Mohon tunggu...
Alimin Muslimin
Alimin Muslimin Mohon Tunggu... -

belajar...belajar...belajar..! begitulah mama selalu berkatapadaku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Merahnya Hati

6 Maret 2011   14:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:01 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12994233711183077748

[caption id="attachment_92818" align="alignnone" width="300" caption="kerangrebus.com"][/caption] SEKIRA jam 08.00 malam, Rifat sedang serius mengerjakan tugas kuliahnya. Tiba-tiba saja handpone miliknya bordering dengan dua kali pekikan, pertanda ada pesan yang masuk. Mendengar itu seketika Rifat meraih handpone tersebut dan langsung membaca. ’assalamuallaikum…! lagi ngapain AaQ syg, da makan belum? Jangan lupa sholat ya….! Sambil tersenyum Rifat membalas pesan dari kekasihnya itu,. “walaikuslam ADq saying….! Aa lagi belajar ni, ADq dank… lagi ngapain? Oia Ad juga jangan lupa makan dan Sholat ya” Setelah itu Rifat kembali melanjutkan membaca buku kesukaannya.” Bahasa Estetika Postmodarnisme” Karya Budianta seorang penulis asal Bali. Sudah lima tahun Rifat dan Leni menjalani hubunggan asmara. Beni cinta tumbuh di hati meraka, sejak mereka masih duduk di bangku  Sekolah Menengah Atas (SMA). Saat itu Rifat masih duduk di bangku kelas 2 sedangkan leni masih duduk di kelas 1. “Sedang-sedang saja” Begitulah bunda Nani menyebutnya ketika ada yang bertanya bagaimana kemampuan Rifat  dalam hal prestasi belajar. Rifat bukan anak yang jenius dan bukan pula anak yang bodoh, Demikian pula halnya dengan Leni. Hingga pada Suatu ketika wali kelas pernah memarahi mereka karena di raportnya tertera satu nilai enam, jadi boleh dikata mereka sama-sama memiliki kemampuan yang sedang-sedang. Seperti  remaja pada umumnya, Leni dan Rifat menjalin hubungan dengan melakukan berbagai aktivitas  secara bersama-sama. Ketika Leni mendapat masalah, baik masalah keluarga maupun masalah lainya, leni selalu menyampaikan keluh kesahnya pada Rifat, Rifat pun melakukan hal yang sama. Bahkan ketika mereka merasa suntuk dengan kesibukan yang mereka alami, terkadang mereka meluangkan waktu untuk berjalan-jalan ke pantai, Menyaksikan sunset dari tepian pantai adalah kesuakaan mereka. Mungkin karena mereka memiliki kesukaan yang sama meneyebabkan hati mereka merasa nyaman saat mereka bersama. Dalam seminggu mereka pasti meluangkan satu atau dua hari untuk menyaksikan sunset. Mungkin karena keseringan, di Suatu senja, ketika matahari memantulkan cahaya merah di sekelilingnya, Rif’at dan leni terpaku dalam dalam desiran ombak, Semilir angin membelai lembut  setiap benda yang dilaluinya  tak luput  Rif’at dan Leni. Sepertinya merahnya senja telah mewarnai ruang hati mereka. Sungguh di luar dugaan, di tengah suasana senja, terlahir sebuah janji yang mungkin tak akan perna terucap dari sepasang remaja yang masih berusia 14 tahunan seperti mereka. “apakah ade benar-benar sayang sama kakak….?” Dengan  polos Rifat bertanya pada Leni “ia kakak ku sayang, ade sayang banget sama kakak, Kakak jangan perna tinggalkan ade ya….  Kakak harus janji”. Sungguh suatu permohonan yang lahir dari merahnya   hati yang sedang dimabuk cinta. “adeku sayang kita harus menjaga hubungan kita ini sampai akhir hayat “ Pinta Rifat dengan nada lirih ” kakak jangan perna  tinggalkan ade karena ade tidak akan sanggup” Sambil mengeratkan pelukanya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu kembali mengulang pernyataan  janji polo situ. ‘kita akan saling menjaga  hubungan ini sampai akhirnya hidup ini” Mereka mengucapkan janji itu secara bersama, lalu melarutkan diri dalam pelukan penuh kasih, hingga  gelapnya malam menyelimuti kebersamaan mereka. Hari demi hari mereka lalui dengan bahagia tanpa permasalahan yang berarti. Namun pada tahun kelima, awal buln ke enam badai hitam melanda merahnya hati mereka. Sekarang Rifat kuliah, dan sudah semester tujuh, sedangkan Leni kini sudah semester lima. dulunya mereka sering menghabiskan waktu berdua tapi pada saat kuliah mereka sibuk dengan kesibukan masing-masing, setiap hari Rifat sibuk berburu materi untuk menyelesaikan tugas dari dosenya, Leni pun melakukan hal yang sama. Tapi bedanya, Leni tetap meluangkan waktunya  untuk mengurusi hubungan mereka, yang semakin lama semakin memprihatinkan. Hingga pada suatu malam leni melayangkan sebuah SMS pada Rifat “ Ass. Aaq sayang gi ngapain…???? Da bobo belum? Oia ka2 kenpa yah hubungan kita akhir-akhir ini  gk kyak dulu lagi? Ade g tahan dengan sikap kakak yang selalu mementingkan diri sendiri, Aa g perna perhatiin sedikit ajha keadaan ade, Selama ini pernakah kakak Tanya gimana kabar ade? Kalau ada waktu tolong dib alas yah. Ade kangen dengan kakakQ yang dulu. Malam itu Rif’at berada dikosnya, sedang mengerjakan tugas karena esok hari tugas tersebut harus dikumpulkan. Seketika Rif”at kaget dari keseriusannya , membaca sms itu sejenak Rifat tertegun menyadarinya bahwa apa yang telah dia lakukan selama ini adalah kesalahan karena telah menyianyiakan kesetiaan Leni. Namun demikian, Rifat hanya membalas sms itu dengan tulisan “walaikumsalam, minta maaf ya AdQ syg, tapi lebih baik untuk saat ini gak usah mempersoalkan hal-hal yang tidak substansial” Membaca pesan itu Leni benar-benar kecewa, rasa cinta yang sebelumnya, berubah menjadi benci dan berujung pada kemarahan besar.  Merasa tak puas  dengan SMS balasan dari Rifat, Leni  kembali mengirimkan sms balik. “ baiklah kalau  maumu begitu. jangan perna hubungi aku lagi kau datang padaku nanti kau butuh, kau egois…kau egois. Selama mereka menjalani asmara, tak perna  Leni menyapa Rifat dengan  sebutan Kau atau Kamu, melainkan sapaan Kakak atau AaQ, yang ujungnya dibumbuhi dengan  predikat sayang, tapi dalam sms kali ini dua kata itu hilang, itu menandakan bahwa Leni  sedang marah besar. Sekira jam 7.30 sebelum ke kampus Rifat pergi ke ruma leni. setibanya ditempat Leni, Rifat langsung menanyakan keseriusan Leni tentang SMS semalam. Namun tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir Leni “ade serius dengan sms semalam….?” Berulang-ulang Rifat menanyakan hal itu, namun leni tetap saja bungkam seribu bahasa. Tanpa banyak bicara , Rifat langsung bergegas pergi dari hadapan Leni. Diperjalanan handpone Rifat kembali berdering, Namun Rifat tak menghiraukan. Pikirannya itu adalah SMS dari teman sekelasnya. Namun ketika ia sampai di kampus barulah ia membaca pesan tersebut ternyata pesan itu adalah pesan dari leni. “mulai sekarang kita jalan masing-masing aja gak ada lagi yang harus dipertahankan” Membaca pesan itu serasa dirinya  ditimpa reruntuhan langit.  Merahnya hatinya berkeping berantakan. Raganya lemas dan lunglai, dunia serasa gelap gulita tak ada lagi tempatnya bertedu,  semunya telah runtuh diterpa  badai hitam yang menyelimuti hatinya. Dua hari sudah Rifat menyendiri di kost sempitnya, tanpa makan dan minum. Bibirnya kering dan pucat, matanya selalu dibanjiri air mata penyesalan. Untung saja Abdi seorang teman sekelasnya bertandan ke kos nya. “Astagfirullah hal aziim…! Rifat kau kenapa…? Astaga sakit pale kau ini. Ya Allah, perut mu kemps pasti kau belum makan dari pagi tadi”. Andaikan Abdi tahu kalau Rifat tak makan selama dua hari pasti kagetnya akan lebih seru lagi. Tangan Rifat yang sebelumya mendekap tangan Abdi perlahan lepas dan lunglai. Melihat keadaan itu,abdi semakin panik. Saat itu tidak ada mobil yang berada di sekitar mereka. Terpaksa Abdi membawa Rifat menuju rumah sakit dengan mengendarai sepeda motor miliknya. Untuk menjaga keseimbangan, Abdi mengambil sarung dan mengikatkannya pada tubuh mereka berdua. Dengan sangat hati-hati Abdi mengendarai sepeda motornya. Namun siapa mengira, kalau hari itu adalah hari naas bagi kedua bersahabat itu. Dari arah belakang mereka, sebuah mobil container melaju dengan kecepatan tinggi. Entah mengapa sopir mobil container tersebut kehilangan kendali. Mobil itu menyeret kedua sahabat karib itu. Tak lama dari kejadian itu, handpone milik Leni berdering pertanda ada pesan yang masuk. Pesan itu bertuliskan “innalillahi wainna lillahi rajiun. Telah meninggal dunia Rifat dan Abdi pada kecelakaan maut di jalan STQ sore ini. Wassalam”. Membaca pesan itu, seketika Leni Lemas saat membayangkan kejadian yang tak pernah terlintas dalam pikirannya. Palu, 26 September 2010 Foto: kerangrebus.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun