Mohon tunggu...
Alima Tsusyaddya Alias
Alima Tsusyaddya Alias Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Mempelajari Etika dan Tanggung Jawab Profesi oleh Mahasiswa Hukum Sebagai Pilar Masa Depan Penegakan Hukum

8 November 2024   20:03 Diperbarui: 8 November 2024   21:40 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Urgensi Mempelajari Etika dan Tanggung Jawab Profesi oleh Mahasiswa Hukum Sebagai Pilar Masa Depan Penegakan Hukum 

          Saat ini, situasi etika dan tanggung jawab profesi di bidang hukum dapat dikatakan sangat mengkhawatirkan. Terdapat banyak stereotip atau pandangan masyarakat yang meragukan kredibilitas aparat penegak hukum di negeri ini. Steriotip bahwa penegak hukum mudah disuap dan cenderung tidak dapat dipercaya telah menyebar di masyarakat. Mengapa hal ini terjadi? Alasannya sederhananya banyak kasus yang menunjukkan bahwa sejumlah aparat penegak hukum terlibat dalam praktik suap dan korupsi yang mencoreng kode etik organisasi mereka. Situasi ini menjadi perhatian serius, mengingat negara kita adalah negara hukum. Bagaimana negara ini dapat berjalan dengan baik jika kepercayaan rakyat hilang dan para penegak hukum tidak bertindak secara etis dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu pendidikan etika dan tanggungjawab profesi hukum dirasa sangat penting untuk dipelajari mahasiswa hukum sebagai calon para penegak hukum dimasa yang akan datang.

            Pendidikan etika hukum harus dipandang sebagai fondasi yang tidak dapat diabaikan. Etika hukum melibatkan prinsip moral yang mengarahkan perilaku penegak hukum, seperti integritas, keadilan, dan kejujuran. Tanggung jawab profesi, di sisilain, mengacu pada komitmen penegak hukum untuk menjalankan tugas dengan profesionalisme, akuntabilitas, dan tanpa bias. Profesi hukum disebut-sebut sebagai salah satu profesi tertua dalam sejarah manusia. Alasan sederhana untuk pernyataan ini, seperti yang diungkapkan oleh Cicero (106–43 SM), adalah bahwa di mana ada masyarakat, di sana pasti ada hukum (ubi societas ibi ius). Dengan kata lain, hukum telah lahir secara alami dalam masyarakat, dan dalam prosesnya, selalu ada individu-individu tertentu yang, baik secara sadar maupun tidak sadar, memainkan peran sebagai pembentuk dan pelaksana hukum tersebut. Profesi hukum, termasuk advokat, jaksa, hakim, notaris, dan legal officer, sangat bergantung pada landasan etika yang kuat untuk menjaga integritas dan kredibilitas mereka dalam mengemban amanah masyarakat. Tanpa pemahaman yang mendalam tentang etika, praktik hukum dapat terjebak dalam perilaku yang merugikan dan tidak etis.

            Studi kasus pelanggaran etika oleh penegak hukum di Indonesia memberikan gambaran nyata tentang dampak negatif dari kurangnya pemahaman etika di kalangan profesional hukum. Contoh-contoh seperti kasus suap yang melibatkan pejabat publik dan manipulasi bukti dalam proses peradilan menunjukkan bagaimana ketidakpatuhan terhadap kode etik dapat merusak kepercayaan masyarakat. Contoh nyata saat ini adalah dari berbagai penegak hukumpun banyak sekali yang melanggar kode etik profesinya, diantaranya Hakim Mahkamah Konstitusi yaitu Hakim Anwar Usman melanggar 5 prinsip kode etik profesinya sehingga di copot dari Jabatan Ketua MK. Kemudian pada profesi Advokat terdapat Advokat OC Kaligis yang melakukan penyuapan terhadap hakim PTUN di Medan. Dilanjut kasus oleh Jaksa Pinangki yang mana kasus ini sangat menyita perhatian publik yakni terlibat dalam kasus gratifiasi dan penyogokan berinisial DT, kasus ini selain kontrofersial sebab kerugian yang begitu besar tetapi putusan hakim akan kasus ini dianggap terlalu ringan sebab melakukan 3 kejahatan yakni pencucian uang, pemufakatan jahat dan menerima suap. Berbagai kasus ini lah yang menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat terkait aparat penegak hukum di negeri ini. Ketidakpercayaan tersebut, apabila dibiarkan, akan memperburuk citra sistem hukum dan menghambat upaya untuk menciptakan keadilan yang sejati. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendidikan etika di kalangan mahasiswa hukum agar mereka dapat menjadi penegak hukum yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berintegritas.

            Sebagai calon penegak hukum, mahasiswa harus memahami bahwa etika bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan tanggung jawab moral yang akan membimbing mereka dalam menghadapi situasi kompleks di dunia kerja. Mereka perlu menyadari bahwa tindakan mereka sebagai profesional hukum tidak hanya berdampak pada klien, tetapi juga pada masyarakat luas. Tanggung jawab sosial ini mencakup upaya untuk menciptakan keadilan yang merata dan beretika, serta berkontribusi pada kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Dalam hal ini, sikap etis dari penegak hukum sangat berperan dalam membangun kepercayaan masyarakat. Sebaliknya, pelanggaran etika dapat meruntuhkan kredibilitas profesi hukum secara keseluruhan, yang berdampak negatif pada proses penegakan hukum.

           Tantangan dalam menerapkan etika di bidang hukum tidak bisa diabaikan. Mahasiswa hukum sering kali dihadapkan pada situasi di mana konflik kepentingan profesional dapat terjadi saat mereka mulai memasuki dunia praktik. Tekanan dari lingkungan kerja, baik dari atasan maupun rekan sejawat, juga dapat memengaruhi keputusan etis yang mereka ambil. Selain itu, kurangnya dukungan dari institusi pendidikan hukum dalam menangani dilema etika yang kompleks dapat membuat mahasiswa kesulitan dalam mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu ini. Oleh karena itu, fakultas hukum perlu memberikan pembekalan yang kuat bagi mahasiswa agar mereka siap menghadapi tantangan ini. Pembelajaran harus mencakup studi kasus nyata dan simulasi yang relevan untuk menyiapkan mereka dalam situasi dunia nyata.

            Pendidikan etika adalah fondasi penting bagi mahasiswa hukum agar mereka siap menjadi penegak hukum yang bertanggung jawab dan berintegritas. Kurangnya pemahaman etika dapat mengakibatkan pelanggaran kode etik yang merusak kepercayaan publik terhadap hukum. Oleh karena itu, kolaborasi antara universitas, praktisi hukum, dan regulator sangat penting dalam menciptakan generasi penegak hukum yang profesional dan beretika tinggi. Pendidikan hukum di Indonesia perlu menempatkan etika sebagai prioritas untuk membentuk penegak hukum yang dapat menjaga integritas sistem hukum dan memperjuangkan keadilan yang sesungguhnya.

DAFTAR REFERENSI

Bintang, D., & Roido, M. (2023). PELANGGARAN KODE ETIK: Pelanggaran Kode Etik Yang Dilakukan Oleh Anwar Usman Selaku Ketua             Mahkamah Konstitusi. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, Dan Humaniora, 1(2), 47-54.

Bontang, S. T. T. I. (2023). PERAN ETIKA PROFESI DAN HUKUM PERBURUHAN DALAM MEMBANGUN MOTIVASI DAN PRIBADI                           UNGGUL MAHASISWA. Jurnal BeduManagers, 4(2).

Dermawan, A. L. (2024). Analisis pelanggaran Kode Etik Advokat melakukan Penyuapan kepada Hakim PTUN di Medan. Studi Kritis                 Hukum dan Masyarakat, 1(01).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun