini adalah dengan sikap antusias dalam menghadapinya. Kegembiraan kita menghadapi Ramadhan dan mengisinya dengan amal-amal dan sikap yang terbaik, merupakan bukti kesiapan kita menghadapi apapun dalam kehidupan ini. Salam sukses dan bahagia untuk kita semua, Semoga...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H