Mohon tunggu...
Ali Makhsun Efendi
Ali Makhsun Efendi Mohon Tunggu... -

sopo wonge seng tekun bakal tekan senadyan nganggo teken

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Hedonisme, Awal Keruntuhan Generasi Bangsa

8 September 2016   07:23 Diperbarui: 8 September 2016   07:41 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Di zaman yang serba instan ini banyak kita jumpai masyarakat yang secara tidak sadar telah melupakan budaya-budaya lokal karena adanya westernisasi. Saat ini budaya kebarat-baratanlah yang laku di serbu masyarakat sehingga menggilas kearifan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa ini. Budaya barat sangat cepat meracuni pola fikir dan gaya hidup kaum muda, khususnya mahasiswa. Mahasiswa yang notabennya usia-usia rentan terkontaminasi dengan budaya-budaya baru  dalam proses pencarian jati diri membuat mereka lengah dan mudah terjerumus dari hal-hal yang berdampak negatif. Banyak sekali budaya barat yang mengancam moralitas generasi muda saat ini, diantaranya yang paling parah adalah hedonisme.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Hedonisme merupakan pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Jadi kaum hedonis menganggap bahwa orang akan bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan baginya. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari golongan penganut paham inilah muncul Nudisme (gaya hidup bertelanjang). Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati".

Para Hedonis berpendapat bahwa ukuran dari makmur atau tidaknya suatu kehidupan, bahagia atau tidaknya suatu kehidupan seorang manusia, hanya dapat diidentifikasi dengan kesenangan materi semata. Mereka ingin memenuhi keakuannya untuk mendapatkan kenikmatan. Apapun akan mereka lakukan untuk mengejar kenikmatan tersebut tanpa adanya rasa putus asa. Bagi penulis, itulah yang menjadi aspek positif atau nilai jual tinggi terhadap Hedonisme. Yaitu memiliki etos kerjanya yang tinggi. Namun sangat banyak kita temui aspek negatifnya yang dapat merusak moral dan jati diri bangsa ini.

Banyak dari mahasiswa di IAIN Salatiga terutama mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang mungkin secara tidak sadar telah terperangkap dalam jurang hedonisme yang begitu dalam. Khususnya kaum hawa. Banyak kita jumpai mahasiswa khususnya perempuan yang sangat sensitif terhadap adanya pekemangan mode busana, tekhnologi dan lain sebagainya. Apabila ada mode baru  yang sedang boomingkebanyakan dari mereka berbondong-bondong mengikuti mode tersebut agar terlihat modis dan kekiniaan.

Afrida KM (20) Salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam menuturkan bahwa dirinya menganggap hedonisme bukan merupakan suatu kebutuhan melainkan hanya sekedar mengikuti tren yang sedang booming biar terlihat modis. Ia juga menambahkan bahwa ia kerap menjumpai mahasiswa FEBI yang dapat di digolongkan kaum hedonis, semua itu dapat dilihat dari gaya berbusana, sikap dan perilaku yang melekat pada mahasiswa tersebut.

Salah satu mahasiswa muslimah Nur Aini Mentari (21) mengatakan bahwa hedonisme bukan hanya terlihat dari gaya busana saja termasuk juga sikap dan perilaku. Dengan adanya perkembangan tekhnologi seperti saat ini mau tidak mau harus mengikuti perkembangannya agar tidak dianggap kudet, saat ini kebanyakan mahasiswa sudah mempunyai android guna mengakses suatu yang baru dan dengan munculnya aneka ragam sosial media (sosmed) membuat mereka melupakan dunia nyata dan eksis dalam dunia maya sehingga melukapan kebersamaan dengan rekan-rekannya. “saya merasa risi ketika melihat mahasiswa yang menggunakan celana ketat, mini, menggunakan rok yamg ketat dan berjilbab yang tidak sesuai syar’i”ujar mahasiswa semester 4 tersebut.

Apa jadinya apabila kampus yang merupakan kumpulan orang-orang berpendidikan tinggi dan memiliki intelektual lebih, dihuni oleh kaum hedon? Padahal dulu mahasiswa dikenal sebagai penyambung lidah rakyat karena mahasiswa itu selain sekumpulan intelektual, mereka juga punya daya kritis terhadap sebuah sistem kebijakan yang merugikan rakyat dan pro terhadap rakyat. Siapa dulu yang menyulik soekarno-hatta ke rengasdengklok? Mahasiswa. Siapa yang selalu demo ketika harga kebutuhan naik? Mahasiswa. Siapa yang menjatuhkan soeharto? Mahasiswa. Siapakah yang diajar dosen? Ya mahasiswa lah. Sekarang semakin jarang mahasiswa yang demikian terutama mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Karena mereka sudah tidak peka lagi terhadap lingkup sekitarnya dan masa bodoh dengan bangsa. Sekarang kuliah hanya untuk mengejar status sosial dan memperoleh pekerjaan. Untuk yang satu ini, yang salah bukan kita tapi sistem baru yang terus merubah pola pikir kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun