Mohon tunggu...
Alim Firdausi Pandela
Alim Firdausi Pandela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lima Tiyang Penyanggah Kehidupan Berumah Tangga dalam Prespektif Mubadalah

16 Mei 2023   09:00 Diperbarui: 16 Mei 2023   09:17 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep mubadalah (kesalingan) merupakan relasi kerjasama antara suami istri dalam menjalankan peran dalam berumah tangga. Tidak dapat dipungkiri setelah terjadi akad pernikahan seorang laki-laki dan perempuan akan mengemban hak dan kewajiban serta peran sebagai suami dan istri.

Kebaikan hidup di dunia dan di akhirat yang harus dicapai oleh pasangan suami-istri di ibaratkan cita-cita bersama, maka diperlukan pilar-pilar yang menyangga agar ia bisa dicapai dan dirasakan dalam kehidapan nyata mereka. Kebaikan hidup ini perlu diwujudkan, lalu di sangga dan dilestarikan secara secara bersama oleh kedua belah pihak, sumai dan istri. Yang menjadi tiang penyangga cita-cita kebaikan ini, kita rujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an ada 5 hal yaitu; Tentang komitmen pada ikatan janji yang kokoh (miistaqan ghalizhon), sebagai amanah Allah Swt Q.S. Surat an-nisaa' ayat 21, Prinsip berpasangan yang berkesalingan ada pada Q.S.ar-rum ayat 21, Kemudian perilaku saling memberi kenyamanan/kerelaan dalam Q.S. Al-baqarah ayat 233, saling memeperlakukan dengan baik Q.S. An-nisa ayat 19: saling musyawarah bersama Q.S. Al-baqarah ayat 233.

Kelima tiyang ini menjadi keharusan untuk mempraktekan secara istiqomah dan kuat bagi yang ingin mencapai cita-cita atau visi misi dalam berumah tangga akan dijalani dengan ihklas dan nikmat. Ayat-ayat diatas mengenai lima tiyang adalah teks-teks berbasis mubadalah. Ayat-ayat ini sekalipun menggunakan struktur laki-laki (muzakar) tetapi ia termasuk yang eksplisit menyebut pasangan suami istri dan ayah ibu. Oleh Karena itu semua ayat lima tiayang ini secara subtansi mengarah pada pentingnya kesalingan, kemitraan, dan kerjasama. Diantara lima tiyang ini, yang paling dominan sebagai etika ujung dari pernikahan adalah yang ke tiga yaitu muasyarah bil ma'aruf (saling memperlakukan dengan baik) tianyang yang ketiga ini menjadi kekuaran pokok dari tiyang-tiyang yang lain dan semua ajaran serta aturan terkait dengan relasi sumai-istri. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun